Dark/Light Mode

Bikin Orang Penyakitan, Stop Diskon Rokok

Rabu, 21 Agustus 2019 21:56 WIB
Sejumlah pihak berharap peraturan diskon rokok secepatnya dibatalkan. Hal itu disampaikan sejumlah pembicara dalam diskusi media bertema Ironi Diskon Rokok Di Tengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia di Jakarta, Selasa (20/8). (Foto: JAR/Rakyat Merdeka)
Sejumlah pihak berharap peraturan diskon rokok secepatnya dibatalkan. Hal itu disampaikan sejumlah pembicara dalam diskusi media bertema Ironi Diskon Rokok Di Tengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia di Jakarta, Selasa (20/8). (Foto: JAR/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka -
Pemerintah kembali diingatkan agar membatalkan aturan tentang diskon rokok. Jika rokok diberikan diskon maka akan banyak orang yang membeli rokok, kondisi ini berpotensi lahirkan masalah.

Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan menilai, diskon harga rokok nantinya akan bertentangan dengan upaya Presiden Jokowi meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).  Dengan banyaknya perokok maka akan menambah banyak SDM yang menderita berbagai penyakit akibat dampak buruk dari rokok. 

Penyakit yang ditimbulkan memang tidak langsung diderita umumnya beberapa tahun kemudian. Jika kondisi ini didiamkan akan banyak generasi muda yang penyakitan. "Jadi kita yakin lah ya bahwa Pak Jokowi itu seorang negarawan yang berpikir juga untuk jangka panjang, karena inikan investasi pembangunan sumber daya manusia. Karena  pembangunan sumber daya manusia itu ada dua ya pendidikan dan juga kesehatan," ujar Abdillah dalam diskusi di Jakarta, Selasa (20/8).

Dia mengatakan, yang perlu diingat bagi pembuat kebijakan bahwa pembangunan sumber daya manusia itu adalah investasi jangka panjang. Yang mana hasil dari investasi itu tidak bisa instan dinikmati dalam waktu dekat.

Baca juga : Begini Cara Telkomsel Dukung Gerakan 1.000 Startup Digital

"Hari ini harga rokok dinaikin hari ini iklan rokok dilarang bukan berarti masyarakat sehat lalu perokok menurun drastis. Tapi jangka panjang 10 tahun kedepan atau 15 tahun ke depan mungkin baru terasa nanti masyarakat yang berusia produktif tumbuh sehat," terangnya.

Dia menegaskan, jika peredaran rokok di kalani anak ataupun pemuda tidak dibatasi akan berdampak buruk bagi masa depan. Sekarang menurut dia sudah mulai  dirasakan oleh banyak orang. 

Oleh sebab itu diskon rokok harus ditolak demi kesehatan SDM di masa yang akan datang. Kalau tidak dilakukan dari sekarang nanti banyak masyarakat muda yang menderita sakit akibat rokok.
"Generasi muda baru bekerja lalu sudah sakit-sakitan itu karena masa kecilnya sudah terpapar oleh rokok ada yang merokok atau jadi perokok perokok pasif. Jadi bukan bonus demografi tetapi petaka demografi," cetusnya.

"Mencegah lebih baik daripada mengobati saya paham orang yang tidak merokok itu juga bisa sakit tapi orang yang merokok Itu bisa lebih banyak yang sakit," tambahnya.

Baca juga : Bikin Momen Romantis Bareng Pasangan di Jakarta? Bisa Kok!

Dia mengatakan, dengan dicegahnya diskon rokon maka harga bisa dinaikkan. naiknya harga agar orang tidak beli rokok itu dianggap bagus untuk mencegah meningkatnya jumlah perokok. "Ya uangnya para perokok itu nanti oleh mereka bisa untuk anaknya atau istri di rumah pemerintah jangan subsidi lagi industri yang sudah kaya ini," terangnya.

Ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Saat PMK Nomor 146/2017 direvisi menjadi PMK 156/2018, ketentuan mengenai diskon rokok tidak diubah. 

Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai. Artinya, konsumen mendapatkan keringanan harga sampai 15 persen dari tarif yang tertera dalam banderol. Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai.

Presiden harus segera memerintahkan Kementerian Keuangan segera menghapus kebijakan diskon rokok. Jika tidak, Indonesia tidak akan bisa menikmati bonus demografi.

Baca juga : Ki Manteb Wayangan Di Istana, Jokowi Disamakan Kresna

Pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Muhammad Joni berpendapat kebijakan diskon rokok juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang melarang potongan harga produk tembakau. Selain itu, kebijakan diskon rokok pun bertolak belakang dengan Visi Presiden Jokowi yakni Indonesia Maju yang fokus membangun sumber daya manusia handal. 

“Adanya benturan kebijakan menandakan pemerintah belum bersungguh-sungguh dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul. Pemerintah terkesan hanya memikirkan soal penerimaan negara yang sebesar-besarnya dari industri hasil tembakau tanpa memikirkan kelangsungan masa depan penerus bangsa,” tegas Joni.

Pegiat Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) yang juga Koordinator Solidaritas Advokasi Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA) Tubagus Haryo Karbyanto menjelaskan kesalahan besar regulator yakni melegalkan penjualan harga rokok di bawah harga banderol yang tertera dalam pita cukai.  Selain itu, jika kebijakan rokok tidak segera dihapus, angka perokok khususnya remaja akan terus bertambah. [JAR]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.