Dark/Light Mode

Pandemi Bikin Permintaan Terjun Bebas

BRI Dan Bank Mandiri Pangkas Target Pertumbuhan Kredit

Sabtu, 8 Agustus 2020 07:34 WIB
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk merevisi pertumbuhan kredit tahun ini hanya 1-2 persen. 
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk merevisi pertumbuhan kredit tahun ini hanya 1-2 persen. 

RM.id  Rakyat Merdeka - Akibat lesunya permintaan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meramal penyaluran kredit perbankan akan berada di bawah 3 persen.

Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Royke Tumilaar mengamini, akibat pandemi Covid-19, pihaknya terpaksa merevisi pertumbuhan kredit tahun ini hanya 1-2 persen. 

“Kami tidak mau muluk muluk. Kami coba untuk positif, pertumbuhan kredit tahun ini 1-2 persen saja sudah bagus,” katanya di Jakarta, kemarin. 

Untuk diketahui, di awal tahun Bank Mandiri sempat menargetkan kredit di kisaran 11-12 persen sepanjang 2020. 

“Kami fokus salurkan kredit di sektor pariwisata, juga di sektor produktif, padat karya, ketahanan pangan hingga logistik,” imbuhnya. 

Senada, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo mengaku, pertumbuhan kredit bakal menurun drastis dari target semula 10-11 persen. 

BRI memprediksi kredit hanya tumbuh 5 persen di akhir 2020. “Per Mei 2020, kredit BRI mencapai 4,3 persen secara yoy (year on year). Sejalan dengan kegiatan ekonomi yang mulai naik, kira-kira 5 persen bisa sampai akhir 2020,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka. 

Baca juga : Trafik Penumpang Di Bandara Angkasa Pura I Terus Tumbuh

Sementara penyaluran kredit akan tetap fokus pada modal kerja UMKM. Terutama di sektor pertanian, pangan dan kesehatan. 

Sebelumnya, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyebut, hal itu terjadi karena aktivitas ekonomi yang belum bergerak secara masif. 

“Mei 2020 pertumbuhan kredit hanya 3 persen. Lalu, kalau kita lihat pada Juni masih akan turun di bawah 3 persen,” ucapnya belum lama ini. 

Menurut Wimboh, pandemi Covid-19 membuat penyaluran kredit perbankan cukup tertekan. Bahkan hal ini dirasakan hampir di semua sektor usaha. 

Namun ia berharap, peningkatan bisa terjadi pada Juli 2020, di mana permintaan penyaluran kredit mulai naik. “Semoga di 2021 dapat back to normal,” harapnya. 

Ia menyampaikan, dari data OJK, sepanjang Mei 2020 total kredit mencapai Rp 5.583,25 triliun. Sedangkan pada April lalu, realisasi kredit perbankan mencapai Rp 5.609 triliun dan pada Maret sebelumnya mencapai Rp 5.712,04 triliun. 

“Penyaluran kredit sepanjang 2020, kami masih optimis positif atau tumbuh di kisaran 3 persen hingga 4 persen, dan non performing loan (NPL/ kredit macet) masih dapat dijaga di bawah 3 persen. Hal itu dibarengi dengan pemberlakuan kebijakan restrukturisasi kredit,” terang bekas Komisaris Bank Mandiri ini. 

Baca juga : Darmin Ungkap Ada Bank Sakit Parah Masih Dibiarkan Hidup

NPL Mei 2020 tercatat naik menjadi 3,1 persen dari bulan sebelumnya, yang sebesar 2,82,9 persen. Sementara, ekonom senior Indef, Aviliani berpendapat, perbaikan terhadap kredit dan sektor keuangan secara keseluruhan diprediksi baru terjadi pada akhir kuartal ketiga. 

Sebab, pada masa new normal, pendapatan masyarakat belum kembali membaik seperti sebelum pandemi. Terlebih, tidak sedikit di antara mereka yang harus terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun dirumahkan. 

“Bagi para pekerja, setidaknya dibutuhkan waktu tiga sampai empat bulan agar pendapatan dan pengeluaran mereka kembali normal atau mendekati normal. Jadi, kalau mau lihat ekonomi tumbuh atau tidak, ya pada September nanti,” sebutnya. 

Untuk itu, dalam upaya mendorong pemulihan pada sektor keuangan, ia memberi masukan, agar pemerintah fokus pada stimulus dari sisi permintaan. Selama ini, pemerintah terlalu banyak menggelontorkan anggaran dan kebijakan yang bersifat relaksasi untuk mendorong sisi suplai. 

Ia bilang, di kuartal III ekonomi bisa sedikit membaik. Terutama dari sisi permintaan, sejalan dengan membaiknya belanja pemerintah. Belanja pemerintah akan memberikan nilai positif pada banyak sektor. “Kalau sektor riil tumbuh, otomatis bank akan menyalurkan,” tukasnya. 

Restrukturisasi Diperpanjang 

Sementara dari proses restrukturisasi, OJK bakal memperpanjang keringanan kredit bagi debitor yang terdampak pandemi Covid-19. Artinya, debitor yang terdampak bisa menunda pembayaran cicilan kredit selama maksimal satu tahun. 

Baca juga : Terus Berikan Pelayanan Terbaik, Angkasa Pura ll Perkuat Akhlak

“Aturan keringanan kredit itu akan diperpanjang, jika memang kondisi keuangan debitor juga belum pulih. OJK memberikan ruang itu (restrukturisasi) bisa diperpanjang,” ujarnya. 

Ia mengaku, OJK selalu memonitor realisasi restrukturisasi kredit perbankan. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir perkembangannya mulai melandai. 

Ia menegaskan, perpanjangan restrukturisasi kredit itu akan diputuskan sebelum akhir tahun ini. 

Wimboh berharap adanya stimulus dari OJK serta berbagai insentif pemerintah, dapat mendorong pemulihan ekonomi menjadi lebih cepat. 

Hingga 13 Juli 2020, ada 6,75 juta debitor yang mendapat restrukturisasi kredit dari perbankan. Total nilainya sebesar Rp 776,99 triliun. Debitor paling banyak adalah UMKM, dengan jumlah 5,43 juta atau senilai Rp 328,68 triliun. Sementara sisanya adalah debitor non-UMKM sebanyak 1,32 juta atau senilai Rp 448,32 triliun. 

Selain perbankan, ada juga debitor yang kreditnya direstrukturisasi perusahaan pembiayaan. Hingga 21 Juli 2020, ada 4,04 juta debitor yang kreditnya direstrukturisasi dengan nilai Rp 148,7 triliun. Angka ini sudah melandai dibanding April, Mei dan Juni lalu. [DWI]
 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.