Dark/Light Mode

Penggunaan Sistem Waste Stabilization Ponds Dan Sediment Microbial Fuel Cell Sebagai Bentuk Realisasi Rencana Net Zero Emission Indonesia 2060

Senin, 7 November 2022 12:00 WIB
Net Zero Emission (Foto: https://wahananews.co/ekuin/net-zero-emission-2060-picu-percepatan-transisi-energi-listrik-LN8IodIKTp)
Net Zero Emission (Foto: https://wahananews.co/ekuin/net-zero-emission-2060-picu-percepatan-transisi-energi-listrik-LN8IodIKTp)

Pemanasan global merupakan suatu keadaan berubahnya keadaan dunia yang memiliki dampak negatif terhadap indeks keberlanjutan lingkungan yang terus terdegradasi akibat adanya aktivitas manusia yang menghasilkan emisi karbon, seperti pembakaran bahan bakar fosil, aktivitas industri, dan penggundulan hutan secara besar-besaran. Dampak dari emisi karbon ini tidak hanya dirasakan oleh negara penghasil, tetapi juga oleh negara-negara lain karena emisi karbon berdampak kepada planet secara menyeluruh. Hal ini didukung oleh laporan yang telah dibuat oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) bahwa terdapat ketidakadilan dalam penyebab dan dampak perubahan iklim yang dihasilkan oleh negara-negara tertentu. Hal ini menyebabkan UNFCCC berkomitmen untuk menerapkan “common but differentiated responsibilities” atau yang dapat diartikan sebagai mengemban tanggung jawab yang sama walaupun terdapat perbedaan dampak. 

Oleh karena itu, muncul gagasan Net Zero Emission untuk mengatasi permasalahan emisi karbon yang ada. Net Zero Emission merupakan suatu rencana menyeimbangan tingkatan emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer dengan kemampuan alaminya dalam menyerap emisi karbon. Rencana Net Zero Emission dapat terealisasi apabila energi yang dihasilkan bebas dari emisi, digunakannya bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan, manajemen karbon, serta dibutuhkannya inovasi teknologi yang dapat mengolah karbon lebih baik dan efektif. Akan tetapi, rencana Net Zero Emission pada setiap negara tidak dapat dikatakan serupa. Beberapa negara memfokuskan rencana Net Zero Emission untuk menurunkan jumlah emisi karbon dioksida yang dihasilkan. Sementara itu, beberapa negara lainnya memfokuskan rencana Net Zero Emission untuk menurunkan semua gas rumah kaca yang dihasilkan negara tersebut.

Baca juga : Dewan Energi Nasional Dukung Indonesia Menuju Net Zero Emission Pada 2060

Rencana Net Zero Emission menjadi pembahasan penting bagi setiap negara semenjak diadakannya Paris Agreement pada tahun 2015. Hal ini dapat dilihat dari gagasan Net Zero Emission Uni Eropa yang berfokus pada penyeimbangan semua emisi gas rumah kaca yang dihasilkannya pada tahun 2050. Sementara itu, China juga membuat rencana Net Zero Emission yang hanya berfokus pada penyeimbangan emisi karbon dioksida pada tahun 2060. Di sisi lain, Amerika Serikat sudah menentukan rencananya dalam mencapai Net Zero Emission pada tahun 2050, tetapi belum menentukan penyeimbangan emisi yang akan difokuskannya. Sehubungan dengan adanya rencana Net Zero Emission yang dilakukan negara-negara tersebut, negara-negara lain mulai mengeluarkan peraturan-peraturan terkait penyediaan energi listrik yang lebih ramah lingkungan dalam upaya untuk menurunkan emisi karbon yang dihasilkan.   

Indonesia sendiri telah ikut aktif dalam upaya pencegahan adanya peningkatan emisi gas rumah kaca. Indonesia juga telah menyatakan berpartisipasi dalam gerakan Net Zero Emission yang dibuktikan pada peta jalan (road map) yang telah dibuat untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060. Selain itu, Indonesia telah mengeluarkan UU Nomor 16 Tahun 2016 terkait Persetujuan Paris yang salah satunya berisi tentang pembangunan rendah karbon. Rencana pembangunan rendah karbon Indonesia yang dapat dilihat secara jelas adalah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang menerapkan konsep forest city. Konsep forest city ini dapat mendukung rencana Net Zero Emission karena sebagian lahan yang digunakan merupakan hutan yang akan direhabilitasi, area bekas tambang, semak belukar, dan area konsesi hutan tanaman industry (HTI). Hal ini dapat bermanfaat karena tumbuhan atau hutan memiliki kemampuan untuk menyerap emisi karbon.

