Dark/Light Mode

Agar Duit Negara Tak Makin Jebol

Pemerintah Diminta Hati-hati Kelola Fiskal

Jumat, 5 Juni 2020 09:56 WIB
Muhidin M Said
Muhidin M Said

RM.id  Rakyat Merdeka - Pandemi virus corona yang berlangsung sejak Maret 2020 membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) jebol. 

Saat ini, defisit APBN sudah ke level 6,34 persen dari sebelumnya 5,07 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). 

Perubahan postur ini menjadi kedua kalinya yang dilakukan pemerintah setelah sebelumnya tertuang pada Perpres 54 tahun 2020 pada, 6 April 2020. 

Dengan pelebaran defisit ini, maka pemerintah merevisi kembali target penerimaan dan belanja negara. 

Baca juga : Mau Mudik, 72.000 Kendaraan di Jabar Diminta Putar Balik Polisi

Menanggapi itu, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Muhidin M Said mengapresiasi langkah pemerintah tersebut. 

Ia mengatakan, saat ini pemerintah perlu segera mengimplementasikan kebijakan kenormalan baru untuk menghindarkan ekonomi nasional dari krisis yang terlalu dalam. 

“Saat ini sudah banyak keluhan dari pelaku usaha kalau gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kian besar. Apabila tidak ada solusi alternatif, maka berpotensi menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan sehingga biaya pemulihan ekonomi akan semakin besar,” kata Muhidin di Jakarta, kemarin 

Sedangkan dari sisi pengelolaan fiskal, lanjut dia, pemerintah telah beberapa kali merevisi defisit anggaran APBN 2020 untuk pembiayaan program penanganan pandemi. 

Baca juga : Rakyat Ingin Kembali Kerja, Pemerintah Harus Perjelas `New Normal`

Pada Maret defisit dinaikkan menjadi 5,07 persen terhadap PDB, Mei menjadi 6,27 persen, dan awal Juni ini menjadi 6,34 persen. 

Langkah ini patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa pemerintah melakukan pengelolaan fiskal dengan sangat hati-hati. 

“Mengingat kapasitas fiskal kita yang terbatas, maka efisiensi dalam defisit anggaran menjadi sangat penting. Kita tidak memiliki kemewahan seperti negara yang lain bisa menetapkan defisit anggaran hingga di atas 10 persen Produk Domestik Bruto (PDB).Oleh karena itu, perekonomian perlu segera dibuka agar besaran defisit tidak perlu dinaikkan kembali,” ujarnya. 

Ia mengatakan, pandemi corona dapat diibaratkan seperti pisau bermata dua yang memiliki daya rusak yang sama besarnya terhadap aspek kesehatan dan ekonomi masyarakat sekaligus. 

Baca juga : Duh, Banyak Pesepakbola di Amerika Latin dan Afrika Kelaparan

“Karenanya, setiap pihak perlu menurunkan ego sektoral masing-masing. Dan perlu mencari titik keseimbangan yang tepat di antara dua aspek tersebut. Karena itu, kenormalan baru pun harus dibarengi dengan implementasi protokol kesehatan yang ketat. Pengawasan dan penegakan aturan terkait protokol kesehatan juga harus dilaksanakan dengan tegas,” ujar Muhidin. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kaca mengatakan, dengan adanya pelebaran defisit APBN, pemerintah merevisi kembali target penerimaan dan belanja negara. 

“Pemerintah kembali merevisi defisit ke level 6,34 persen, atau setara Rp 1.039,2 triliun terhadap PDB. Dari angka itu, maka outlook pendapatan negara turun lagi menjadi Rp 1.699,1 triliun dari yang sebelumnya Rp 1.760,9 triliun,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam video conference Kementerian Keuangan, kemarin. 

Akibat penyesuaian ini, target pendapatan dari sektor perpajakan, baik dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) turun lagi menjadi Rp 1.404,5 triliun dari yang sebelumnya Rp 1.462,6 triliun.[NOV]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.