Dark/Light Mode

Muhammad Nabiil, Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

Multiusaha Kehutanan Bio-Based Circular Carbon Economy dalam Mencapai FOLU NET Sink 2030 dan NZE

Selasa, 27 Desember 2022 16:43 WIB
Circular Carbon Economy. (Foto: Stegmann et al)
Circular Carbon Economy. (Foto: Stegmann et al)

Hutan memiliki potensi berisi sumber daya alam yang sangat berlimpah. Sumber daya tersebut dapat menjadi berkelanjutan jika hutan dikelola dengan baik dan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan ekologisnya. Namun, pengelolaan hutan terdahulu cenderung memaksimalkan nilai ekonominya saja sehingga mendorong terjadinya kerusakan hutan. Hal ini membuat sektor kehutanan menjadi sektor yang cenderung dipandang sebelah mata, padahal hutan memiliki peranan penting bagi iklim dunia. 4 peran utama hutan adalah menyimpan karbon padat, menyerap karbon dioksida GRK dan mengubahnya menjadi biomassa, menghasilkan green product, dan juga sebagai sumber emisi GRK. Emisi karbon dioksida dari hutan bersumber dari pembakaran hutan, dekomposisi serasah, dan juga deforestrasi dan degradasi hutan.

Paradigma Baru Pemanfaatan Sumber Daya Hutan dengan Konsep Multiusaha Kehutanan

Tabel 1 Aspek pemanfaatan sumber daya hutan (Sumber: Pribadi)

Ruang lingkup pemanfaatan hutan terdiri dari 3 fungsi, yaitu produksi kayu, produksi HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu), dan produksi jasa lingkungan. Paradigma sekarang dan masa depan akan memandang hutan dari segi input dan diversifikasi output yang lebih luas aspeknya melalui pengelolaan secara lanskap. Keluaran dari masukan hutan terdiri dari 4 aspek yaitu, provisioning, regulating, cultural, dan supporting. Dengan memasukkan 4 aspek tersebut sebagai luaran dari hutan, nilai ekonomi riil sektor kehutanan akan lebih tinggi dibandingkan dengan hanya memanfaatkan biomassa berupa kayu saja.

Multiusaha kehutanan dapat dilakukan dalam bentuk Multiusaha Karbon, Multiusaha Agroforestri, Multiusaha Silvopastura, dan Multiusaha Kebun Energi. Jenis multiusaha yang dapat dilakukan pada agroforestri adalah agroforestri jenis kayu pertukangan dan energi dengan tanaman seperti, jagung, singkong, porang, dan sejenisnya melalui kerjasama dengan para investor. Jenis multi usaha silvopastura dapat dilakukan dengan pembiakan dan penggembalaan ternak sapi dan pemanfaatan pupuk kandang. Jenis multi usaha kebun energi dapat dilakukan dengan budidaya jenis bambu dan sorgum untuk PLTBm dan juga tanaman penghasil biomassa energi seperti Gamal (Gliricidia sepium). Jenis multi usaha karbon dapat dilakukan dengan penyerapan dan penyimpanan karbon, pemanfaatan HHBK, dan jasa lingkungan. Skema multi usaha tersebut merupakan skema yang dapat meningkatkan produktivitas lahan sekaligus pemanfaatan secara optimal.

Baca juga : Airlangga Dorong Industri Otomotif Dalam Negeri Jadi Pemain Global

Bio-Based Circular Carbon Economy dalam Mencapai Net Zero Emission

Gambar 1 Penyerapan CO2 tahunan estimasi selama periode 2022 hingga 2100 untuk 12 opsi hutan dengan asumsi 1 hektar hutan ditanam per tahun selama 25 tahun, mulai tahun 2022 (Sumber: Forest Reasearh UK 2022)

Hasil penelitian Forest Research Inggris menunjukkan untuk periode 2022 sampai 2100, besarnya estimasi total mitigasi GRK (serapan karbon) pada program membangun 1 hektar hutan jenis daun jarum yang dikelola per tahun selama 25 tahun perkiraannya akan menyerap karbon antara 161 hingga 364 ton CO2 per tahun. Laju penyerapan karbon dan perkembangannya dari waktu ke waktu bergantung pada faktor-faktor tertentu yang terkait dengan bagaimana hutan dibuat di lokasi yang berbeda dan bagaimana hutan dikelola setelah dibangun. Laju dan pola penyerapan karbon yang berbeda pada tiap tipe hutan memberikan kita opsi perencanaan untuk tujuan yang lebih luas dengan diversifikasi pengelolaan hutan (misalnya rekreasi dan kesejahteraan, keanekaragaman hayati, perlindungan air, pasokan kayu dan biomassa), di samping hanya memberikan keseluruhan manfaat karbon jangka panjang saja.

