Dark/Light Mode

Ekonomi Indonesia Diprediksi Pulih Tahun Depan

Selasa, 28 April 2020 04:23 WIB
Ekonomi Indonesia Diprediksi Pulih Tahun Depan

RM.id  Rakyat Merdeka - Peneliti Pusat Kajian Visi Teliti Saksama M Widyar Rahman memprediksi ekonomi Indonesia akan pulih kembali pada 2021.

“Tentunya proses pemulihan ekonomi akan membutuhkan waktu yang lebih panjang, setidaknya sampai akhir 2021,” kata Widyar kepada wartawan, Senin (27/4). 

Sebab, Dibeberkan Widyar, dampak Covid-19 tak hanya menyebabkan mandeknya berbagai bidang usaha, tapi juga berpotensi mengubah tatanan ekonomi dunia. 

Perubahan itu ditandai dengan berubahnya peta perdagangan dunia. Kinerja perdagangan global dipastikan akan terganggu akibat lambatnya perbaikan kinerja manufaktur, khususnya di China hingga menjelang semester pertama tahun ini.

Baca juga : Kemenkes: Pencegahan Tetap Mengacu pada Protokol Corona

Ditambah dengan jalur distribusi logistik yang juga terganggu, dampak negatif mau tak mau akan menerpa ekonomi Indonesia dalam beberapa waktu ke depan. 

Dalam kaitan analisa dampak ini, Visi  mengumpulkan berbagai informasi untuk memperkirakan dampak yang terjadi pada perekonomian Indonesia. Adapun studi dilakukan di bulan Februari hingga awal Maret. Analisa yang dilakukan berawal dengan melihat hubungan ekonomi antara Indonesia dengan China, sebagai episentrum awal penyebaran virus. 

Dalam lima tahun terakhir, China selalu menempati tiga besar mitra dagang utama Indonesia. Malahan, sejak tahun 2014, China merupakan negara asal impor dengan nilai terbesar bagi Indonesia.

Berdasarkan kategori barang konsumsi, bahan baku, dan barang modal sepanjang Januari hingga Desember 2019, makin kentara ketergantungan Indonesia terhadap China. Dari ketiga kategori barang yang diimpor oleh negara ini, sebanyak 37% barang konsumsi, 25% bahan baku penolong dan 44% barang modal jelas diimpor dari China.

Baca juga : Juni 2020, Pandemi Virus Corona Diprediksi Mereda

Dalam hal investasi langsung, selama rentang lima tahun terakhir (2016—2019), Indonesia menerima aliran investasi China sebesar US$13,2 miliar atau peringkat ketiga terbesar bagi Indonesia. 

Selain di bidang investasi, China juga memiliki peran besar dalam sektor pariwisata di Indonesia. Dalam kurun 8 tahun, turis China meningkat jumlahnya sebanyak 309%, yaitu dari 511 ribu pada tahun 2010 menjadi 2,14 juta pada tahun 2017.

Sementara, Peneliti Senior Visi, Sita Wardhani mengatakan, stabilisasi dalam kegiatan ekonomi belum stabil. Pasalnya, di tengah biaya produksi yang makin tinggi karena terganggunya jalur distribusi, permintaan pasar juga belum sembuh sepenuhnya. Apalagi, ada penurunan permintaan impor dari negara lain, termasuk Indonesia.

“Namun jika masa pemulihan yang dialami China lebih lama lagi, asumsi China baru berproduksi kembali di bulan Juni. Artinya proses impor baru bisa dilakukan di bulan Juli. Dengan begitu, dampak resesi yang dihadapi Indonesia akan lebih dalam lagi,” cetusnya. 

Baca juga : Tok! PON Ditunda Tahun Depan

Selain dialami industri makanan dan minuman, lanjutnya, gangguan lebih dalam juga bakal dialami industri manufaktur lain. Dampak dari kelangkaan bahan baku ini akan membawa inflasi yang lebih tinggi karena industri manufaktur tidak mampu memenuhi permintaan dan memicu terjadinya shortage.

Di sisi lain, dengan inflasi yang tinggi, tentu rumah tangga akan menurunkan konsumsinya. Padahal kontribusi terbesar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sejauh ini adalah konsumsi rumah tangga.

“Dengan tingkat inflasi tinggi, konsumsi rumah tangga juga turun sejalan dengan daya beli yang juga menurun. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi dapat terpuruk lebih jauh,” tutur Sita. [REN]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.