Dark/Light Mode

Mikroalga sebagai Alternatif “Storage” pada Teknologi Carbon Capture Storage

Selasa, 23 April 2024 09:10 WIB
Penggunaan Mikroalga pada Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). (Sumber: Istimewa).
Penggunaan Mikroalga pada Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). (Sumber: Istimewa).

Permasalahan Emisi COdi Indonesia

(Sumber: Global Energi)

Berdasarkan laporan dari tim Ilmuwan Global Carbon Project, Indonesia telah menghasilkan emisi karbon sebanyak 700 juta ton COper tahun. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah emisi karbon yang dihasilkan Indonesia mengalami puncak peningkatan sebesar 18,3% pada 2022. Kenaikan emisi karbon di Indonesia didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, terutama batu bara. Menurut Novita, Juru Kampanye Energi Trend Asia, produksi batu bara Indonesia telah memecahkan rekor pada awal Desember 2023 dengan jumlah produksi mencapai 703,14 juta ton. Angka tersebut telah melampaui target produksi batu bara sebelumnya yang hanya sebesar 694,5 juta ton. 

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah demi mengurangi emisi karbon di Indonesia, salah satunya dengan menerapkan Green Technology atau teknologi hijau. Teknologi hijau sendiri memiliki cakupan yang cukup luas, seperti sumber energi terbarukan, daur ulang, teknologi pertanian berkelanjutan, dan teknologi yang menjadi pusat perhatian akhir-akhir ini, yaitu teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).

Pengertian Teknologi Carbon Capture Storage

Menurut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Carbon Capture and Storage (CCS) merupakan salah satu pengembangan teknologi mitigasi guna mengatasi permasalahan pemanasan global dengan cara mengurangi emisi gas CO2 ke atmosfer. Teknologi ini terdiri dari beberapa rangkaian, mulai dari pemisahan dan penangkapan (capture) emisi COdari gas buang, pengangkutan COyang tertangkap menuju tempat penyimpanan, dan penyimpanan COke tempat yang aman (storage). Penangkapan CObiasanya menggunakan teknologi absorpi atau penyerapan, sementara itu, pengangkutan COdilakukan dengan menggunakan pipa pengangkut gas, sedangkan penyimpanan dilakukan ke dalam lapisan batuan di bawah permukaan bumi atau dapat pula diinjeksikan ke dalam laut dengan kedalaman tertentu (Kementerian ESDM, 2009).

Baca juga : Mahfud Tegaskan Perlu Kajian Akademik Untuk Carbon Capture Storage

Perkembangan Teknologi Carbon Capture and Storage di Indonesia

Dilansir dari situs resmi Pertamina, Indonesia adalah negara pelopor di ASEAN yang menerapkan regulasi teknologi CCS. Indonesia memiliki potensi penyimpanan COyang mencapai 400 hingga 600 gigaton. Potensi ini memungkinkan penyimpanan emisi gas COselama 322-482 tahun (Pertamina, 2023). Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Mirza Mahendra, mengatakan bahwa saat ini, telah terdapat 16 proyek CCS/CCUS yang tersebar di berbagai wilayah industri di Indonesia yang masih dalam tahap studi dan sebagian ditargetkan akan beroperasi sebelum 2030 (Kementrian ESDM, 2023). Selain itu, penerapan teknologi CCS memerlukan investasi yang besar. Saat ini, pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama dengan perusahaan ExxonMobil dimana kerja sama ini mencakup investasi sebesar 15 miliar USD dalam upaya mencapai Net Zero Emission pada 2060 (Pertamina, 2023).

Menurut hasil riset dari Badan Geologi Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi tempat penangkapan dan penyimpanan karbon sebesar 1.225 gigaton. Potensi penyimpanan karbon tersebut telah terindentifikasi tersebar di 5 cekungan di Pulau Jawa dan 8 cekungan di Pulau Sumatera (Detik Jabar, 2024). Dari berbagai pilihan penyimpanan karbon yang ada, terdapat kemungkinan untuk muncul inovasi baru dari para peneliti ataupun perusahaan untuk menciptakan alternatif penyimpanan karbon dengan cara yang lain. Salah satunya adalah dengan menggunakan tumbuhan mikroalga sebagai alternatif “storage” pada teknologi CCS. 

Peran Mikroalga dalam Penangkapan & Penyimpanan Karbon

(Sumber: Universitas Gadjah Mada)

Mikroalga merupakan tumbuhan mikroskopis bersel tunggal yang memiliki kemampuan untuk menyerap dan memfiksasi COpada proses fotosintesisnya. Proses ini terjadi pada kloroplas dimana COdapat diubah menjadi senyawa-senyawa organik sederhana melalui serangkaian reaksi biokimia (Daneshvar et al., 2022). Mikroalga yang sudah mati kemudian akan mengalami pengendapan di dasar perairan sehingga terbentuk biomassa (Eneh, 2011). Proses pembentukan biomassa ini masih tergolong alami, sehingga jumlah biomassa yang dihasilkan tidak terlalu besar.

