Dark/Light Mode

Memerangi Krisis Iklim dengan Limbah Ampas Tebu sebagai Penghasil Listrik

Sabtu, 20 April 2024 22:49 WIB
Limbah Ampas Tebu. (Sumber: Antara News Yogyakarta)
Limbah Ampas Tebu. (Sumber: Antara News Yogyakarta)

Krisis iklim telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus dihadapi oleh semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Cuaca panas menyengat yang kita rasakan belakangan ini menunjukkan semakin parahnya krisis iklim yang terjadi. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu maksimum di Indonesia pada Mei 2023 mencapai 33 hingga 36,1 derajat Celsius dimana suhu tertinggi tercatat di wilayah Banten, Tangerang, dan Kalimarau di Kalimantan Utara. Rekor ini menjadi bukti nyata terjadinya krisis iklim. Apabila tidak segera diatasi, takkan ada satu pun wilayah di dunia yang kebal dari besarnya dampak krisis iklim.

Pada awalnya, krisis iklim terjadi secara alami karena Variasi Aktivitas Matahari, Perubahan Orbit serta Rotasi Bumi, dan Aktivitas Vulkanik. Semakin parahnya krisis iklim yang kita rasakan sejak revolusi industri merupakan akibat dari aktivitas manusia. Penyebab utama terjadinya krisis iklim adalah efek rumah kaca. Layaknya rumah kaca, beberapa gas di atmosfer bumi memerangkap panas matahari dan mencegah panas tersebut bocor ke luar angkasa. Semakin banyak panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca, semakin panas suhu di bumi.

Banyaknya gas rumah kaca di atmosfer dapat disebabkan oleh beberapa aktivitas manusia seperti aktivitas peternakan, kegiatan industri, dan proses pengolahan energi listrik. Sebagian besar listrik yang kita gunakan sehari-hari masih dihasilkan melalui pembakaran batu bara, gas, atau minyak bumi yang menghasilkan gas rumah kaca yaitu karbon dioksida dan dinitrogen oksida.

Menurut Nationally Determined Contribution (NDC), sektor energi akan menjadi penyumbang gas rumah kaca terbesar di Indonesia pada tahun 2030 mendatang. Berbagai bentuk dampak krisis iklim yang kita rasakan hingga saat ini sudah seharusnya menjadi peringatan bagi kita untuk segera mengambil tindakan untuk menangani permasalahan ini. Salah satu cara mengurangi dampak krisis iklim yaitu dengan mengatasi permasalahan yang menjadi penyebab krisis iklim. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, salah satu faktor utama penyebab krisis iklim adalah penggunaan bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik.

Kebutuhan energi listrik akan terus meningkat mengikuti perkembangan teknologi dan pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu, kita perlu menemukan solusi agar bisa terus memenuhi kebutuhan akan energi listrik sekaligus mencegah krisis iklim akibat produksi energi listrik. Untuk mengatasi permasalahan ini, kita dapat menggunakan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil.

Menurut Ferdy (2016), energi alternatif merupakan energi yang digunakan untuk menggantikan energi listrik dengan energi yang asalnya dari alam. Energi alternatif dapat dihasilkan dari berbagai sumber seperti matahari, panas bumi, angin, gelombang laut, dan biomassa. Biomassa merupakan bahan yang asalnya dari organisme hidup seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, termasuk limbah panen, sampah kebun, kotoran ternak, dan sebagainya. Energi yang dihasilkan oleh biomassa bersifat sustainable atau dapat diperbarui.

Indonesia memiliki potensi biomassa yang sangat melimpah. Biomassa sendiri memiliki beberapa macam yaitu biodiesel, biogas, dan bioetanol. Menurut laman Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada, bioetanol merupakan jenis bahan bakar terbarukan berupa etanol yang didapat melalui proses fermentasi bahan organik, terutama tanaman dengan kandungan karbohidrat tinggi sepergi jagung, gandum, kentang, dan ubi-ubian. Tebu juga merupakan salah satu tanaman berkarbohidrat tinggi yang termasuk dalam jenis bioetanol. Jenis biomassa yang satu ini bisa digunakan sebagai bahan bakar, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bagi beberapa orang, mungkin limbah tebu dianggap tak berharga, padahal terdapat banyak sekali potensi sumber biomassa yang tersimpan dalam limbah tebu. Dalam proses produksi gula dari tebu, pabrik gula selalu menghasilkan limbah, mulai dari limbah padat, gas, hingga cair. Limbah padat tersebut berupa abu boiler, blotong atau filter cake, dan ampas tebu. Ampas tebu atau bagasse merupakan limbah berbentuk padat yang dihasilkan dari batang tebu yang diperas untuk diambil niranya.

Baca juga : Di Sepanjang Tol Jateng, PLN Siagakan 47 SPKLU Layani Pengguna Mobil Listrik

Menurut Saputra (2028), sisa penggilingan seperti ampas tebu biasanya kurang dimanfaatkan secara maksimal. Padahal jika dikelola dengan benar, ampas tebu memiliki banyak manfaat lain yang dapat memberi keuntungan ekologis sekaligus ekonomis. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi tebu nasional telah mencapai 2,27 juta ton pada tahun 2023 lalu, angka ini mengalami kenaikan sebesar 5,42% dibanding tahun sebelumnya. Ketersediaan ampas tebu di Indonesia cukup melimpah sejalan dengan banyaknya produksi tebu, baik yang dikelola oleh negara maupun pabrik swasta.

