Dark/Light Mode

Cadangan Menipis, INDEF Sebut Larangan Ekspor Nikel Langkah Maju

Sabtu, 5 Oktober 2019 14:56 WIB
Pengolahan Nikel. Ilustrasi/Net
Pengolahan Nikel. Ilustrasi/Net

RM.id  Rakyat Merdeka - Langkah pemerintah untuk mempercepat larangan ekspor nikel dianggap perlu didukung.

Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, menilai larangan ekspor yang efektif berjalan per tanggal 1 Januari 2020 memang menimbulkan perdebatan. Tapi jika dikaji lebih dalam larangan ekspor nikel memang diperlukan.

Larangan ekspor nikel sebelumnya akan dilaksanakan pada tahun 2022 tapi dimajukan jadi Januari 2020. Banyak alasan yang melatarbelakanginya terutama karena cadangan nasional yang makin menipis. “Ini merupakan langkah yang maju," ujar Tauhid pada diskusi publik yang dilaksanakan di Le Meridien, Jakarta, kemarin.

Makanya meski menimbulkan pro dan kontra, pemerintah menurutnya memang sudah seharusnya mengambil kebijakan tersebut. Langkah ini dipercaya baik untuk industri masa depan.

Baca juga : Bintangi Film Horor, Cinta Laura Usaha Ekstra Hilangkan Aksen Bule

Cadangan nikel di Indonesia saat ini merupakan yang terbesar di dunia, yakni mencapai 23,7 persen dari seluruh cadangan dunia. Namun, karena minimnya temuan cadangan baru dan meningkatnya kebutuhan nikel setelah 2022, cadangan nikel Indonesia diperkirakan bakal menipis dengan cepat.

Itulah mengapa, pemerintah memajukan larangan ekspor dua tahun lebih awal untuk melindungi sisa cadangan nikel yang dimiliki Indonesia.

Dijelaskan, saat ini, cadangan terbukti nikel Indonesia sebesar 698 juta ton hanya menjamin suplai nikel untuk fasilitas pemurnian hanya selama 7,3 tahun.

Salah satu alasan cepat menipisnya cadangan nikel karena kebutuhan industri masa depan. Saat ini, tren pengembangan kendaraan listrik sedang marak di dunia.

Baca juga : Persaingan Merebut Kursi Pimpinan DPD Memanas

Berdasarkan kajian Kemenko Bidang Kemaritiman, 40 persen dari total biaya manufaktur mobil listrik adalah baterai. Baterai kendaraan listrik menggunakan tipe baterai lithium ion, dengan bahan baku katodanya adalah nikel, kobalt, lithium, mangan, dan aluminium.

Dia juga menjelaskan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintah meski larangan ekspor ini merupakan langkah yang cukup strategis.

"Namun tetap ada berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah. Seperti kepastian hukum baik pada pertambangan atau end user-nya, apakah industri itu siap ketika ada percepatan ini,” kata Tauhid.

Kasubdit Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral Kementerian ESDM, Andri Budhiman Firmanto, menjelaskan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki bahan baku nikel terbaik.

Baca juga : Mulai Januari 2020, Pemerintah Haramkan Ekspor Bijih Nikel

Kualitas nikel Indonesia dikenal terbaik di dunia untuk memproduksi baterai lithium ion yang menjadi industri masa depan. “Percepatan aturan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah ini dilakukan untuk mengejar momentum pengembangan kendaraan listrik di Indonesia,” jelasnya.

Kebijakan ini, lanjut Andri, juga memperhatikan jumlah cadangan dan jaminan pasokan bijih nikel kadar rendah. 

"Nantinya untuk persiapan percepatan industri mobil listrik yang dibutuhkan Indonesia di masa depan,” tukasnya. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.