Gambar 2 Skema bio-based circular carbon economy (Sumber: Tan dan Lamers 2021)

Penangkapan karbon atmosfer melalui pertumbuhan tanaman lebih hemat energi dari pada penangkapan dan pemanfaatan karbon atmosfer melalui penangkapan udara langsung, yang mungkin membutuhkan 10–25 kali lebih banyak tenaga listrik (Tan dan Lamers, 2021). Asumsi dalam kasus ini adalah praktik produksi biomassa yang berkelanjutan, termasuk mencegah potensi efek samping merugikan dari pemanfaatan biomassa primer (yang ditumbuhkan dengan tujuan tertentu) yang tanpa memperhatikan keberlanjutan biomassa tersebut. Jika hal ini dapat diimplementasikan dengan baik, ekonomi karbon sirkular berbasis bio dapat secara berkelanjutan menghasilkan makanan, pakan, bahan kimia, bahan bakar, dan bahan untuk sejumlah besar industri. 

Baca juga : Soal Beras Dan Pangan, Mendag Zulhas Bicara Stimulus Atasi Masalahnya

FOLU Net Sink 2030 dan Hubungannya dengan Konsep Multiusaha Kehutanan

Dalam dokumen Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, masalah pendanaan menjadi masalah krusial bagi Indonesia untuk pengendalian perubahan iklim sektor lahan. Skema pendanaan pembayaran berbasis hasil (RBP-REDD+) menjadi peluang menjanjikan untuk pendanaan dalam rangka pelaksanaan FOLU Net Sink 2030. Investasi dengan tujuan pemulihan kini menjadi jasa yang bisa diperdagangkan di pasar karbon. Dengan memuliakan hutan, pemilik konsesi bisa mendapatkan kompensasi berupa perdagangan tiap unit serapan emisi karbon. Hal yang menjadi kendala terkait peminjaman modal berbasis keuangan berkelanjutan dan skema perdagangan karbon ini adalah monitoring dan evaluasi kegiatan usaha yang dilakukan suatu perusahaan di dalam hutan. Salah satu solusinya adalah dengan bekerja sama dengan para ahli dan konsultan lokal untuk mendapatkan informasi publik secara lokal melalui citra satelit, inventarisasi secara langsung, dan menilai dokumen tentang kegiatan perusahaan.

 Contoh Skema Usaha Sektor Kehutanan dalam Mencapai FOLU Net Sink 2030 dan Net Zero Emission

Gambar 3 Pola tanam multi usaha pada kawasan hutan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Usaha pemanfaatan kawasan hutan dengan skema multi usaha dapat dilakukan dengan usaha pemanfaatan kayu, hasil hutan bukan kayu, pemanfaatan air, pemanfaatan energi air, pemanfaatan jasa wisata alam, dan pemanfaatan penyimpanan dan penyerapan karbon.  Penerapan multi usaha kehutanan ini dapat dilakukan di hutan tanaman, hutan rakyat, dan juga kawasan hutan alam yang telah memiliki Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Pola tanam untuk multi usaha berbasis karbon dapat ditanam dengan pembagian, yaitu 50 persen untuk agroforestri dan tanaman pokok hutan, 30 persen untuk serapan karbon, dan 20 persen untuk biomassa energi (Gambar 3). 

Baca juga : Erick: Damri Dan PPD Dilebur, BUMN Angkutan Umum Makin Joss

Contoh model penanaman yang dapat dilakukan pada luasan lahan 1 hektar adalah 50% tanaman kehutanan dengan tujuan produksi, seperti jati dan mahoni untuk hasil hutan kayu serta akasia dan pinus untuk pulp dan kertas. Hasil hutan bukan kayu nya juga dapat dimanfaatkan sekaligus diselingi dengan penanaman agroforestri yang dapat berupa kopi, alpukat, jagung, singkong, porang, dan sejenisnya.  Selanjutnya, kita dapat menanam 20 persen tanaman untuk persediaan biomassa bahan baku energi seperti tanaman gamal (Gliricidia sepium) yang rantingnya dapat digunakan sebagai bahan baku biomassa energi dan juga daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak. Terakhir adalah penanaman tanaman yang berfungsi sebagai serapan karbon dan menyimpan karbon secara permanen dengan jumlah tanaman 30% dari luas 1 hektar tersebut. Berdasarkan skema yang telah disebutkan, kita dapat menghasilkan berbagai macam produk kehutanan hanya dalam luasan 1 hektar, yaitu produksi hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu, perdagangan karbon, penyedia bahan baku bioenergi, dan agroforestri.

Skema bisnis ini tentunya memajukan sektor kehutanan Indonesia sehingga dapat mencapai target yang telah dimandatkan oleh regulasi internasional yaitu capaian Nationally Determined Contribution (NDC) bahkan hingga mencapai Indonesia Net Zero Emission (NZE).

Daftar Pustaka

Tan, ECD., and Lamers, P. (2020). Circular bioeconomy concepts - a prespective. Front. Sustain. 2, 2–8. doi: 10.3389/frsus.2021.701509 .

The Research Agency of the Forestry Commission GOV UK. (2022). Quantifying the sustainable forestry carbon cycle: summary report. https://cdn.forestresearch.gov.uk/2022/07/QFORC_Summary_Report_rv1e_final.pdf

Powered by Froala Editor

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.