Dark/Light Mode

Krisis Global Bikin Ekspor Melambat

Awas, Badai PHK Berlanjut

Minggu, 19 Februari 2023 06:45 WIB
Menko Per­ekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Antara).
Menko Per­ekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Antara).

RM.id  Rakyat Merdeka - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 menjadi salah satu yang terbaik di antara negara-negara G-20. Meski demikian, semua pihak kudu mewaspadai kemungkinan munculnya badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tahun ini.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hari­yadi Sukamdani mengatakan, banyak faktor yang memicu PHK sepanjang tahun 2022 dan kemungkinan besar masih berlanjut tahun ini.

“Salah satunya krisis global, yang menyebabkan pelambatan ekspor dari Indonesia,” kata Hariyadi kepada Rakyat Merde­ka, kemarin.

Baca juga : Gus Halim: BUM Desa Harus Selamatkan Aset Budaya Desa

Untuk diketahui, jumlah PHK tercatat cukup tinggi pada 2022. Jumlahnya hampir mencapai 1 juta orang, atau tepatnya 998.882 orang di Periode Januari-Desem­ber 2022.

Jumlah tersebut berdasarkan data dari klaim Jaminan Hari Tua (JHT) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketena­gakerjaan per Desember 2022.

Hariyadi mengatakan, resesi global yang terjadi sejak 2022 cu­kup besar pengaruhnya terhadap perdagangan luar negeri Indone­sia. Kondisi tersebut membuat permintaan ekspor produk hasil industri padat karya menurun.

Baca juga : Kasus Suap Izin Impor Baja, PMK dan Permendag Berbeda Soal Sujel

Agar bisa bertahan di tengah penjualan yang menurun, pengu­saha harus melakukan efisiensi, salah satunya dengan PHK.

“Maka dari itu, sebagian besar pekerja yang di-PHK merupakan pekerja yang perusahaannya berorientasi ekspor,” ungkap Hariyadi.

Selain kondisi global, upah minimum juga jadi faktor lain penyebab banyaknya PHK sepanjang tahun lalu.

Baca juga : Forum Bisnis Indo-Pasifik Genjot Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan

Hal tersebut dikarenakan upah minimum yang ditentukan Pe­merintah tidak bisa dipenuhi pemberi kerja. “Akhirnya mereka kembali melakukan efisien,” kata Hariyadi.

Menurutnya, meski investasi yang masuk ke Indonesia terus meningkat tiap tahun, bahkan tembus lebih dari Rp 1.200 triliun pada 2022, kondisi itu tidak bisa jadi jaminan serapan tenaga kerja juga tinggi.

“Investasi yang masuk lebih banyak padat modal. Kalau yang masuk padat modal, kualitas serapan tenaga kerjanya nggak ba­gus atau sangat sedikit dibanding padat karya,” tegas Hariyadi.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.