BREAKING NEWS
 

Kritik Dan Kecaman Dalam Demokrasi

Selasa, 16 Februari 2021 07:25 WIB
Prof. Tjipta Lesmana

 Sebelumnya 
Apa sesungguhnya arti kritik?

Secara sederhana, kritik adalah pernyataan tidak setuju terhadap pendapat seseorang atau kebijakan pemerintah karena pendapat atau kebijakan itu dinilai keliru atau salah. Perhatikan kata “dinilai”. Jelas, kritik sifatnya subyektif, berdasarkan persepsi atau point of view. Anda boleh setuju atau tidak terhadap kritik yang saya lancarkan terhadap Anda. Jika persepsi kita berbeda, tentu saja pandangan kita terhadap satu masalah, kebijakan dan lain-lain berbeda. Mana yang benar, dan mana yang salah? Dalam sisten demokrasi, “Juri” yang menentukan kebenaran pendapat adalah publik melalui public discourse, diskursus publik. Lain jika sistem otoriter yang berlaku di negara itu. Dalam sistem otoritarian, yang berlaku adalah titah raja, titah presiden atau penguasa. My Words are My Law, apa yang saya katakan, itulah hukum yang berlaku di negeri ini.

Baca juga : Moeldoko Menggoyang Demokrat, Ada Apa?

Di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, penguasa memang punya kecenderungan tidak suka dikritik. Kritik malah selalu diidentikkan negatif, ingin menjelekkan pemerintah, bahkan menjatuhkan pemerintah/menggoyang stabilitas nasional. Demo-demo massal di Myanmar, misalnya, yang berawal dari tidak diakuinya hasil Pemilu nasional akhir tahun lalu, dan pengambil-alihan kekuasaan oleh militer, dipersepsikan untuk menjatuhkan regime militer. Berbagai pihak asing juga dituding berkolusi dengan oposisi untuk melawan militer.

Aksi-aksi ribuan massa di berbagai kota Rusia yang menuntut pembebasan Alexei Navalny dituding bertujuan untuk menggoyang pemerintahan Putin, sekaligus membatalkan Amandemen Konstitusi yang memberikan Putin kekuasaan hingga 16 tahun lagi. Beberapa negara asing pun dituding campur tangan sehingga Rusia harus mengusir sejumlah diplomat asing dari negerinya.

Baca juga : Matinya Harian Suara Pembaruan (2/Selesai)

Pemerintah seringkali mengatakan kritik boleh, tetapi harus dilakukan secara sopan, konstruktif dan memberikan jalan keluar, jangan hanya “gebuk”. Konsep ini SALAH. Kritik selalu destruktif, tidak bisa konstruktif, kata Prof. Arief Budiman (alm), sosiolog kondang, mantan aktivis pada awal Orde Baru. Kenapa destruktif? Karena kritik memang ingin melawan pendapat yang dikritiknya, bukan menyanjung pendapat yang berbeda itu. Kritik konstruktif cenderung terpeselet ke ranah “menjilat”. Kalau pemerintah ulang-ulang berkata utang pemerintah dikelola secara hati-hati, prudent dan transparan, tapi Rizal Ramli menyatakan kecemasannya melihat angka utang yang sudah tembus Rp 6.000 triliun lebih, tujuan Rizal Ramli memang hendak menjungkir-balikkan pendapat yang mengatakan utang dikelola “hati-hati, prudent dan transparan”. Yang menjadi masalah krusial di sini adanya kekhawatiran bagaimana pemerintah nanti dan anak-cucu kita mampu melunasi utang yang bernilai monster itu.

Dalam hal ini, pemerintah TIDAK USAH SEWOT. Jangan lupa, negara ini bukan milik pemerintah, atau Presiden atau Menteri. Negara ini MILIK 270 juta rakyat Indonesia. Hal ini berarti utang pemerintah identik dengan utang rakyat Indonesia kepada semua debitur, di dalam maupun luar negeri.

Baca juga : Matinya Harian Suara Pembaruan (1)

Jika ada pihak-pihak yang menilai pemerintah gagal menangani pandemi Covid-19, pemerintah tidak usah sewot pula atau mencurigai ada “udang di balik batu” di belakang kritik itu. Ketika Presiden Jokowi 2 minggu yang lalu mengatakan secara terbuka bahwa pemerintah berhasil menangani 2 (dua) masalah besar, yaitu kesehatan dan perekonomian nasional, apa betul? Banyak orang yang mencibir pernyataan Jokowi. Bukankah sehari setelah Jokowi mengeluarkan pernyataan itu, Panglima TNI Hadi Tjahjanto mengatakan Indonesia belum berhasil menangani masalah Corona. Buktinya, rakyat yang terpapar Corona masih terus meningkat.

Oleh sebab itu, kritik seyogianya diterima dengan legowo oleh penguasa, kecuali kritik yang berisikan informasi bohong/hoax, fitnah dan bertujuan untuk menjatuhkan pemerintah, apalagi diam-diam hendak mengganti ideologi negara kita dengan ideologi lain. Kritik yang mengandung “3 racun” ini tidak ada tempat di negara kita, oleh sebab itu harus dilawan habis-habisan. Tentu, melalui jalur hukum! (*)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense