Dark/Light Mode

Pasar Keuangan Syariah Masih Tertinggal

Bos BI Tak Patah Arang

Kamis, 13 Desember 2018 11:24 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo memukul gong, membuka Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2018 di Surabaya, Rabu (12/12). (Foto: Twitter @bank_indonesia)
Gubernur BI Perry Warjiyo memukul gong, membuka Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2018 di Surabaya, Rabu (12/12). (Foto: Twitter @bank_indonesia)

RM.id  Rakyat Merdeka - Meski memiliki jumlah penduduk muslim terbesar, Indonesia masih tertinggal di sektor ekonomi keuangan syariah. Saat ini, pangsa pasar (market share) keuangan syariah 8 persen dan perbankan syariah di 5,9 persen. Namun, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengaku tak patah arang alias menyerah dalam mengembangkan keuangan ekonomi syariah di Tanah Air. Bahkan, dia optimis market share keuangan ekonomi syariah akan naik signifikan pada 2023. Pada tahun itu, market share-nya diproyeksi sudah 20 persen. Angka tersebut naik signifikan dibanding saat ini, yang hanya 8 persen.

“Dulu, market share mentok di 5 persen. Tapi, dengan berbagai pengembangan ekonomi syariah di luar perbankan dengan penerbitan sukuk dan lain-lain, bisa mulai menyentuh 8 persen tahun ini,” ujar Perry saat membuka Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2018 di Surabaya, Kamis (13/12). Target market share 20 persen itu, kata dia, sudah meliputi pembiayaan, perbankan, keterlibatan instrumen pasar modal, dan aspek sosial produktif seperti wakaf dan zakat.

Diakuinya, ekonomi syariah Tanah Air masih tertinggal dari negara lain. Termasuk dari negara non muslim. Ini bisa dilihat dari fakta, bahwa Indonesia belum swasembada terhadap produk halal dan masih menjadi target pasar dari negara lain. “Tak usah bandingkan dengan negara muslim lain. Kita sudah kalah dari Australia, yang jadi pengekspor terbesar daging sapi dunia. Kita kalah dari Thailand, bahkan kita impor bumbu halal dari sana. Kita juga kalah dari China karena impor pakaian halal dari China. Masa iya, hijab dan baju koko juga harus dari China,” kelakar Perry. BI, lanjutnya, konsisten untuk mengembangkan keuangan ekonomi syariah di Indonesia. Ke depan, Indonesia didorong tidak hanya jadi pemakai produk ekonomi syariah, tapi juga harus produksi sendiri.

Baca juga : YLKI Desak Pemerintah Sahkan RPP Belanja Online

Terkait hal itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta kepada para otoritas keuangan, untuk tidak hanya fokus peningkatan penyaluran pembiayaan dalam meningkatkan ekonomi syariah di Indonesia. Tetapi juga harus mengembangkan sektor riilnya. Saat ini peluang itu sudah ada, di mana pembiayaan syariah mulai meningkat. Dari beberapa tahun sebelumnya hanya berada di kisaran 5 persen, kini sudah mencapai 5,9 persen.

“Perbankan (syariah) kita sebenarnya cukup siap membuka dan kembangkan pembiayaan syariah. Yang justru lebih lambat berkembangnya adalah sektor riilnya syariah itu sendiri,” kata Darmin. Sebenarnya, kata dia, modal pengembangan sektor riil syariah sudah ada. Yaitu, fasilitas infrastruktur yang sudah dibangun besar-besaran oleh pemerintah. Hal itu tak hanya meningkatkan efisiensi logistik, tetapi juga meningkatkan daya saing produk-produk halal asal Indonesia itu sendiri.

Mantan Gubernur BI itu berharap, ekonomi pesantren juga terus ditingkatkan. Karena, ekonomi pesantren ini menjadi satu pendorong baru dalam peningkatan pasar dan produk syariah itu sendiri. “Jadi jangan diselesaikan dari sudut perbankan atau pembiayaan syariah saja. Kita juga harus bisa mendorong berbagai kegiatan. Membuka restoran halal, misalnya. Hal-hal seperti ini harus dibangun,” imbau Darmin.

Baca juga : Pria Rusia Dilarang Masuk, Ukraina Darurat Perang

Dalam pengembangan pasar keuangan syariah, BI bakal menempuh jalan dengan menerbitkan sukuk syariah, yang berbeda dengan yang diterbitkan oleh pemerintah guna membiayai proyek infastruktur. Sukuk BI ini ditujukan untuk memperluas pendalaman pasar keuangan, serta pembiayaan berbasis syariah.

Perry menuturkan, instrumen ini bertujuan menambah alternatif instrumen pasar uang syariah, yang dapat menjadi solusi jangka pendek kebutuhan likuiditas perbankan. Instrumen sukuk tersebut akan melengkapi instrumen moneter syariah BI yang saat ini sudah ada, seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS), reverse repo syariah dan repo Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

“Sukuk BI sekarang sudah dalam proses harmonisasi. Begitu selesai harmonisasi, akan berlaku,” ujarnya. Diterbitkannya instrumen-instrumen baru seperti ini, kata Perry, akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.