Baca juga : Atasi Limbah Sungai, PPLI Kenalkan Teknologi Evaporator Mobile

Aplikasi Mikroalga pada Teknologi CCS di Sektor Industri

Pada teknologi CCS, hasil penangkapan karbon akan diangkut melalui pipa gas untuk diinjeksikan di suatu tempat penyimpanan di bawah permukaan. Dengan aplikasi mikroalga pada teknologi CCS, hasil penangkapan karbon tersebut dapat disimpan dengan cara diinjeksikan ke dalam mikroalga melalui pipa gas sehingga karbon tersebut dapat dimanfaatkan mikroalga untuk proses fotosintesis dan pembentukan biomassa. Dengan hal ini, perusahaan hanya perlu menyediakan ruangan khusus untuk kultivasi mikroalga dengan pipa sebagai tempat pengaliran gas karbon.

Akan tetapi, penangkapan karbon oleh mikroalga pada sektor industri harus dilakukan dengan sistem khusus, salah satunya sistem tertutup yaitu fotobioreakor (FBR). Pada sistem tertutup atau FBR, diperlukan sistem sirkulasi media, sistem nutrisi, dan sistem injeksi gas CO2. Sistem secara tertutup inilah yang membuat gas CObebas dari kontaminan. Sehingga, produksi biomassa yang dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan sistem konvensional yang terjadi secara alami. Oleh karena itu, sistem ini cocok untuk diterapkan pada sektor industri karena mencakup skala penangkapan dan penyimpanan karbon yang cukup besar.

Pemanfaatan Mikroalga terhadap Produksi Biomassa

Mikroalga memiliki kelebihan dibandingkan tumbuhan lainnya karena kemampuannya menangkap karbon dalam jumlah banyak. Oleh karena itu, produksi biomassa yang dihasilkan oleh mikroalga juga lebih besar dibandingkan tumbuhan lain (Prayitno et al., 2021). Untuk memaksimalkan produksi biomassa, diperlukan jenis mikroalga dengan kemampuan menangkap karbon dalam jumlah yang lebih besar. Salah satu jenis mikroalga yang memenuhi kualifikasi tersebut adalah Spirulina sp. Hal ini dikarenakan Spirulina sp. memiliki jumlah persentase penyerapan COyang paling tinggi diantara jenis mikroalga lainnya (Abdurrachman et al., 2013). Sehingga, produksi biomassa yang dihasilkan akan lebih besar.

Hasil produksi biomassa dari mikroalga memiliki banyak manfaat. Diantaranya adalah dapat digunakan untuk bahan bakar biofuel. Bahan bakar ini dapat menggantikan bahan bakar fosil untuk mendukung program transisi energi dari energi fosil ke Energi Baru Terbarukan (EBT). Selain itu, biomassa ini dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pakan hingga bahan kimia lainnya yang memiliki harga jual. 

Baca juga : Dinilai Diskriminatif, PSI Perkarakan Batas Minimal Usia Capres Dan Cawapres

Namun, penggunaan mikroalga pada teknologi CCS masih belum menjadi perhatian banyak orang. Sistem FBR yang digunakan juga masih terdapat kekurangan, seperti masih bergantung pada energi fosil (listrik) sedangkan tujuan kita adalah untuk mengurangi emisi karbon. Perlu diingat bahwa Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan sinar matahari yang berlimpah. Hal ini dapat memicu pertumbuhan beragam spesies mikroalga di berbagai perairan Indonesia. Sehingga, terbuka banyak peluang riset untuk menciptakan berbagai inovasi baru di masa depan.

Penutup

Teknologi CCS sendiri masih tergolong dalam masa pengembangan, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk muncul inovasi-inovasi yang dapat membantu perkembangan teknologi CCS di Indonesia pada masa mendatang. Aplikasi mikroalga pada teknologi ini juga masih harus dikaji lebih lanjut, terutama pada desain kultivasi dan selektifitas mikroalga. Hal ini dapat membuka peluang di masa mendatang untuk menciptakan inovasi penangkapan karbon yang lebih efektif dan efisien didukung dengan teknologi yang semakin maju. Berbagai upaya ini dilakukan demi mengurangi jumlah emisi karbon di Indonesia, serta untuk mendukung Indonesia agar mencapai Net Zero Emission pada 2060 mendatang. 

Alif Mahesa
Alif Mahesa
Alif Mahesa

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.