Dark/Light Mode

Eksklusif Dengan Budi Gunadi Sadikin, Presiden Direktur PT Inalum

Bahan Mentah Olah Di Sini Untuk Kebutuhan Kita

Rabu, 6 Februari 2019 09:11 WIB
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc Richard Adkerson (kedua kanan) disaksikan Menteri BUMN Rini Sumarno (kiri), Menteri ESDM Ignasius Jonan (kedua kiri), dan Presiden Direktur PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin (kanan), usai mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Desember 2018. (Foto: ANTARA)
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc Richard Adkerson (kedua kanan) disaksikan Menteri BUMN Rini Sumarno (kiri), Menteri ESDM Ignasius Jonan (kedua kiri), dan Presiden Direktur PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin (kanan), usai mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Desember 2018. (Foto: ANTARA)

 Sebelumnya 
Kondisi ini mirip dengan sektor industri BBM ya...

Iya, sama saja dengan minyak. Coba, crude oil (minyak mentah) dengan bensin itu mahal mana? Mahal bensin kan. Kita punya banyak crude oil diekspor semua karena kita nggak punya refinery (kilang). Lalu bensinnya kita beli impor. Jadi, ya sama aja. Pasti negatif current account-nya, karena strategi yang salah. 

Harusnya, bahan mentah yang kita pakai itu, bahan yang kita punya, tidak usah diekspor, olah di sini, untuk memenuhi kebutuhan kita. Tapi, kita malas membangun industri. Maunya cuma jadi pedagang dan cepat untung. Importirnya pedagang, eksportirnya juga pedagang. Tak ada yang mau membangun industri hilirisasi.

Baca juga : REI Siapkan Konsep Hunian Mirip Apartemen

(Budi lalu balik ke kertas dan coret-coret lagi angka dan hitungan mineral lain). 

Contoh kedua, Nickel harganya 35 dolar AS per ton. Dihilirisasi akan jadi macam-macam mineral. Tahap pertama, bisa menjadi Nickel Pig Iron (NPI), Ferro-Nickel (FeNi) dan Nickel-Matte. Hilirisasi jadi NPI inilah yang dilakukan oleh China di Morowali, Sulawesi Selatan. Lalu FeNi dilakukan oleh PT Antam, dan Nickel-Matte oleh PT Vale Indonesia atau Inco. 

Hilirisasi tahap kedua jadi Stainless Steel. Dari 100 ton Nickel, menghasilkan 1 ton FeNi. Coba lihat, 100 ton Nickel harganya 3.500 dolar AS, menjadi 1 ton FeNi harganya 12.000 dolar AS. Naiknya 3,4 kali lipat.

Baca juga : AP II Operasikan 3 Bandara Lagi, Pemerintah Hemat APBN

Padahal Nickel itu bukan cuma jadi Stainless Steel. Ajaibnya, Nickel bisa dihilirisasi juga menjadi Mixed Sulfate Precipitate (MSP), Nickel Mixed Hybrid, yang kemudian jadi NiSO4 (Nickel Sufate) dan CoSO4 (Cobalt Sulfate), bahan baterai prekursor yang bisa diolah jadi baterei untuk kendaraan listrik, seperti Tesla. Ini harganya jauh lebih mahal dari Alumina. Ini bijih Nickel, sangat berharga, apalagi 25 tahun lagi, jika kendaraan listrik maju pesat.

Income negara kita sekarang terbatas baru dari ekspor bijih mentah, bukan dari produk hilir. Padahal, kalau hilirisasi terjadi, naiknya GDP (Gross Domestic Product) bisa 4 kali lipat di sektor pertambangan. Dan GDP sektor pertambangan itu, setiap tahunnya adalah sekitar 8-12 persen dari GDP Nasional.

Sesuai Undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, maka harusnya sejak 2014 tidak boleh lagi ada ekspor bijih. Harus diolah di Indonesia. Coba, kalau semua bijih mentah Indonesia itu diolah, GDP bisa naik jadi berapa? Mungkin nilainya bisa mencapai 400 miliar dolar AS. Sekarang pertumbuhan ekonomi kita di angka 5,6-5,7 persen. Jika industri tambang diperhatikan, berhasil hilirisasi 10 persen saja, pasti bisa menaikkan angka pertumbuhan.

Baca juga : Andus Winarno, Komisaris Baru AP II

Berapa lama program hilirisasi bisa dikerjakan jika dimulai sekarang?

Hilirisasi bisa dilakukan dalam waktu 2-3 tahun. Jika dikerjakan 10 persen saja, dalam lima tahun ke depan, GDP berpeluang naik sekitar 4 persen. Nggak percaya? Ya udah, jangan 10 persen, tapi 5 persen deh. Batu bara, misalnya, PT Bukit Asam produksi 25 ton, yang 1 ton bikin, ubah jadi listrik, masa nggak bisa? Segitu-gitunya pun, bisa menghasilkan tambahan 2 persen pertumbuhan GDP. Jadi, kalau Pemerintah melakukan strategi pembangunan melalui hilirisasi, pasti GDP naik cepat. 
 

Mengapa hanya di Industri Pertambangan yang bisa menaikkan dengan cepat pertumbuhan ekonomi? 

Di industri ini, Indonesia punya global competitive advantage. Ore (bijih mentah)-nya kita punya. Negara lain tidak punya dan beli dari kita. 
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.