Dark/Light Mode

Potensi Limbah Jerami Jagung sebagai Adsorben Logam Berat di Perairan Gumuk Pasir Parangtritis untuk Mewujudkan Pengelolaan Limbah Berkelanjutan

Jumat, 6 Januari 2023 13:52 WIB
Timbunan Limbah Jerami Jagung yang Sudah Dibakar di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul
Timbunan Limbah Jerami Jagung yang Sudah Dibakar di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul

Indonesia merupakan negara tropis dengan tanah yang subur sehingga berbagai jenis sumber daya alam dapat tumbuh dengan baik di seluruh wilayahnya. 

Salah satu sumber daya alam yang telah dieksplorasi secara massal adalah jagung. Persebaran tanaman jagung hampir ke seluruh wilayah Indonesia dengan luas lahan pertanian jagung mencapai 5.734.326 hektare (Kementerian Pertanian, 2018). 

Pada tahun 2018, Indonesia merupakan negara dengan total produksi jagung terbesar keenam di dunia sebanyak 30.253.938 ton (FAO, 2018). 

Pada tahun 2017, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas panen jagung sebesar 3.283 hektare (BPS Kabupaten Bantul, 2017). 

Dari melimpahnya produksi jagung di Kabupaten Bantul ini ditemukan sebuah permasalahan, yaitu limbah jerami jagung yang belum dimanfaatkan secara optimal. Jerami jagung mengandung protein 5,56%, serat kasar 33,58%, lemak kasar 1,25%, abu 7,28%, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 52,32% (BPTP Sumatera Barat, 2011). 

Kandungan protein yang rendah dan tingginya kandungan serat kasar merupakan permasalahan utama penggunaan limbah jerami jagung sebagai pakan ternak. Hal ini menyebabkan jerami jagung berakhir menjadi limbah yang dapat menimbulkan permasalahan lingkungan.


Dari total produksi jagung akan dihasilan kira-kira 86,62 ton/ha/tahun limbah jerami jagung (Suyitman dan Siti, 2012). Semakin melimpahnya produksi jagung, limbah jerami jagung yang dihasilkan juga akan semakin melimpah. 

Baca juga : Lippo Sediakan Fasilitas Pengolahan Limbah Air Bekas Pakai

Pembuangan jerami jagung dalam jumlah besar tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan akan menimbulkan dampak negatif dan membahayakan lingkungan. Salah satu cara untuk mengatasi masalah lingkungan ini adalah dengan penemuan sebuah inovasi pemanfaatan limbah jerami jagung.

Jerami jagung mengandung 40,67% selulosa, 31,10% hemiselulosa, dan 11,70% lignin (Chen dkk., 2010). Selulosa merupakan biopolimer yang memiliki banyak gugus hidroksil yang dapat dimodifikasi secara kimia untuk membentuk komponen baru dengan sifat yang berbeda (Navarro dkk., 1996). 

Pada inovasi ini, selulosa pada limbah jerami jagung akan dimodifikasi menjadi adsorben logam berat pada perairan. Logam berat merupakan polutan yang memiliki toksisitas tinggi yang dapat masuk ke perairan secara alami melalui pelapukan, erosi batuan, limbah industri, dan aktivitas pertanian (Anantharaj dkk., 2013). 

Gumuk Pasir Parangtritis merupakan sebuah tempat berbentuk gundukan-gundukan pasir seperti bukit yang berada di Kabupaten Bantul, DIY. Air permukaan di Gumuk Pasir Parangtritis mengandung konsentrasi logam berat Pb sebesar >0,4 mg/l – 0,086 mg/l, Cu sebesar >0,5 mg/l – 1,075 mg/l., dan Cd sebesar 0,001 mg/l – 0,090 mg/l (Hadi, 2019). 

Dilihat dari besarnya kandungan logam berat pada perairan di Gumuk Pasir Parangtritis, perlu ditemukan sebuah bahan yang dapat berfungsi sebagai adsorben logam berat. Salah satu bahan yang berpotensi dijadikan adsorben adalah limbah jerami jagung karena kandungan selulosanya yang cukup besar. 

Dengan begitu, pembuatan adsorben logam berat dari limbah jerami jagung akan mengatasi dua masalah lingkungan sekaligus, yaitu limbah jerami jagung dan kontaminasi logam berat pada perairan.

Salah satu cara pembuatan adsorben dari selulosa adalah melalui alkaline treatment dengan xanthation. Gugus xantat dipilih karena adanya atom sulfur yang memiliki afinitas tinggi terhadap logam berat dan metal sulfur complex sangat stabil di medium basa atau ketika konsentrasi OH- tinggi (Homagai, 2010). 

