Dark/Light Mode

Global Fortune 500 dan Kuasa Pertambangan Pertamina

Rabu, 26 Agustus 2020 08:42 WIB
Pengamat Pertambangan, Dr. Kurtubi (Foto: Istimewa)
Pengamat Pertambangan, Dr. Kurtubi (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Pertamina diubah menjadi perusahaan PT Persero biasa yang dibentuk dengan Akte Notaris, tidak lagi dengan UU. Sistem yang simpel, tidak birokratik, dan berbelit-belit serta sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 adalah prinsip yang dianut dalam UU Pertamina No.8/1971. Kemudian diganti dengan sistem yg birokratik berbelit-belit, di mana yang berkontrak dengan pelaku usaha migas adalah pemerintah dalam hubungan "B to G".

Bahkan, UU Migas yang aktanya melanggar konstitusi Mahkamah Konstitusi ini, sudah mencabut belasan pasal dari UU Migas dan membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas dan Gas Bumi Migas (BP Migas). 

BP Migas kemudian berubah nama menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan status yang sama dengan BP Migas, sebagai lembaga pemerintah. Bukan merupakan entitas bisnis, hingga hari ini.

Baca juga : Taniversary Apresiasi Petani dan Pertanian Indonesia

Fakta-fakta tersebut terakumulasi dalam bentuk ketiadaan kepastian hukum dalam industri migas nasional. Terlebih, Parlemen (DPR) sudah dua periode (2009 - 2014 dan 2014 - 2019) gagal menghasilkan UU Perubahan atas UU Migas No.22/2001.

Sehingga, menurut pendapat saya, kemelut yang melanda industri migas Indonesia sejak tahun 2001 ini, solusinya sangat sederhana.

Kembalikan saja pengelolaan migas, sesuai Pasal 33 UUD 1945. Di mana Kuasa Pertambangan dikembalikan ke perusahaan negara, seperti di UU Pertamina No.8/1971 dan di UU No.44/Prp 1960, yang menetapkan bahwa pengusahaan migas hanya dapat diselenggarakan oleh negara. Pelaksana pengusahaannya hanya dapat dilakukan oleh perusahaan negara.

Baca juga : Kementan: Baturraden Percepat Pengembangan Ternak Ruminansia

Pengalaman empirik Kuasa Pertambangan di tangan pemerintah, membuktikan industri migas nasional malah terpuruk.

Selain produksi yang terus merosot selama dua dekade, Indonesia juga kehilangan marwah dan solidaritas sebagai anggota Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC),  karena sudah berubah status menjadi net oil importer.

Kepercayaan perusahaan migas dunia dan perbankan internasional kepada Pertamina juga merosot, karena tidak lagi memiliki kewenangan atas cadangan migas di perut bumi Indonesia.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.