Oleh karena itu, kita harus bisa memanfaatkan limbah ampas tebu dengan sebaik-baiknya. Menurut Rivandi, Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM, dalam satu kilogram limbah ampas tebu terdapat setidaknya 2,5 persen gula dengan kalor sebesar 1.825 kkal. Untuk menghasilkan energi listrik, ampas tebu berperan sebagai bahan bakar alternatif dalam produksi pembuatan listrik, menggantikan bahan bakar fosil. Dalam hal ini, listrik diproduksi menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan tenaga uap untuk menggerakkan turbin.

Untuk menghasilkan uap, maka diperlukan proses pembakaran untuk memanaskan air. Pada proses inilah ampas tebu menjadi bahan bakar. Dalam proses konversi energi kimia ke listrik, pertama-tama limbah ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar boiler (ketel) untuk memproduksi uap bertemperatur tinggi. Kemudian uap tersebut akan digunakan untuk menggerakkan turbin generator listrik dan menghasilkan energi listrik.

Pemanfaatan limbah ampas tebu untuk menghasilkan energi listrik memiliki banyak keuntungan ekologis sekaligus ekonomis. Secara ekologis, pemanfaatan limbah ampas tebu dapat mengurangi dampak krisis iklim akibat penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan energi listrik. Selain itu, limbah yang dihasilkan oleh pabrik gula juga akan berkurang karena limbah berupa ampas tebu dimanfaatkan kembali menjadi bahan bakar dalam proses menghasilkan listrik.

Baca juga : Aquaproof Berbagi Kasih dengan Oma Opa di Panti Werdha Wisma Mulia

Jika dilihat dari segi ekonomi, pemanfaatan limbah ampas tebu untuk menghasilkan energi listrik akan menghemat biaya pembuangan limbah bagi pabrik gula. Hal ini juga akan menjadi keuntungan bagi pemerintah atau pihak swasta yang mengelola pembangkit listrik karena mereka bisa menghemat biaya yang diperlukan untuk membeli bahan bakar fosil. Tidak hanya itu, listrik yang telah dihasilkan juga bisa digunakan untuk keperluan pabrik gula sehingga dapat mengurangi penggunaan energi listrik dari bahan bakar fosil sekaligus menghemat biaya penggunaan listrik bagi pabrik gula.

Melihat banyaknya pabrik gula yang terdapat di Indonesia, sudah seharusnya kita memanfaatkan kesempatan ini untuk menggunakan limbah ampas tebu dalam menghasilkan listrik sehingga berbagai keuntungan yang disebutkan di atas dapat dinikmati oleh masyarakat banyak. Meskipun ada banyak keuntungan yang bisa kita dapat dari pemanfaatan limbah ampas tebu sebagai penghasil listrik, kita akan menjumpai tantangan akibat kekurangan dari ampas tebu dimana jumlah kalor atau nilai bakar dalam 1 kilogram ampas tebu hanya sebesar 1.825 kkal.

Namun, kita bisa meningkatkan jumlah itu dengan menurunkan kadar air dalam ampas tebu. Hal ini bisa dilakukan melalui teknologi pengeringan ampas yang menggunakan energi panas dari gas buang cerobong ketel. Dengan teknologi tersebut, kadar air dalam ampas tebu bisa turun hingga 40 persen sehingga nilai bakarnya bisa naik hingga 2.305 kkal dalam 1 kilogram ampas tebu. Semakin besar nilai bakar dalam ampas tebu, semakin besar pula jumlah energi listrik yang bisa dihasilkan.

Melihat besarnya potensi serta manfaat dari limbah ampas tebu di Indonesia, penggunaan limbah ampas tebu sebagai penghasil listrik akan membawa perubahan besar bagi Indonesia, terutama berkurangnya dampak krisis iklim. Selain mengurangi dampak krisis iklim, penggunaan limbah ampas tebu dalam menghasilkan listrik akan memberikan banyak manfaat lain bagi lingkungan dan manusia. Solusi ini juga bisa menjadi langkah awal menuju tercapainya salah satu tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDG) yang ke-tujuh yaitu Affordable and Clean Energy dimana peningkatan energi terbarukan termasuk dalam salah satu tujuannya.

Baca juga : Mahfud Bakal Perjuangkan Petani Tembakau Sebagai Perlindungan Masyarakat Adat

Namun, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, masyarakat dan pemerintah memiliki peran yang penting. Pemerintah sebaiknya membantu dalam memfasilitasi dan pengelolaan limbah ampas tebu untuk menghasilkan energi listrik bersama dengan pabrik gula yang menghasilkan limbah tersebut. Selain itu, masyarakat juga bisa berkontribusi dalam memerangi krisis iklim dengan melakukan hal-hal kecil seperti mengurangi penggunaan alat-alat yang menggunakan bahan bakar fosil seperti motor dan kendaraan lainnya. Dengan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, pemanfaatan limbah ampas tebu sebagai penghasil listrik diharapkan dapat membantu mengurangi permasalahan krisis iklim di Indonesia.

Zelika Alisha Riadi
Zelika Alisha Riadi
Zelika Alisha Riadi (peserta lomba)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.