Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Pajak Ekspor CPO Dikeluhkan

Petani Sawit Kirim Surat Ke Jokowi, Minta Aturan DMO Dan DPO Dicabut

Kamis, 30 Juni 2022 14:06 WIB
Ilustrasi petani sawit (Foto: Istimewa)
Ilustrasi petani sawit (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) melayangkan surat kepada Presiden Jokowi. Menyusul anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit.

Dalam isi suratnya, Ketua Umum APPKSI MA Muhamadyah mengungkap, harga TBS sawit petani terjun bebas setelah Jokowi mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada 23 Mei lalu.

Sebagai contoh, untuk periode II Januari 2022, harga TBS sawit umur 3 tahun Rp 2.471,25 per kg dan untuk sawit umur 25 tahun Rp 2.953,19 per kg. 

Tapi, saat ini harganya nyusruk. Per 26 Juni 2022, harga TBS di 10 provinsi wilayah anggota SPKS melorot hingga di bawah Rp 1.000 per kg. Di kisaran Rp 500 - Rp 1.070 per kg. 

Baca juga : Keran Ekspor CPO Dibuka, Potensi IPO Perusahaan Sawit Kian Besar

"Ini akibat efek domino pelarangan ekspor CPO dan turunannya pada 28 April-22 Mei 2022," kata Muhamadyah, Kamis (30/6).

Akibat anjloknya harga TBS, petani sawit dilaporkan mengalami kerugian sekitar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta per hektar per bulan. Bahkan, kerugian petani sawit swadaya seluruh Indonesia dalam periode April-Juni ditaksir mencapai Rp 50 triliun.

Muhamadyah menjelaskan, jatuhnya harga TBS yang berdampak pada tingkat kesejahteraan petani sawit, merupakan imbas kebijakan pemerintah yang cenderung inkonsisten.

Misalnya, peraturan tentang domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Aturan yang gagal menjadi solusi itu malah diberlakukan kembali, pasca pencabutan pelarangan ekspor Presiden Jokowi.

Baca juga : Wajib Pajak Nakal Dikirim Surat Cinta Agar Bertobat

"Hal ini menyebabkan penumpukan CPO, yang mencapai jutaan ton di berbagai pabrik kelapa sawit (PKS), yang belum bisa terjual. Kebijakan DMO dan DPO malah mempersulit ekspor CPO," paparnya.

Jatuhnya harga TBS petani sawit, juga dipicu oleh tingginya pajak pungutan ekspor CPO. Total pajak ekspor dan levy yang dibayarkan pelaku usaha sawit, mencapai 575 dolar AS (Rp 8,57 juta) per ton CPO yang diekspor.

Beban yang besar ini pada akhirnya ditanggung petani sawit. Karena harga TBS tidak akan pernah bisa pararel, dengan harga CPO di pasar internasional.

"Dalam sejarah, mungkin sawit satu-satunya komoditas yang dipaksa untuk menanggung beban pungutan, hingga setengah harga barangnya, yang ujung-ujungnya dibebankan ke petani,” beber Muhamadyah.

Baca juga : Pandemi Melandai, Jokowi Minta Aktivitas Seni Dan Budaya Kembali Bangkit

Tak cuma pusing memikirkan anjloknya harga, petani sawit juga dihadapkan pada persoalan sulitnya ekspor CPO untuk masuk ke pabrik, sebagai imbas penerapan DMO dan DPO. Mereka harus mengantre 2-3 hari, karena beberapa pabrik masih menerapkan pembatasan pembelian TBS untuk petani swadaya.

"Kami APPKSI, mendesak dan meminta Presiden Jokowi untuk turun tangan. Agar bisa mengembalikan harga TBS pada harga kewajaran, sesuai harga CPO dunia. Kami minta aturan DMO dan DPO dicabut, agar ekspor CPO dapat dipermudah untuk mengurangi tumpukan di tangki-tangki penimbunan CPO di PKS," papar Muhamadyah.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.