Dark/Light Mode

Ini Saran Pengamat, Agar Zero ODOL Bisa Terwujud

Sabtu, 16 Desember 2023 00:01 WIB
Razia ODOL di Tanjung Priok, Jakarta Utara. (Foto: Khairizal Anwar/RM)
Razia ODOL di Tanjung Priok, Jakarta Utara. (Foto: Khairizal Anwar/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Majelis Profesi dan Etik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Agus Taufik Mulyono ikut andil memberikan pandangan dan saran agar kebijakan Zero Overdimension overloading (ODOL) bisa diterapkan.

Menurutnya, salah satu masalah yang harus diselesaikan pemerintah jika benar-benar ingin menerapkan Zero ODOL adalah menyelesaikan masalah status dan fungsi jalan. Menurutnya, problem klasik ini masih belum diselesaikan.

Sementara pabrik untuk komoditi ekspor, tidak ada yang berada di kota. Semua berada di desa atau kecamatan. Sehingga ketika mengangkut barang dari pabrik-pabrik menuju pelabuhan utama, truk pasti akan melewati jalanan yang statusnya berbeda-beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, hingga arteri (nasional). Melewati lingkungan primer atau jalan lokal, kolektor 3 atau jalan kabupaten, kolektor 2 atau jalan provinsi, dan kolektor 1 atau jalan arteri.

Selain fungsi dan status, kelas jalan yang dilalui truk-truk itu dari pabrik menuju pelabuhan utama juga beda. Ada jalan kelas 3, kelas 2, dan kelas 1. Sementara truk tidak mungkin menurunkan barang-barang bawaannya saat akan pindah jalan. Apalagi, saat membongkar muatannya itu, dibutuhkan terminal handling sebagai tempat untuk mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat. 

Baca juga : Indonesia Berpeluang Jadi Pemain Utama Baterai Dunia

“Nah, masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” kata Agus.

Fakta-fakta seperti inilah yang menurut Agus akhirnya membuat jalan-jalan itu, khususnya jalan yang ada di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar. 

Konsekwensi Anggaran

Salah satu solusi dari carut-marut kelas jalan itu adalah dengan menaikkan kelas jalan. 

Tapi, menurut Direktur Jenderal Bina Marga dan Cipta Karya Kementerian PUPR, Hedy Rahadian, solusi tersebut punya konsekwensi pada anggaran.

Baca juga : Bagikan Susu Dan Penyuluhan Gizi Di Yogya, ABJ: Agar Standar Gizi Anak Tercukupi

"Menaikan kelas jalan itu menimbulkan dampak kebutuhan anggaran jalan. Jadi, anggaran jalan harus dinaikan juga," ungkap  Hedy Jakarta baru-baru ini.

Katanya, akan menjadi masalah baru apabila kelas jalan ditingkatkan namun pemerintah tidak memiliki anggaran untuk merawatnya. 

"Kalau negara nggak mampu memelihara, lalu rusak, biaya logistik juga jadi tambah mahal," lanjutnya.

Ia mengarankan agar semua pihak berkepentingan duduk bersama membicarakan hal tersebut. Agar mendapatkan titik temu antara kualitas jalan dan ongkos logistik. 

Baca juga : Jesus Hanya Bisa Pasrah

"Kita bicarakan mau mempunyai jalan yang seperti apa dan bagaimana. Kita coba mendapatkan titik optimumnya, negaranya mampu dan biaya transportasinya juga tidak terlalu mahal," sarannya.

Selain itu, peningkatan kelas jalan harus didukung oleh beberapa regulasi. Mulai dari Undang-Undang Lalu Lintas sampai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub). 

"Itu dulu yang harus diubah. Tapi perubahan itu juga harus ada kajian, jangan sembarangan, apalagi kemudian nggak ada anggarannya," pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.