Dark/Light Mode

Penerapan Gasifikasi di Kabupaten Tangerang dalam Menghadapi Climate Crisis

Selasa, 16 April 2024 22:33 WIB
PLTU Batubara (Foto: Zwerver, 2021)
PLTU Batubara (Foto: Zwerver, 2021)

Climate crisis adalah istilah yang menggambarkan pemanasan global dan perubahan iklim, serta dampaknya. Penyebab utama perubahan iklim adalah efek rumah kaca. Beberapa gas (CO2, CH4, dll.) di atmosfer bumi bertindak seperti kaca di rumah kaca, yaitu memerangkap panas matahari dan mencegah panas tersebut untuk kembali ke luar angkasa sehingga menyebabkan pemanasan global. Gas CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia merupakan sumber utama terbentuknya efek rumah kaca. Pada tahun 2019, emisi gas rumah kaca di Indonesia (tidak termasuk akibat perubahan tata guna lahan) adalah sebesar 933 MtCO2e/tahun. Emisi yang dihasilkan tersebut sekitar 65% berasal dari sektor energi (Gütschow et al., 2021). Pada tahun 2030, emisi gas rumah kaca di Indonesia diperkirakan meningkat sehingga menjadi sebesar 1.661 MtCO2e/tahun (Climate Action Tracker, 2022).

Emisi CO2 dari pembangkit listrik di Indonesia menyumbang 43% dari total emisi yang dihasilkan oleh sektor energi (Enerdata, 2022). Indonesia sangat bergantung pada batubara sebagai sumber pembangkit listrik karena Indonesia memiliki cadangan batubara yang sangat melimpah. Pada tahun 2021, sekitar 62% listrik yang dihasilkan di Indonesia berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh United Nation Development Programme (UNDP), faktor emisi CO2 PLTU batubara di Indonesia adalah 1.140 kg-CO2/MWh. Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan faktor emisi CO2 PLTU dengan bahan bakar lainnya.

Banyaknya emisi gas CO2 yang dihasilkan di Indonesia mengakibatkan adanya peningkatan temperatur di Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah perlu melakukan transisi energi dari batubara ke energi terbarukan (renewable energy). Penggunaan renewable energy selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 7 (Affordable and Clean Energy) dan nomor 13 (Climate Action).

Studi Trend Asia menunjukkan bahwa saat ini terdapat sekitar 19 unit PLTU batubara di Provinsi Banten dengan kapasitas total sebesar 8,91 GW (gigawatt) (Ahdiat, 2023). Jumlah tersebut menempatkan Provinsi Banten sebagai salah satu provinsi dengan unit PLTU batubara terbanyak. Maka, provinsi ini berpotensi tinggi untuk mengalami pencemaran udara akibat gas CO2 secara langsung sehingga perlu dicari energi pembangkit listrik alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Baca juga : Sinergi Basarnas Kabupaten Cianjur dan BPBD Tempatkan 1.000 Relawan di Obyek Wisata

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Provinsi Banten mencapai 2,62 juta ton pada tahun 2022. Daerah dengan timbulan sampah terbanyak di Banten pada 2022 adalah Kabupaten Tangerang, yaitu 841,5 ribu ton atau sekitar 2,305 ribu ton/hari. Meningkatnya angka pertumbuhan penduduk di Kabupaten Tangerang menimbulkan permasalahan yang cukup serius yakni meningkatnya jumlah timbulan sampah sehingga akan memberikan dampak terhadap kapasitas daya tampung Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Jatiwaringin. TPA ini merupakan satu-satunya TPA di Kabupaten Tangerang yang terletak di Desa Jatiwaringin, Kecamatan Mauk. TPA Jatiwaringin memiliki luas lahan 31 Ha. Saat ini, lahan yang sudah terisi seluas 17 Ha dan tersisa 14 Ha (Fadhlurrahman dan Burhanuddin, 2021). Selain itu, timbunan sampah di TPA menghasilkan emisi gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) (US EPA, 2019).

Inovasi yang penulis usulkan adalah menerapkan konsep waste to energy (WtE), yaitu mengolah limbah menjadi energi dalam bentuk listrik. Sejauh ini, limbah yang paling umum diolah dalam konsep waste to energy adalah sampah perkotaan atau Municipal Solid Waste (MSW) (Eurostat, 2013). Penerapan konsep ini bertujuan untuk meminimalisasi emisi gas rumah kaca akibat pembangkit listrik dan timbunan sampah di TPA Jatiwaringin serta mengatasi permasalahan daya tampung di TPA tersebut.

Teknologi WtE yang dipilih oleh penulis adalah gasifikasi. Gasifikasi limbah padat adalah proses kimia berupa pemanasan limbah padat pada kondisi oksigen rendah hingga terurai menjadi molekul penyusunnya. Reaksi ini menghasilkan dua produk, yaitu gas mudah terbakar (syngas) dan biochar. Kelebihan dari teknologi ini adalah dapat mengolah limbah padat yang bersifat heterogen, memproduksi energi dengan tingkat efisiensi yang cukup tinggi, dan memiliki faktor emisi CO2 yang rendah (412 kg-CO2/MWh) bila dibandingkan dengan faktor emisi PLTU batubara (Zaman, 2010).

