BREAKING NEWS
 

Setelah Prabowo Ketemu Jokowi: Di Sini Senang, Di Sana Kejang

Reporter : BAMBANG TRISMAWAN
Editor : UJANG SUNDA
Minggu, 13 Oktober 2019 06:05 WIB
Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto memberikan keterangan usai bertemu, Jumat lalu.

RM.id  Rakyat Merdeka - Pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto dua hari lalu, bikin partai koalisi Jokowi dan oposisi bergejolak. Gerindra tentu saja senang dengan pertemuan itu, lantaran peluang mendapat kursi menteri semakin terbuka. Sementara partai lain kejang-kejang khawatir jatah menterinya berkurang.

Wajah Prabowo tampak cerah usai bicara selama hampir satu jam dengan Jokowi di Istana Merdeka Jumat lalu. Senyum eks Danjen Kopassus itu terus mengembang.

Usai pertemuan itu, Prabowo mengeluarkan kalimat yang mungkin bikin kuping partai lain memerah. Kata dia, hubungannya dengan Jokowi kian mesra dan sangat mungkin membuat banyak pihak tidak senang. Siapa yang tidak suka dan karena apa, Prabowo tidak merincinya.

Prabowo juga mengungkapkan, soal peluang partainya yang sangat mungkin mendapat menteri. Kata Prabowo, jika dibutuhkan, Gerindra siap membantu.

Pertemuan itu memang bikin partai koalisi Jokowi-Ma'ruf bereaksi. Ada yang berusaha terlihat kalem, ada yang terang-terangan mengungkapkan kekecewaan. Di pilpres lalu, Jokowi mendapat dukungan dari sepuluh partai: PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, PBB, Perindo, PSI dan PKPI.

Baca juga : SBY Ketemu Jokowi, Demokrat Kian Dekat Ke Istana

Ketua DPP Nasdem, Irma Suryani Chaniago menginginkan, Gerindra tetap jadi oposisi. Ia khawatir, tanpa ada oposisi, pemerintah Jokowi terjerumus. Menurut dia, harus ada pihak oposisi yang memberikan kritik dan masukan terhadap kebijakan pemerintah Jokowi-Ma'ruf.

"Kalau seluruh parpol masuk pemerintah, yang melakukan check and balance siapa? Maka yang jadi check and balance nanti mahasiswa dan masyarakat jadi oposisi bagi pemerintah, itu berbahaya," kata Irma, kemarin.

Wasekjen PPP, Ahmad Baidowi punya harapan serupa. Menurut dia, sebaiknya Gerindra tak ikut-ikutan dalam partai koalisi pemerintah. Menurut dia, dalam 10 tahun terakhir ini, Gerindra sudah memberikan energi positif dalam demokrasi dengan menjadi oposisi. Sikap Gerindra sebagai oposisi diharapkan terus berlanjut.

Menurut dia, berbagai permasalahan bangsa tak mungkin selesai tanpa sumbangsih pemikiran dari berbagai elemen, termasuk pihak oposisi. "Karena itu, oposisi yang kritis terhadap pemerintahan tetap harus ada," kata Baidowi, kemarin.

Adsense

Politikus PDIP, Andreas Hugo Pareira yakin Demokrat dan Gerindra tak akan mendapat jatah menteri. Menurut dia, keinginan SBY dan Prabowo bukan berarti akan mendapat jatah kursi. "Koalisi adalah persekutuan kesepahaman platform politik untuk tujuan politik yang sama," kata Andreas, kemarin.

Baca juga : Soal UU KPK, Jokowi Mulai Pertimbangkan Perppu

Waketum PKB, Jazilul Fawaid juga yakin, pertemuan Jokowi dan Prabowo bukan membahas bagi-bagi kursi menteri. Lantaran itu, pihaknya tak khawatir jatah kursi menteri untuk PKB akan berkurang. "Bagi PKB, yang terpenting persatuan dan kesatuan bangsa tetap terbangun. Soal kursi menteri, kami menyerahkan sepenuhnya kepada presiden," ujarnya.

Tak cuma partai koalisi yang khawatir, PKS juga ikutan cemas. Pasalnya, PKS yang selama ini jadi teman setia Gerindra di jalur oposisi, bisa ditinggal sendiri. Dalam Pilpres lalu, ada empat partai yang jadi kompetitor koalisi Jokowi-Ma'ruf. Mereka adalah Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS. Tiga nama pertama, bolak-balik diisukan bakal bergabung dengan koalisi kubu pemerintah.

Menanggapi pertemuan itu, Presiden PKS Sohibul Iman ikhlas dan menghormati pilihan Gerindra merapat ke pemerintah. PKS sendiri akan tetap jadi oposisi walau sendirian.

"Yang penting? mari kita berdemokrasi dan berlomba melayani masyarakat secara fair dan berbasis rule of law," kata Sohibul, kemarin.

Pakar komunikasi politik UGM, Nyarwi Ahmad menilai, pertemuan Jokowi dengan SBY dan Prabowo dalam dua hari berturut-turut, merupakan penjajakan koalisi. Kedua partai tersebut berpeluang merapat. Namun dari hasil pertemuan kemarin, terlihat gestur Prabowo lebih cair dan mesra dibanding SBY.

Baca juga : Kepala BIN Berperan Di Balik Pertemuan Jokowi Dengan 61 Tokoh Papua

Dari situ, Nyarwi menarik kesimpulan, Jokowi lebih membutuhkan Gerindra di pemerintahan dibandingkan Demokrat. "Saya melihat daya tarik Demokrat ini masih belum terlalu kuat," kata Nyarwi, di Jakarta, kemarin.

Direktur Eksekutif Indo Barometer? M Qodari menilai, Jokowi saat ini sedang pusing dalam menyusun kabinet keduanya. Pusing lantaran harus menghadapi cinta segitiga dalam koalisi. Cinta segitiga yang dimaksud adalah Jokowi harus menghadapi dua poros yang harus dipertimbangkan. Yaitu poros Teuku Umar atau PDIP dan poros Gondangdia atau Nasdem.

Kata dia, Jokowi saat ini sedang berusaha menjaga keseimbangan di dalam koalisi yang tampaknya sedang tegang. Kedua poros ini memang memiliki pemikiran yang berbeda soal pemilihan partai di koalisi untuk masuk kabinet Jokowi. Dugaan dia, inilah yang membuat Jokowi nampak goyah dalam menentukan pilihan para pembantunya di kabinet mendatang.

"Pak Jokowi memerlukan dua-duanya, tapi dua-duanya juga punya motivasi berbeda. Misal, dari poros Gondangdia, tidak mau ada partai baru masuk karena jatah menterinya bisa berkurang. Tapi dari kacamata Teuku Umar, ya mungkin memikirkan nanti 2024 barangkali bisa koalisi dengan Partai Gerindra, dengan Prabowo," kata Qodari, kemarin. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense