Dark/Light Mode

Momon Sucik: Monitoring Lahan Kopi Terintegrasi Monocrystaline sebagai Upaya Tingkatkan Mutu dan Cita Rasa Kopi

Selasa, 3 Januari 2023 21:49 WIB
Pertanian kopi di Jember, Jawa Timur (Foto: Dok. Pemkab Jember)
Pertanian kopi di Jember, Jawa Timur (Foto: Dok. Pemkab Jember)

Energi listrik merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat dan merupakan sumber daya yang paling ekonomis yang dapat digunakan dalam berbagai macam kegiatan. Hampir segala aktivitas manusia didukung keberadaan energi listrik. Kebutuhan akan energi listrik akan terus meningkat seiring dengan kemajuan teknologi dan bertambahnya jumlah populasi manusia. Konsumsi listrik Indonesia mencapai 1.109 kilowatt jam (kWh) per kapita pada kuartal III-2021. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), angka itu setara dengan 92,2% dari target yang ditetapkan pada 2021 sebesar 1.203 kWh per kapita. Secara tren, sejak 2015 konsumsi listrik per kapita Indonesia terus meningkat. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2017 sebesar 6,8%, sedangkan peningkatan terendah terjadi pada 2020 sebesar 0,4%.

Our World in Data mencatat 86,95% dari total produksi listrik Indonesia tahun 2020 berasal dari bahan bakar fosil. Pada tahun 2020, produksi listrik nasional yang berasal dari bahan bakar fosil tercatat mencapai 239 terawatt jam (TWh). Penggunaan energi fosil berdampak pula pada persoalan lingkungan, karena sumber pencemaran lingkungan yang menimbulkan efek rumah kaca yang pada akhirnya menyumbang pada peningkatan pemanasan global (global warming). Pengembangan sumber energi lain (alternatif) sangat dibutuhkan untuk menambah ketersediaan energi listrik. Energi matahari memiliki potensi yang baik sebagai energi alternatif jika dimanfaatkan secara optimal (Adityawan, 2010). Salah satu sumber energi alternatif yang telah dikembangkan adalah panel surya.

Panel surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Panel surya atau juga sering disebut fotovoltaik merupakan suatu alat yang mampu mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi listrik. Panel surya dapat di implementasikan  pada bidang pertanian komoditas kopi, karena penerapan teknologi pada bidang pertanian di Indonesia masih sangat kurang.

Baca juga : Kemenaker Dorong Lembaga K3 Tingkatkan Mutu Pelayanan

Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan yang diperdagangkan secara luas di dunia, dikarenakan produksinya yang besar.  Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kopi di Indonesia mencapai 774,6 ribu ton pada 2021. Nilai tersebut naik 2,75% dari tahun sebelumnya yang sebesar 753,9 ribu ton. Kopi juga merupakan komoditas di sektor pertanian yang sering dikonsumsi masyarakat. Menurut data International Coffee Organization (ICO), konsumsi kopi di Indonesia pada periode 2020/2021 mencapai 5 juta kantong berukuran 60 kilogram. Pada periode sebelumnya Konsumsi kopi di Indonesia hanya sebesar 4,81 juta kantong berukuran 60 kg, hal tersebut dapat diketahui bahwa telah mengalami peningkatan konsumsi kopi sebesar 4,04%. Konsumsi kopi di Indonesia pada 2020/2021 juga menjadi yang tertinggi dalam dekade terakhir. Hal ini menjadikan indonesia mendapatkan peringkat  konsumsi kopi terbesar di dunia dengan urutan kelima setelah Jepang, yang konsumsinya mencapai 7,39 juta kantong berukuran 60 kg.

Konsumsi kopi di masyarakat yang tinggi dikarenakan kopi memiliki cita rasa yang khas. Cita rasa dan mutu kualitas kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu lingkungan di sekitar lahan. Iklim dan Kondisi lahan sangat berpengaruh terhadap mutu, cita rasa, pertumbuhan, serta produksi kopi. Kondisi lahan yang berpengaruh terhadap mutu dan citarasa kopi adalah ketinggian tempat dan tanah, sedangkan faktor iklim yaitu curah hujan, radiasi matahari, suhu udara dan kelembaban udara. 