Pada penelitian yang dilakukan oleh Homagai (2010), digunakan bahan baku berupa tebu. Namun, bahan baku tersebut dapat diubah menjadi limbah jerami jagung karena keduanya memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Menurut Homagai (2010), tahapan pembuatan adsorben dari selulosa dengan cara xanthation adalah sebagai berikut.


Baca juga : RI Berhak Batasi Perdagangan Demi Kepentingan Masyarakat Dan Keberlanjutan

Pengeringan menggunakan oven dilakukan pada suhu 70 oC selama 24 jam. Grinding dilakukan menggunakan electric grinder hingga berbentuk bubuk dan diayak hingga ukurannya seragam. Sebanyak 200 ml H2SO4 ditambahkan ke 100 gram bubuk. Campuran diaduk selama 30 menit dan didiamkan semalaman. 

Hal ini dilakukan karena keadaan asam merupakan keadaan yang cocok untuk membuka cincin sehingga dapat membentuk rantai polimer yang lebih panjang (Morrison dan Boyd, 1994). Kemudian dilakukan pencucian dengan deionized water untuk membersihkan sisa asam hingga pH netral dan dikeringkan. 

Material yang dihasilkan di tahap ini disebut charred corn stover. Sebanyak 25 gram charred corn stover ditambahkan ke 200 ml larutan NaOH 4 M dan dikocok selama 1 jam. Sebanyak 25 ml CS2 ditambahkan dan diaduk selama 3 jam kemudian didiamkan semalaman.  Charred corn stover yang telah diproses lebih lanjut ini disaring dan dicuci berulang-ulang hingga pH netral. Material yang dihasilkan disebut charred xanthated corn stover.

Dari penelitian Wang dkk. (2016), diperoleh nilai kapasitas adsorpsi dari adsorben yang terbuat dari jerami jagung adalah sebagai berikut.

Dengan metode modifikasi xanthation, akan diperoleh nilai kapasitas adsorpsi yang lebih besar. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan kapasitas adsorpsi dari adsorben yang terbuat dari tebu melalui metode xanthation, metode modifikasi dengan (CH2CO)2O, dan metode modifikasi dengan C10H12N2O6.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai kapasitas adsorpsi yang dimodifikasi dengan metode xanthation memiliki nilai yang paling besar. Dengan begitu, nilai kapasitas adsorpsi dari adsorben yang terbuat dari limbah jerami jagung menggunakan metode xanthation akan lebih besar dari nilai yang ada pada Tabel 1.

Adsorben logam berat dari limbah jerami jagung dapat digunakan untuk mengurangi kandungan logam berat di perairan Gumuk Pasir Parangtritis. Dengan begitu, permasalahan tingginya kandungan logam berat dapat diatasi. Adsorpsi logam berat di perairan ini perlu dilakukan karena logam berat bersifat beracun sehingga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif apabila masyarakat terpapar. 

Pemanfaatan limbah jerami jagung sebagai adsorben logam berat dapat mengatasi dua permasalahan lingkungan sekaligus, yaitu melimpahnya limbah jerami jagung dan tingginya kandungan logam berat di perairan.

Baca juga : Penting, Pengarusutamaan Keanekaragaman Hayati untuk Pembangunan Berkelanjutan

Tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan pengelolaan limbah berkelanjutan berupa pembuatan adsorben logam berat dari limbah jerami jagung adalah peningkatan pengembangan industri dan peralatan produksi. 

Melihat besarnya potensi dari pemanfaatan limbah jerami jagung, diperlukan upaya yang mampu mendorong investor untuk membantu permasalahan finansial terkait pemanfaatan limbah jerami jagung sebagai adsorben logam berat.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama beberapa waktu terakhir, pemanfaatan limbah jerami jagung sebagai adsorben logam berat menunjukkan hasil yang positif untuk dikembangkan secara optimal. 

Pemerintah mengupayakan pemaksimalan pengelolaan limbah berkelanjutan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Walaupun tidak disebutkan secara spesifik di dalam regulasi tersebut, pemanfaatan limbah jerami jagung sebagai adsorben logam berat di perairan termasuk salah satu upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara dengan pengelolaan limbah berkelanjutan. 

Selain itu, pengelolaan limbah berkelanjutan ini juga merupakan upaya untuk mewujudkan salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu responsible consumption and production.

Pemanfaatan limbah limbah jerami jagung sebagai adsorben limbah logam berat di perairan sangat diperlukan sebagai upaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah berkelanjutan. 

Diharapkan adanya penelitian terbarukan tentang limbah jerami jagung agar menghasilkan adsorben logam berat dengan kapasitas adsorpsi yang lebih baik. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan stakeholder sangat diperlukan terkait upaya perwujudan Indonesia sebagai negara dengan pengelolaan limbah berkelanjutan dan mampu menjadi yang terdepan dalam penerapannya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.