Sebelum melakukan proses gasifikasi, kita perlu mengetahui komposisi limbah padat yang akan digunakan sebagai sumber energi. Komposisi sampah di Kabupaten Tangerang didominasi oleh sampah organik sebesar 56,65%. Selain itu, terdapat sampah plastik (15,81%), sampah kain (10,09%), dan sampah kertas (9,47%) (Widyarsana & Zafira, 2015). Dari data komposisi sampah, kita dapat menentukan karakteristik sampah tersebut. Pada penelitian yang dilakukan oleh Widyarsana & Zafira (2015), mereka tidak menentukan karakteristik sampah.

Baca juga : Aksi Adilson Maringa Menangkan Bali United Atas Persija

Maka, penulis menggunakan pendekatan yaitu menggunakan data hasil analisis Khamala & Alex (2013) mengenai karakteristik sampah di Kota Nairobi, Kenya. Hasil analisis tersebut mengacu kepada data komposisi sampah di Kota Nairobi yang juga didapatkan oleh Khamala & Alex (2013). Hasil pengukuran komposisi sampah tersebut serupa dengan hasil pengukuran komposisi sampah oleh Widyarsana & Zafira (2015).

Komposisi sampah di Kota Nairobi didominasi oleh sampah organik sebesar 58,8%. Selain itu, terdapat sampah plastik (13,8%), sampah kertas (11,3%), dan sampah leather & textile (7,8%). Selanjutnya, data komposisi sampah di Kota Nairobi diukur karakteristiknya. Data karakteristik sampah yang diperoleh adalah moisture content sebesar 68,9% dan bulk density sebesar 289 kg/m3. Data ini akan dipakai untuk menentukan reaktor gasifikasi yang akan digunakan.

Reaktor gasifikasi yang terpilih adalah Bubbling Fluidized Bed Gasification yang dikombinasikan dengan Combined Cycle Gas Turbine dan memiliki kapasitas pengolahan 100 ribu ton sampah/tahun. Reaktor tersebut akan dibangun di sisa lahan TPA Jatiwaringin. Rangkaian instalasi yang dirancang adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Rangkaian Instalasi yang Dirancang

Baca juga : SIM Keliling Tangerang Kota Selasa 26 Maret, Hadir di 2 lokasi

Pertama, sampah dimasukkan ke dalam shredder supaya tercacah sehingga ukuran partikelnya <150 mm. Setelah itu, sampah diangkut oleh conveyor belt menuju rotary drum dryer. Pada unit tersebut, sampah dikeringkan supaya moisture content sampah menjadi <20%. Setelah dikeringkan, sampah diolah di bubbling fluidized bed gasifier. Unit tersebut memiliki bed berbahan menyerupai pasir dengan ukuran partikel 0,1 – 1 mm yang difluidisasi atau dimasukkan oleh gas oksidan (udara atau oksigen) di bagian bawah bed (Waldheim, 2018). Kondisi di dalam unit tersebut dibuat minim oksigen tetapi memiliki temperatur yang tinggi (550 – 1000°C). Pengolahan di unit tersebut menghasilkan syngas (CO, H2, dll.) dan biochar. Syngas dialirkan ke proses pengolahan selanjutnya sedangkan biochar dipisahkan dan ditampung di biochar collector.

Gambar 2 Bubbling Fluidized Bed Gasifier (Fryda & Visser, 2015)

Selanjutnya, syngas dialirkan menuju cyclone ash collector untuk memisahkan antara syngas dengan abu dari proses gasifikasi sehingga menghasilkan clean syngas. Hasil tersebut dialirkan menuju indirect cooler supaya temperatur clean syngas menjadi sekitar 45 – 50°C. Setelah didinginkan, clean syngas dialirkan menuju buffer tank supaya tekanannya stabil sehingga dapat dialirkan menuju combined cycle gas turbine yang berfungsi untuk menghasilkan energi mekanis. Turbin tersebut dihubungkan dengan heat recovery steam generator yang berfungsi untuk mengonversi energi mekanis menjadi energi listrik.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Yassin et al. (2009), jika diberi input MSW sebanyak 12,7 ton/jam, reaktor gasifikasi yang dirancang menghasilkan energi listrik sebesar 18,6 MWh. Sebanyak 2,8 MWh dari total energi yang dihasilkan dipakai sebagai energi pembangkit reaktor dan sisanya (15,8 MWh) dapat dialirkan menuju permukiman di Kabupaten Tangerang sebagai sumber energi listrik.

Gabriel Viora
Gabriel Viora
Mahasiswa S-1 Institut Teknologi Bandung

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.