Baca juga : Fadel Cerita Sejarah Kontribusi Gorontalo Hadirkan Kemerdekaan Indonesia

Namun, bukan berarti upaya Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission sudah terlaksana. Sebagai negara berkembang yang memiliki banyak sumber daya alam, Indonesia masih memiliki banyak potensi dalam pemanfaatan sumber energinya. Salah satu teknologi yang dapat Indonesia gunakan untuk mengolah limbah cair sekaligus menghasilkan energi adalah Waste Stabilization Ponds atau WSP. Sebenarnya WSP sudah cukup banyak digunakan di Indonesia karena biaya yang rendah dan efektivitasnya tinggi, tetapi tidak banyak diketahui bahwa WSP sebenarnya memiliki kemampuan lain untuk menumbuhkan mikroalga dengan mengasimilasi kandungan air limbahnya, yaitu nitrogen dan fosfor. Mikroalga dapat dimanfaatkan karena memiliki kemampuan untuk mendaur ulang karbon di biosfer dengan proses fotosintesisnya yang dapat mengubah karbon dioksida menjadi senyawa organik, serta menghasilkan oksigen melalui proses oksidasi air.

Mikroalga juga memiliki kemampuan bioremediasi terhadap logam tertentu. Selain bioremediasi, mikroalga memiliki kemampuan untuk menghasilkan biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan baku produksi senyawa energi. Kemampuan biomassa yang dimiliki alga sebagai bahan baku ini dapat menghasilkan kepadatan karbohidrat yang tinggi, triasilgliserida, dan asam lemak bebas. Kandungan yang dihasilkan ini nantinya dapat memproduksi biofuel dan biodiesel. Akan tetapi, mikroalga yang dihasilkan pada WSP memiliki kepadatan yang rendah dan membutuhkan teknologi khusus untuk prosesnya, seperti Rotating Alga Biofilm Reactor (RABR), filtrasi, sedimentasi, dan dissolved air flotation (DAF). Hal ini pastinya membutuhkan biaya awal yang tidak murah, tetapi mikroalga dapat menjadi sumber energi bersih dan renewable yang menjanjikan dimasa yang akan datang.

Baca juga : Banteng Makin Nendang

Salah satu potensi sumber energi lain yang dapat dipertimbangkan oleh Indonesia adalah Sediment Microbial Fuel Cell atau SMFCs. SMFCs merupakan suatu MFCs khusus yang dapat digunakan untuk proses remediasi sedimen sekaligus menghasilkan produksi energi listrik dengan bantuan Nano Zero-valen Iron (NZVI). Sementara itu, Microbial Fuel Cell (MFCs) sendiri merupakan teknologi yang dapat mengurangi polutan disubstrat, seperti air limbah atau sedimen. Keunggulan dari SMFCs adalah bahannya yang aman bagi lingkungan pantai, proses pengolahan polutan yang mudah diamati, biayanya yang rendah, dan bahan organik dapat dioksidasi oleh bakteri elektrogenik. SMFCs diperkirakan dapat menghasilkan listrik hingga 413 mA/m2. Selain jumlah listrik yang dihasilkannya, SMFCs juga menunjukkan kelebihan lainnya, yaitu mereduksi kandungan fosfat dan hidrogen sulfida serta kemampuannya yang efektif dalam proses pengolahan polutan. 

Dengan berbagai sumber energi yang digunakan, diharapkan Indonesia dapat sukses dalam meraih Net Zero Emission pada tahun 2060. Net Zero Emission dapat diraih apabila dari pihak pemerintah dan pihak lainnya bekerja sama dengan baik dalam upaya meminimalisasi emisi karbon yang dihasilkan. Hal ini dapat dimulai dari mengurangi penggunaan sumber energi yang dapat menjadi sumber pencemar lingkungan dan menggantinya menjadi sumber energi dengan hasil emisi karbon yang kecil atau bahkan tidak menghasilkan emisi karbon sama sekali. Penggunaan teknologi juga dapat berpengaruh pada jumlah karbon yang dihasilkan sehingga diperlukan teknologi yang lebih maju untuk mendukung adanya rencana Net Zero Emission, seperti Waste Stabilization Ponds (WSP) dan Sediment Microbial Fuel Cell (SMFCs). 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.