Dark/Light Mode

Pertamina Rugi 11 Triliun

Ahok Gak Bawa Hoki

Rabu, 26 Agustus 2020 07:03 WIB
Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Twitter @basuki_btp)
Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Twitter @basuki_btp)

 Sebelumnya 
Pengamat perminyakan, Kurtubi punya pandangan lain. Dia tidak menyalahkan Ahok sepenuhnya. Politisi Nasdem ini cenderung menyalahkan sistem. Masalahnya, kata dia, dimulai pada 2001, ketika sistem tata kelola industri migas nasional diubah. UU Nomor 8/1971 tentang Pertamina diganti menjadi UU Nomor 22/2001 tentang Migas. "Dari pemegang kuasa pertambangan, menjadi perusahaan PT persero," kata Kurtubi, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
 
Perubahan ini, membuat derajat Pertamina turun. Powernya berkurang. Jika sebelumnya, setiap perusahaan minyak, termasuk asing, ada di bawah Pertamina, karena harus izin Pertamina sebelum eksplorasi, sekarang tidak lagi. Semua diserahkan ke SKK Migas, sebelumnya bernama BP Migas.
 
Sekarang, kata Kurtubi, Pertamina hanya mengandalkan sumur-sumur tua. Karena kesulitan membangun kilang baru. Untuk mengambil Blok Rokan saja, Pertamina harus melalui proses birokrasi rumit dan harus membayar signature bonus serta komitmen hingga 1,2 miliar dolar AS. Hingga harus mengeluarkan global bond di pasar modal Singapura. Hal itu tidak perlu terjadi jika Pertamina adalah pemegang kuasa pertambangan.
 
Atas hal itu, lanjut Kurtubi, produksi minyak Pertamina anjlok. Dari 1,7 juta barel per hari menjadi hanya 700 ribu barel saja. Padahal, dulu, 80 persen pendapatan negara berasal dari Migas. "Sekarang, mau bangun kilang saja sulit untuk pinjam uang. Dulu keroyokan itu bank-bank dunia, karena Pertamina punya wewenang," ucapnya.
 
Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies itu mengusulkan agar Pertamina kembali ke khittah awalnya. Tanpa itu, Pertamina akan tetap kesulitan. Meski ada sosok Ahok yang saat ini menjadi Komut. "Siapa pun yang jadi komisaris, dirut, nggak bisa. Karena sistemnya salah. Kembalikan ke sistem lama. Tidak lagi PT Persero, tapi kembali ke pemegang kuasa pertambangan," usulnya.
 
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu ikut angkat suara. Ia menyebut, salah satu penyebab tekornya perusahaan minyak itu karena pemerintah tidak membayar utang ke Pertamina. "Kalau turunkan BBM ruginya makin besar," cuit Didu di akun Twitternya @msaid_didu. [SAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.