Dark/Light Mode

Begini Cara Pemerintah Bikin Harga Gas Indonesia Bisa Bersaing Di Asia Tenggara

Minggu, 14 Juli 2019 14:23 WIB
Sejak terbitnya payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) No 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan produk hukum turunannya, harga gas industri di Indonesia diklaim relatif stabil dan kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. (ILUSTRASI/IST)
Sejak terbitnya payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) No 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan produk hukum turunannya, harga gas industri di Indonesia diklaim relatif stabil dan kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. (ILUSTRASI/IST)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejak terbitnya payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) No 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan produk hukum turunannya, harga gas industri di Indonesia diklaim relatif stabil dan kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

"Kalau kita lihat lebih detail perbandingan dari titik referensi yang sama, harga hulu di Indonesia sebesar USD5,3/MMBTU, ini terbilang kompetitif," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi di Jakarta, Sabtu (14/7/2019).

Agung membandingkan harga gas di tiga negara Asia Tenggara yang memiliki perkonomian kuat. Thailand mematok harga gas di hulu sebesar USD5,5/MMBTU dan Malaysia sebesar USD4,5/MMBTU. Sementara harga gas di Singapura jauh di atas USD15/MMBTU. Bahkan kalau dibandingkan dengan China yang ekonominya kian menggeliat harga gas di hulu telah mencapai USD8/MMBTU.

Baca juga : Garuda Indonesia Jangkau Daerah Pelosok

Jika dicermati lebih lanjut, imbuh dia, harga gas di Malaysia memang lebih rendah. Namun, Agung menjelaskan, rendahnya harga gas di Malaysia ditopang dari struktur biaya pembentukan gas yang menerapkan Regulation Below Cost (RBC).

"Sistem RBC menuntut adanya penerapan subsidi sehingga membuat harga gas di Malaysia lebih murah," ungkapnya.

Sementara Thailand dan China menjalankan model indeksasi ke harga minyak. Artinya, harga gas akan mengikuti pergerakan harga minyak (gas pipa). Jika harga minyak naik, maka harga gas pun akan naik. Begitu pula sebaliknya.

Baca juga : Pernyataan Menkumham Bikin Warga Kota Tangerang Kecewa

"Skema ini mendorong tingginya tingkat fluktuasi sehingga menyebabkan ketidakstabilan harga gas," ungkap Agung.

Sedangkan Indonesia, lanjut Agung, menerapkan skema Regulation Cost of Services (RCS). Penetapan harga gas didasarkan keekonomian di setiap mata rantai. Skema ini menurutnya cocok diterapkan di Indonesia karena tidak mengikuti harga minyak dan tidak menimbulkan volatilitas.

"Ini yang membuat harga gas di Indonesia cukup stabil," jelasnya. ASI

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.