Dark/Light Mode

Pendiri: KBN Sekarang Hobi Berkonflik

Kamis, 4 Juli 2019 16:51 WIB
Ilustrasi pelabuhan
Ilustrasi pelabuhan

RM.id  Rakyat Merdeka - Polemik Pelabuhan Marunda antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) versus PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) membuat miris salah satu pendiri KBN, Yustian Ismail. Menurut Yustian, langkah yang diambil KBN saat ini sudah menyimpang jauh dari semangat awal pendiriannya. Perusahaan ini dinilainya kurang fokus pada bisnis inti. Yang ada, malah larut dalam ambisi Direktur Utamanya saat ini, Sattar Taba.

Yustian membeberkan situasi yang terjadi karena langkah keliru KBN. “Lihat itu jumlah penyewa yang ada di kawasan berikat saat ini. Sudah lebih dari 60 perusahaan yang hengkang," ujarnya lewat siaran pers, Kamis (4/7).

Baca juga : Sabam Sirait: Jokowi Negarawan yang Bisa Persatukan Indonesia

Kebijakan KBN yang kerap berubah-ubah membuat para penyewa tidak nyaman dan memilih hengkang dari kawasan itu. "Ada tenant lama yang bercerita kepada saya bahwa mereka tidak mau lagi berinvestasi atau membuka gudang di sana karena kebijakan yang terus berubah,” bebernya.

Labilnya KBN dalam mengeluarkan kebijakan ini dinilai Yustian terjadi lantaran KBN terlalu sibuk berkonflik. KBN jadi melupakan kewajiban dan tanggung jawab mereka sebagai pengelola kawasan. Infrastrukturnya terbengkalai. "Jalanan saja tidak diperbaiki," imbuh Yustian.

Baca juga : Hadiri KTT ASEAN, Jokowi Terbang Ke Bangkok

Hobi berkonflik KBN itu juga sudah menelan dana di luar batas kewajaran. Sejak Sattar menjadi direktur utama, sudah sekitar Rp 225 miliar rupiah uang perusahaan dikeluarkan untuk biaya hukum. Angka itu tidak berbanding lurus dengan pemasukan KBN per tahunnya.

Yustian mencontohkan salah satu konflik KBN. Yakni, dengan BPJS Ketenagakerjaan dalam pembangunan rumah sakit pekerja di KBN. Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit investigatifnya menemukan adanya wanprestasi yang dilakukan KBN terhadap BPJS Ketenagakerjaan selaku mitra. KBN menabrak perjanjian kerja sama, dengan secara sepihak mengambil alih rumah sakit itu dari tangan BPJS Ketenagakerjaan yang saat itu bernama Jamsostek.

Baca juga : Peringkat Daya Saing Indonesia Meroket

"Selain melanggar perjanjian kerja sama, PT KBN juga telah melanggar surat pernyataan yang dibuatnya sendiri, yakni berjanji akan mengembalikan dana BPJS Ketenagakerjaan dengan cara mencicil mulai Oktober 2015, namun tidak direalisasikan,” beber Yustian membacakan salah satu isi laporan hasil audit BPK tersebut.

Masalah itu berlarut-larut hingga 2018 dengan adanya surat kesepakatan pembatalan perjanjian kerja sama. Yustian pun menilai, satu-satunya solusi untuk menyelamatkan KBN adalah dengan mengganti Sattar Taba. "Direktur Keuangan dan Direktur Operasional sudah takut, tidak mau ikut bekerja sama,” tandasnya. Wartawan mencoba mengonfirmasi kuasa hukum KBN, Hamdan Zoelva. Namun eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu tidak merespon. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.