BREAKING NEWS
 

Amandemen UUD 1945, Untuk Apa?

Rabu, 16 Oktober 2019 22:02 WIB
Prof. Tjipta Lesmana

RM.id  Rakyat Merdeka - Wacana amandemen (lagi) Undang-Undang Dasar 1945 mencuat menjelang terbentuknya MPR baru. Arah amandemen, semula, 2 (dua).

Pertama, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) kembali dimasukkan dalam UUD 1945, supaya ada kejelasan dan ketegasan arah pembangunan nasional.

Pembangunan nasional selama era reformasi tidak punya pijakan dan arah yang jelas. Proyek-proyek pembangunan, hampir semua, lahir secara instant, seperti kita bikin mie instant.

Arah kedua amandemen, supaya pemilihan presiden kembali diserahkan kepada MPR, tidak dilakukan secara langsung. Argumentasinya: pemilihan presiden langsung terlalu besar ongkos politik dan ongkos ekonominya.

Bahkan pelaksanaan Pemilu 2019 yang baru lalu memberikan indikasi terancamnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Baca juga : Berkaca Pada Kabinet Periode I

Praktek korupsi juga semakin “gila” akibat pilkada dan pemilu langsung, sebab semua partai politik membutuhkan dana besar untuk memenangkan pertarungan pemilu secara langsung.

Dengan demikian, amandemen UUD 1945–menurut pemikiran sejumlah politisi yang melem- parkan wacana ini ke publik–hanya terbatas sifatnya, yakni hanya 2 (dua) masalah yang diubah.

Soal pemilihan presiden oleh MPR, misalnya, pernah disinggung oleh Bambang Soesatyo sebelum ia terpilih sebagai Ketua DPR-RI.

Celakanya, baru beberapa hari wacana itu “disosialisasikan” ke publik, Presiden Jokowi memberikan reaksi yang cukup keras: tidak setuju.

“Wong, saya presiden produk pemilihan langsung, bagaimana saya bisa menyetujui pemilihan presiden kembali oleh MPR?” Toh,beberapa parpol, termasuk parpol besar, sampai sekarang tetap “ngebet” untuk mengembalikan cara pemilihan presiden ke era Orde Baru, yaitu melalui MPR.

Baca juga : Jokowi Di Antara Banyak Pilihan

Fraksi Partai Nasdem di DPR-RI, misalnya, Ahmad Ali, berkilah bahwa perubahan mekanisme pemilihan presiden-wakil presiden bukan merupakan hal yang tabu dan tidak diharamkan.

Memang konstitusi negara bukan kitab suci yang tabu diotak-atik manusia. Konstitusi buatan manusia, sehingga tidak mungkin sempurna dan oleh sebab itu bisa saja diubah jika pemangku kepentingan negara sepakat untuk mengubahnya karena berbagai pertimbangan.

Tapi, jangan lupa, konstitusi merupakan manifestasi dari hukum yang wajib untuk ditaati oleh semua pihak, baik pemerintah, para pemegang kekuasaan atau rakyat keseluruhannya.

Konstitusi memiliki kedudukan sangat penting bagi suatu negara, terutama untuk mengatur dan membatasi kekuasaan dalam suatu negara. Dengan demikian, konstitusi harus disusun secara serius, secermatnya dan ekstra hati- hati oleh orang-orang yang ahli [terutama] hukum tata-negara. 

Amandemen konstitusi, dengan sendirinya, harus dilakukan secara serius, secermatnya, dan ekstra hati-hati demi kepentingan bangsa dan negara.

Baca juga : Mengatasi Papua

Rangkaian Amandemen UUD 1945 oleh MPR pada 1998- 2002, jelas, dibuat tidak secara serius, dan cermat, disamping agak tergesa-gesa.

Namun, yang paling fatal, Amandemen UUD 1945 waktu itu tidak didasarkan naskah akademik. Pelajaran di berbagai negara menunjukkan amandemen konstitusi dibuat berdasarkan naskah akademik, sehingga lebih terarah, lebih koheren dan konsisten antara satu pasal dengan pasal lain.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense