Dark/Light Mode

Eksklusif Dengan Budi Gunadi Sadikin, Presiden Direktur PT Inalum

Bahan Mentah Olah Di Sini Untuk Kebutuhan Kita

Rabu, 6 Februari 2019 09:11 WIB
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc Richard Adkerson (kedua kanan) disaksikan Menteri BUMN Rini Sumarno (kiri), Menteri ESDM Ignasius Jonan (kedua kiri), dan Presiden Direktur PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin (kanan), usai mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Desember 2018. (Foto: ANTARA)
Presiden Joko Widodo berjabat tangan dengan Chief Executive Officer (CEO) Freeport McMoRan Inc Richard Adkerson (kedua kanan) disaksikan Menteri BUMN Rini Sumarno (kiri), Menteri ESDM Ignasius Jonan (kedua kiri), dan Presiden Direktur PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin (kanan), usai mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Desember 2018. (Foto: ANTARA)

RM.id  Rakyat Merdeka - Di sela-sela kesibukannya, Presiden Direktur PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin meluangkan waktu untuk ngobrol dengan tim redaksi Rakyat Merdeka di kantornya, Kamis (31/1) malam.

Banyak yang diceritakan mantan bankir itu. Dari mulai perjalanan panjang divestasi saham Freeport hingga mimpinya untuk menjadikan industri tambang di tanah air menjadi penyumbang devisa dan meningkatkan Gross Domestic Bruto (GDP). Berikut ini petikannya.

Baca juga : REI Siapkan Konsep Hunian Mirip Apartemen

Inilah petikan wawancaranya. 

Wah, itu pekerjaan sulit ya. Bila Pemerintah memberi perhatian khusus di pertambangan, apa feed back yang bisa diperoleh? Bisa menaikkan pertumbuhan ekonomi? 

Menjawab pertanyaan ini, Budi lalu mengambil selembar kertas dan pulpen. Dia oret-oret sambil bercerita. Membuat bagan-bagan dengan angka-angka.

Baca juga : AP II Operasikan 3 Bandara Lagi, Pemerintah Hemat APBN

Ini misalnya, Bauksit. Sekarang harganya 30 dolar AS per ton. Sebanyak 3 ton Bauksit (90 dolar AS), jika dihilirisasi jadi 1 ton Alumina, yang harganya 400 dolar AS per ton. Coba lihat, dari 90 dolar AS ke 400 dolar AS, itu naiknya 4 kali lipat. Lalu, Alumina dihilirisasi lagi tahap dua, menjadi Alumunium, yang harganya 2.000 dolar AS per ton.

Kenapa saya tahu harga-harga ini? Karena Antam jualan (ekspor) Bauksit ke Australia, dan beberapa negara lain. Sementara PT Inalum beli (impor) 100 persen Alumina dari China, India dan Australia. 

Baca juga : Andus Winarno, Komisaris Baru AP II

Pertama kali masuk ke Inalum, saya nanya, kenapa kita impor Alumina? Oh, karena di Indonesia tak ada pabriknya. Tak ada pabrik yang mengolah Bauksit jadi Alumina. Padahal, tambang Bauksitnya kita punya Antam, pabrik Alumuniumnya kita punya Inalum, tapi kita tidak punya pabrik Alumina. Bayangkan, kita ekspor Bauksitnya cuma 30 dolar AS per ton, tapi impor Aluminanya 400 dolar AS per ton. Jadi, ya sampai kapan pun tetap akan current account defisit laporan keuangannya. Ini karena ekspor kecil dan impor mahal. 
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.