Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
- Getaran Gempa M6,5 Garut Terasa Hingga Jakarta, Trending Topics Di X
- Gempa M3,1 Sukabumi Dipicu Sesar Cugenang, Belum Ada Laporan Kerusakan Bangunan
- Gempa Kuat M6,5 Guncang Jabar Dan Sekitarnya, Masyarakat Diminta Tetap Waspada
- Malam Ini, Sukabumi Digoyang Gempa M3,1 Kedalaman 5 Km
- Media Timteng: Erick Bawa Berkah Bagi Sepak Bola Indonesia
Bank Diminta Tak Asal Terima Restrukturisasi Perusahaan Tambang
Kamis, 30 Juni 2022 18:25 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Perusahaan tambang batubara di Sumatera Selatan, PT BG, saat ini diduga tengah mengajukan restrukturisasi karena tidak mampu membayar cicilan termasuk bunga pinjamannya.
Pengamat Perbankan Deni Daruri mengingatkan, sebelum menyetujui permintaan restrukturisasi itu, bank harus melakukan uji kelayakan untuk melihat prospek usaha dari perusahaan yang mengajukannya.
Di antaranya melihat, apakah ketika restrukturisasi dilakukan akan memberikan dampak yang positif bagi perbaikan arus kas perusahaan tersebut. Atau justru sebaliknya.
Baca juga : Menperin Tebar Insentif Ke Perusahaan Jepang
"Sangat menentukan cara perbankan untuk memilah restrukturisasi seperti apa yang sebaiknya dilakukan dan restrukturisasi apa yang segera dilakukan perbaikan," ujar Deni, Kamis (30/6).
Ia pun mengungkapkan penyebab adanya perusahaan yang tidak mampu membayar bunga cicilan hingga kreditnya. Menurutnya, hal tersebut dapat terjadi jika perusahaan-perusahaan yang bermasalah tersebut tidak cermat dievaluasi oleh bank dalam menganalisa 6C yang harus dipatuhi dalam memeriksa kemampuan calon debitur.
Ia menyebut, restrukturisasi yang benar adalah restrukturisasi yang membuat perusahaan tersebut berorientasi semata-mata kepada pembayaran biaya-biaya variabelnya saja.
Baca juga : Kemenkes Segera Terbitkan Regulasi Penelitian Untuk Tanaman Ganja
Soalnya, jika perusahaan sampai berhenti beroperasi, maka akan merugikan bank yang telah memberikan pinjaman dana. Terlebih, jika bank tersebut tidak memiliki kolateral atau jaminan dari kredit yang telah mereka berikan.
Karena itu, Deni mengimbau agar semua bank di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memberikan arahan yang jelas bagi dunia perbankan terkait restrukturisasi usaha, hingga kredit yang memiliki target orientasi objektif yang jelas dan usaha tersebut harus mampu membayar biaya variabelnya.
Deni mengatakan, seharusnya pemerintah bisa belajar dari krisis perbankan tahun 1997 dan harus mampu membeli kredit macet dengan harga pasar bukan dengan harga buku.
Baca juga : Sekjen Gerindra: Adab Terima Kasih Dalam Politik Mulai Hilang
Menurutnya, langkah tersebut bisa memberikan ruang kemungkinan yang besar upaya meningkatkan recovery aset dari kredit-kredit macet yang telah direstrukturisasi.
Sebab, jika restrukturisasi terlanjur salah dilakukan, maka akan merugikan perbankan dan akan berpengaruh besar pada perekonomian Indonesia secara umum.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya