Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Global Fortune 500 dan Kuasa Pertambangan Pertamina

Rabu, 26 Agustus 2020 08:42 WIB
Pengamat Pertambangan, Dr. Kurtubi (Foto: Istimewa)
Pengamat Pertambangan, Dr. Kurtubi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dalam penerbitan terbarunya,  Global Fortune 500 edisi 2019 tidak mencantumkan PT Pertamina (Persero) ke dalam daftar 500 Perusahaan dengan pendapatan terbesar di dunia.

PT Pertamina (Persero) yang ada saat ini sebelumnya bernama PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara), merupakan pemegang Kuasa Pertambangan berdasarkan UU Pertamina No. 8/1971.

Baca juga : Taniversary Apresiasi Petani dan Pertanian Indonesia

PERTAMINA merupakan merger dan integrasi dari 2 Perusahaan minyak milik negara yakni, Permina perusahaan yang bergerak di sektor hulu dan Pertamin di hilir.

Meski tidak masuknya PT Pertamina (Persero) ke dalam Daftar Global Fortune 500 merupakan "soal kecil" karena tidak memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap perekonomian nasional, tetapi hal ini bisa dilihat sebagai indikasi bahwa masih ada yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan industri migas di Tanah Air.

Baca juga : Kementan: Baturraden Percepat Pengembangan Ternak Ruminansia

Indikasi lain yg punya dampak sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia adalah anjloknya investasi explorasi migas, pasca berlakunya UU Migas No.22/2001. Hal ini diikuti oleh terus anjloknya produksi minyak mentah dari sekitar 1.300.000 bph sebelum berlakunya UU Migas, menjadi hanya sekitar 700.000 bph saat ini.

Padahal sumber daya (resources) migas secara geologis masih sangat besar. Sedikitnya, masih ada sekitar 50 miliar barrel minyak mentah dan sekitar 100 tcf gas, yang terjebak di sekitar 120 cekungan (sedimentary basins). Ditambah dengan kapasitas kilang yang stagnan bertahun-tahun di level sekitar 1 juta barrel per hari.

Baca juga : Demi Berbagi, Dita Soedarjo Lelang Kebaya Pertunangan

Semuanya bermuara pada neraca perdagangan migas, yang terus defisit selama bertahun-tahun. Lebih besar impor ketimbang ekspor.

Hal tersebut terjadi karena perubahan sistem tata kelola industri migas nasional dari UU Pertamina No.8/1971, yang menempatkan Pertamina sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan. Diganti dengan UU Migas No.22/2001, yang direkomendasikan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) sewaktu krisis moneter tahun 1998, di mana Pemegang Kuasa Pertambangan beralih ke pemerintah/Kementerian ESDM.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.