Dark/Light Mode

Soal Keistimewaan Impor Bawang Putih

Awas, Ketidakadilan dan Bisa Langgar Hukum

Kamis, 21 Maret 2019 12:59 WIB
Bawang Putih Impor. (Foto : Istimewa).
Bawang Putih Impor. (Foto : Istimewa).

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemberian diskresi terhadap Bulog dipertanyakan banyak pihak. Yakni terkait keistimewaan mengimpor bawang putih. Namun tanpa kewajiban menanam 5% dari volume impor. Sesuai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Permentan Nomor 38 Tahun 2017.

Pemberian keistimewaan kepada Bulog ini, dinilai bukan hanya menciptakan ketidakadilan terhadap importir yang patuh dan petani bawang. Tapi juga bertendensi melanggar hukum.   

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menegaskan,  penugasan tersebut mesti termaktub dalam perundang-undangan. Minimal dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang memang mengurusi rekomendasi impor produk hortikultura. 

Baca juga : Kemenpora Apresiasi Gerak Jalan dan Deklarasi Anti Hoaks KSPSI

“Pemerintah itu yang penting diatur perundang-undangan. Ada pengecualian itu. Ada nggak? Ketika ada, peraturan itu termasuk permentan, berarti dia dikecualikan,” ucap Komisioner KPPU, Chandra Setiawan.

Sebaliknya, jika tidak ada perundang-undangan yang jelas dalam penugasan tersebut, Komisi menegaskan,  hal tersebut dapat membuat persaingan usaha menjadi tidak sehat. Apalagi, selama ini importir mesti mematuhi kewajiban menanam bawang putih dengan produksi 5% dari total yang diimpor. Sementara Bulog tidak. 

Adanya kewajiban menanam kembali, membuat biaya produksi importir lain lebih besar. Pun, kebijakan merugikan petani bawang putih lokal yang terlindungi dengan kewajiban tanam itu.  

Baca juga : Impor Daging & Sapi Semoga Bisa Ditekan

Diakui, ada pengecualian terhadap hal-hal tertentu, termasuk impor. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha. 

Stabilisasi harga adalah hal dimaklumi. Tetapi, disebutkan dalam Pasal 50A, yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Pasal 51 menjelaskan bisa 'masuknya' BUMN atau badan yang ditunjuk negara untuk melakukan monopoli. Tetapi, pasal yang sama mengingatkan, harus ada perundangan menegaskannya. 

Baca juga : Bamsoet : Bukan Hanya Untuk Moge

“Ketika orang mengimpor lalu disuruh tanam, itu kan cost. Ada biaya tambahan yang mereka keluarkan sehingga memengaruhi harga,” ucap Chandra. 

Dia juga mengingatkan, nantinya bawang putih yang diimpor Bulog sebaiknya tidak dijual di pasaran yang sama dengan bawang putih impor lainnya. Karena jika marketnya sama, hal tersebut akan membuat level persaingan terkait komoditas impor tersebut menjadi diskriminatif. 

"Kalau diskriminatif, berarti mereka bersaingnya tidak dalam level yang sama sehingga persaingannya tidak sehat,” tuturnya. [JON]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.