Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Rasionya Tertinggal Dari Papua Nugini

Menkeu Curhat Sibuk Kebut Atasi PR Penggelapan Pajak

Jumat, 18 September 2020 05:05 WIB
Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Menteri Keuangan, Sri Mulyani

RM.id  Rakyat Merdeka - Rasio pajak Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih rendah. Bahkan, lebih kecil dari, Papua Nugini, negeri kecil dan miskin pula. Pemicunya antara lain masih banyaknya kasus pengelapan pajak.

Asian Development Bank (ADB) menyoroti rendahnya rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di negara-negara Asia, termasuk Indonesia. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui, rendahnya rasio pajak di Indonesia. 

Oleh sebab itu, dia berharap bisa meningkatkan kerja sama dengan berbagai negara untuk mereformasi perpajakan guna meningkatkan rasio pajak Indonesia. 

Baca juga : Kawal Ketat Penanganan Pandemi 9 Provinsi

“Rasio pajak kita rendah dan kita tidak bisa melakukan reformasi sendiri. Butuh kerja sama dengan berbagai pihak,” ujar Ani-sapaan akrab Sri Mulyani, kemarin. 

Dia mengungkapkan, Indonesia memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diatasi untuk mengerek rasio pajak. PR itu mulai dari rendahnya kepatuhan pajak hingga penggelapan pajak. “Jika persoalan itu tidak bisa diatasi, rasio pajak terhadap PDB sulit bergerak,” cetusnya. 

Dia menyambut baik inisiatif ADB yang menyerukan pembentukan hub regional untuk memobilisasi pendapatan domestik dalam rangka mendongrak rasio pajak. 

“Menurut saya apa yang Presiden ADB sampaikan adalah keputusan yang sangat menggembirakan dan positif,” puji Ani. 

Baca juga : Menkeu Buru Perusahaan Yang Belum Bayar Pajak

Presiden Asian Development Bank ( A D B ) Masatsugu Asakawa mematok standar rasio pajak terhadap PDB di setiap negara harus mencapai 15 persen. 

“Sebelum pandemi banyak negara tidak mencapai hasil pajak minimum sebesar 15 persen dari PDB. Tingkat yang sekarang secara luas dianggap sebagai tingkat minimum untuk pembangunan berkelanjutan,” kata Masatsugu dalam webinar bertajuk “Domestic Resource Mobilization and International Tax Cooperation”, kemarin. 

Dia mencatat berdasarkan data Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Cooperation and Development/ O E C D ) banyak negara berkembang Asia hanya memiliki rasio pajak 17,6 persen PDB. 

Bahkan kawasan ASEAN di bawah 15 persen. Pada 2018, OECD juga mencatat rasio pajak Indonesia juga terendah, yaitu 11,9 persen. Padahal rata-rata OECD waktu itu adalah 34,3 persen. 

Baca juga : SKK Migas Dinilai Berhasil Cegah Korupsi Di Hulu Migas

“Indonesia kalah dari Malaysia dan Singapura yang memiliki rasio 13,2 persen dan 12,5 persen. Bahkan Papua Nugini mampu mencapai 12,1 persen PDB. Rendahnya rasio pajak ini sangat terasa kala dunia dilanda pandemi Covid-19. Di mana banyak negara mengalami penurunan pendapatan,”kata Masatsugu. 

Kondisi iTU, lanjut Masatsugu, membuat banyak negara di Asia kini harus bertumpu pada utang. Namun, upaya menambah utang tidak mudah karena kemampuan membayar diukur dari pajak. ADB menyerukan pembentukan hub regional yang efektif untuk mendorong optimalisasi sumber daya pendapatan domestik. 

Menurut Masatsugu, hub regional ini berfungsi sebagai platform terbuka bagi negara mitra. “Dengan begitu, mereka dapat berkolaborasi secara erat untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan praktis serta berkoordinasi dalam dukungan pembangunan,” pungkasnya.  [NOV]


 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.