Dark/Light Mode

Industri AMDK Didorong Gunakan Kemasan Daur Ulang

Jumat, 16 Juni 2023 15:04 WIB
Kasubdit Tata Laksana Produsen KLHK Ujang Solihin Sidik (Foto: Istimewa)
Kasubdit Tata Laksana Produsen KLHK Ujang Solihin Sidik (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Klaim beberapa produsen air minum dalam kemasan (AMDK) mengenai ekonomi sirkular belumlah terbukti jika produknya belum menggunakan plastik hasil daur ulang (rPET). Hal itu disebabkan konsep sirkular ekonomi terbaik adalah model close loop, yaitu menjadikan hasil plastik daur ulang kembali sebagai bahan untuk kemasan.

Demikian salah satu topik yang diangkat dalam webinar bertema “Akuntabilitas Program Pengelolaan Sampah Plastik Produsen” yang diselenggarakan Aliansi Profesi Jurnalis Indonesia (APJI), Kamis (15/6). Hadir sebagai narasumber di acara ini Kasubdit Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik (Uso), Kepala Klaster Kajian Pembangunan Berkelanjutan Daya Makara Universitas Indonesia (DMUI) Bisuk Abraham Sisungkunon, Guru Besar Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro Mochamad Arief Budihardjo, Juru Kampanye Urban Greenpeace Muharram Atha Rasyadi, dan Ketua Umum PRAISE yang juga Sustainability Manager Tetra Pak Indonesia Reza Andreanto.

Uso menyampaikan, daur ulang botol-botol plastik merupakan bagian penting dari sirkular ekonomi. Menurutnya, langkah ini ada arahan kebijakan atau semacam directive, namun belum secara tegas dinyatakan sebagai mandatory.

“Ke depan, kemasan-kemasan botol-botol plastik AMDK, baik yang kecil maupun ukuran besar atau galon, harus mengandung recycle content, harus mengandung bahan daur ulang,” ujarnya.

Baca juga : PSI: Proporsional Tertutup Jauhkan Rakyat Dari Wakilnya

Dia melanjutkan, di Uni Eropa, tahun depan recycle content sudah 25 persen harus mandatory. “Produk-produk yang berbasis kemasan PET tidak bisa dipasarkan di seluruh negara Eropa kalau tidak mengandung 25 persen bahan daur ulang di dalam kemasan,” terangnya.

Uso menjelaskan, dalam prinsip recycle, produsen wajib melakukan pendauran ulang produk atau kemasan produk yang mereka hasilkan melalui penarikan kembali. “Jadi, post consumer packaging itu harus ditarik lagi, dikumpulkan lagi oleh para produsen untuk kemudian masuk ke jalur daur ulang. Tentunya harus dipastikan di awal bahwa kemasan itu memang kemasan yang layak, mudah didaur ulang,” terangnya.

Dia menegaskan, ketika bicara daur ulang, yang ideal adalah model close loop (botol harus kembali ke botol) bukan open loop atau down cycle (botolnya didaur ulang menjadi produk lain). Dia menyebut, sudah ada beberapa produsen, terutama produsen yang menghasilkan produk minuman dengan wadah kemasan plastik PET, menerapkan model close loop atau recycle PET.

“Berdasarkan data kami, yang sudah bergerak ke sana itu Danone AQUA atau Danone Indonesia yang produknya bermerek AQUA. Kemudian yang sudah bergerak ke arah sana juga tapi ini baru tahap awal atau rencana dan mereka sudah bangun pabrik, yaitu Coca Cola dengan produk PET. Yang lainnya belum, baru dua itu,” tuturnya.

Baca juga : BPIP Dorong Keamanan Dan Kenyamanan Transportasi Warga DKI Jakarta

Bisuk Abraham menguatkan pernyataan Uso. Dia mengatakan, esensi sirkular ekonomi terkadang hanya terbatasi oleh yang namanya pendauran ulang. Padahal, sebetulnya sirkulasi ekonomi jauh lebih luas.

“Kita ingin menghasilkan sebuah close loop. Jadi diupayakan agar produsen itu bisa menarik lagi bekas kemasan plastiknya sehingga itu bisa masuk lagi ke dalam siklus produksi. Hal ini bisa mengurangi jumlah sampah yang akan tertumpuk di TPS itu akan menjadi lebih sedikit daripada yang sebelumnya,” ujarnya.

Sementara, Mochamad Arief Budihardjo mengatakan, suatu tantangan tersendiri bagi industri AMDK untuk menerapkan model close loop. Karena, kemasan sisanya harus kembali lagi menjadi kemasan seperti yang didesain pada awal.

“Tidak semua industri siap menerapkan konsep ini karena banyak tantangan. Karenanya, perlu mulai dipikirkan bagaimana kita bisa meng-encourage konsumen kita atau pengguna produk ini untuk mengembalikan atau untuk terlibat dalam sebuah close loop system,” ucapnya.

Baca juga : Aston Villa Datangkan Tielemans Tanpa Biaya

Atha Rasyadi menyambut baik dengan adanya dorongan kepada produsen AMDK untuk menerapkan model circular close loop. Menurutnya, sebuah produk ketika didaur ulang untuk menjadi produk yang sama akan jauh lebih baik karena tidak perlu lagi mencari atau mengambil sumber daya yang baru atau virgin.

“Memang pada praktiknya di lapangan tidak mudah. Tapi, sebenarnya model sirkuler yang ideal itu adalah ketika didaur ulang yaitu menjadi resource yang sama, itu akan bertahan menjadi satu produk yang sama,” katanya.

Sedangkan Reza Andreanto mengatakan, dalam konteks sirkular ekonomi, model close loop levelnya lebih tinggi. Tapi, untuk bisa mengarah ke model close loop, dibutuhkan proses mengingat pengendaliannya di masyarakat itu juga cukup berat. “Kalau di lapangan ini tantangan cukup besar sehingga pelaksanaannya tidak bisa diterapkan secara otomatis tapi harus bertahap,” ucapnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.