Pada penelitian ini penulis akan menawarkan sebuah solusi yaitu alat monitoring lahan perkebunan kopi. Alat dirancang dengan memanfaatkan panel surya sebagai sumber energi alternatif pada alat monitoring dengan multi-sensor yaitu sensor suhu udara, kelembaban udara, suhu tanah, kelembaban tanah, intensitas cahaya, dan NodeMCU ESP32 sebagai mikrokontroler dari sensor-sensor tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui bagaimana cara merancang dan bagaimana pengujian kinerja dari alat Momon Sucik. Adanya alat monitoring ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pemanfaatan energi alternatif serta membantu para petani kopi dalam memonitoring lahan perkebunan secara real time dengan menggunakan aplikasi Cloud Blynk dan website Thinger.io

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Waktu penelitian dimulai pada November-Desember 2022. Alat dan bahan yang digunakan dalam perancangan dan pembuatan Momon Sucik yaitu panel surya berfungsi sebagai sumber alternatif dengan mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik, NodeMCU ESP32 berfungsi sebagai mikrokontroler, sensor DHT-11 berfungsi sebagai pendeteksi suhu dan kelembaban udara, sensor LDR (Light Dependent Resistor) berfungsi sebagai pengukur intensitas cahaya, sensor YL-69 berfungsi sebagai pengukur kelembaban tanah, sensor DS18B20 berfungsi sebagai pengukur suhu tanah, modul TP4056 berfungsi untuk menyalurkan energi dari panel surya, serta baterai yang berfungsi untuk menyimpan energi yang dihasilkan oleh panel surya dan sebagai sumber energi mikrokontroler.

Baca juga : BNPT Tingkatkan Sinergi Lindungi Dan Dukung Korban Terorisme

Metode yang digunakan dalam proses pembuatan alat Momon Sucik ini yaitu, perancangan flowchart alat, perancangan desain, perancangan hardware serta perancangan software alat. Berikut merupakan flowchart dari alat yang di rancang:

Panel surya akan mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Energi tersebut akan disimpan kedalam baterai, kemudian energi yang disimpan digunakan untuk menghidupkan mikrokontroler. Ketika alat diaktifkan maka sensor DHT-11, sensor DS18B20, sensor YL-69, dan sensor LDR akan mendeteksi suhu udara, kelembaban udara, suhu tanah, kelembaban tanah dan intensitas cahaya di sekitar lahan pertanian bawang merah. Apabila suhu udara kurang dari 18 derajat atau lebih dari 21 derajat, maka akan mengirimkan notifikasi peringatan. Apabila kelembaban kurang dari 60% atau lebih dari 70%, maka akan mengirimkan notifikasi peringatan. Apabila suhu tanah kurang dari 21 derajat atau lebih dari 21 derajat, maka akan mengirimkan notifikasi peringatan. Apabila kelembaban tanah kurang dari 80% atau lebih dari 82%, maka akan mengirimkan notifikasi peringatan. Apabila intensitas cahaya kurang dari 60% atau lebih dari 80%, maka akan mengirimkan notifikasi berupa peringatan pada aplikasi Cloud Blynk. Semua data hasil pembacaan sensor- sensor akan ditampilkan pada aplikasi Cloud Blynk dan website Thinger.io, data-data tersebut dapat dijadikan bahan evaluasi oleh para petani kopi.

Rancangan desain dan hasil rancangan alat Momon Sucik dapat dilihat pada di bawah ini :

Baca juga : Torehan Kinerja 2021 Moncer, Jasa Raharja Targetkan Pertumbuhan Signifikan Tahun Ini

Rancangan DesainHasil Rancangan

Hasil perancangan dari  Momon Sucik yaitu pemasangan panel surya diletakkan pada atap Momon Sucik agar mendapatkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal, sensor DHT-11 dan saklar diletakkan pada bagian samping box elektronik, sensor LDR diletakkan pada bagian atap agar dapat mengukur intensitas cahaya matahari secara maksimal, kemudian sensor YL-69 dan sensor DS18B20 diletakkan pada bagian bawah penyangga, sehingga dapat berkontak langsung pada tanah. 

Tampilan hasil monitoring pada lahan perkebunan kopi dapat dilihat pada gambar berikut:

Cloud BlynkThinger.io

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.