Dark/Light Mode

Tak Selesaikan Masalah Sampah

Kantong Plastik Berbayar Cuma Buat Cari Untung?

Jumat, 8 Maret 2019 08:43 WIB
Himbauan untuk hemat menggunakan kantong plastik di sebuah mini market. (Foto : istimewa)
Himbauan untuk hemat menggunakan kantong plastik di sebuah mini market. (Foto : istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kebijakan kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) yang diterapkan pengusaha ritel dengan tujuan menekan sampah plastik dianggap tidak efektif.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menilai, aturan itu tak akan bisa menuntaskan persoalan sampah. “Kita melihat itu tidak efektif dan urgensinya tidak ada, karena tidak menyelesaikan masalah,” katanya kepada Rakyat Merdeka.

Fajar menjelaskan, kebijakan plastik berbayar ini bukan hal baru yang diterapkan oleh para pelaku usaha industri ritel. Dia bilang, kebijakan plastik berbayar pernah diberlakukan sekitar Tahun 2016. Dari kebijakan sebelumnya itu tidak ada penurunan yang signifikan untuk pemakaian plastik. Pasalnya, dari data yang dia miliki, pemakaian kantong plastik masih di kisaran 300 ribu ton pada tahun tersebut. “Sudah pernah diterapkan tapi masyarakat yang menggunakan plastik tetap ada,” katanya.

Dia mempertanyakan tujuan dari kebijakan yang kembali diterapkan oleh para peritel ini. Jika tahun sebelumnya tidak memberikan dampak signifikan untuk pengurangan sampah, ataupun penggunaan plastik lalu kenapa diterapkan lagi. “Jadi sebenarnya tujuan plastik berbayar di ritel ini untuk apa sebenarnya, karena kalau untuk mengurangi sampah plastik ya ini tidak berhasil,” tegasnya.

Baca juga : Yusril Bersedia Jadi Kuasa Hukum Warga Kampung Japat

 Fajar menduga keputusan peritel bukan murni untuk mengatasi sampah plastik. Kebijakan itu justru terlihat hanya untuk menambah keuntungan. Dari yang sebelumnya gratis menjadi bayar tentu hal ini akan mempengaruhi pemasukan meski harga yang dijual hanya Rp 200.

Apalagi, penerapan kebijakan plastik berbayar tidak mempunyai landasan hukum jelas. “Yang sebelumnya kebijakan plastik berbayar berhenti karena tidak ada payung hukum, pertanggung jawaban seperti apa, sekarang juga bagaimana. Jadi yang terlihat fokusnya ini benar- benar jualan,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, persoalan sampah memang menjadi momok yang harus diselesaikan. Namun penyebab sampah bukan karena plastik belanja yang gratis. Tidak hanya plastik, persoalan sampah jenis apa pun bisa mengakar jika masyarakatnya tidak pernah memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya.

Fajar menilai pencemaran sampah plastik akan terus terjadi jika masih ada kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat. Kebiasaan tersebut yang merusak lingkungan antara lain mengakibatkan sungai dan laut ikut tercemar.

Baca juga : Menhub Pastikan LRT Beroperasi Akhir Maret

Dia berharap, pemerintah memberikan dukungan kepada usaha plastik daur ulang. Peran perusahaan daur ulang plastik sangat penting. Karena hasilnya bisa untuk packaging, bahan tekstil, toples, hingga otomotif. “Jika sampah plastik dibuang pada tempat yang disediakan, mereka bisa diolah menjadi barang yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga,” harapnya.

Harga plastik yang ditetapkan hanya Rp 200 per kantong plastik tidaklah besar. Bagi ritel modern yang konsumennya menengah atas, tentu akan dianggap murah. Namun yang dia permasalahkan, kemana perginya uang yang ditagih ke konsumen itu. “Bagi konsumen ritel modern mereka menengah atas ya, Rp 200 ya nggak masalah. Tapi ini uang- nya ini kemana?” ungkap Fajar.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, kantong plastik memang menjadi salah satu barang dagangan. Ini sesuai kebijakan plastik berbayar. Dengan begitu menurut mereka, akan menghilangkan predikat memakai uang konsumen.

“Jadi kantong plastik akan masuk di bill di struk, kita juga akan bayar pajaknya, setiap transaksi itu kan ada pajaknya, jadi tak ada yang dirugikan di sini, tidak ada yang sebut memakai uang konsumen,” ungkapnya.

Baca juga : KBRI Janji Bantu Selesaikan Masalah Buruh Migran Indonesia Di Brunei

Kebijakan kantong plastik tidak gratis ini sesuai dengan harapan pemerintah di mana sampah yang dihasilkan di Indonesia sebanyak 64 juta ton per tahun, 70 persennya merupakan sampah plastik. Pemerintah menargetkan dapat mengurangi sampah plastik sebesar 30 persen.

“Aprindo dengan hampir 40.000 toko di Indonesia secara prinsip bersama-sama mendukung program pemerintah dalam pengurangan sampah plastik,” tegasnya.

Roy berharap, dengan kebijakan kantong plastik tidak gratis ini dapat mengubah budaya masyarakat yang akrab sekali dengan kantong plastik. [JAR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.