Dark/Light Mode

Ekspor Dan Impor Melambat, Pengusaha Tak Salahkan Pemerintah

Senin, 18 Maret 2019 09:10 WIB
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W. Kamdani. (Foto: ist)
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta W. Kamdani. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ekspor dan impor selama Februari mengalami pelambatan. Perlambatan ekonomi global ditunjuk sebagai kambing hitam oleh kalangan dunia usaha.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani mengatakan, secara historis, ekspor Februari hampir selalu di bawah ekspor Januari atau Desember. Sebab, konsumsi hampir selalu turun pasca Natal dan Tahun Baru.

"Efek lainnya, karena kinerja industri Indonesia juga sedang tidak bisa meningkat karena pasar internasional sedang tidak punya appetite besar untuk membeli. Ini juga pengaruh pelambatan ekonomi dunia," kata Shinta di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, saat ini pasar internasional sedang mengalami penurunan daya beli karena perang dagang sudah sampai menyebabkan perlambatan industri manufaktur China. Efeknya demand terhadap ekspor produk nonmigas di seluruh dunia.

Baca juga : Zulhas Ajak Kawal Demokrasi

“Ini sudah terindikasi sejak bulan Januari 2019, berdasarkan survei Caixin Purchasing Manager’s Index (PMI)," ujarnya.

Jadi, kata Shinta, pada dasarnya industri China yang sedang melambat dan daya belinya yang turun menyebabkan permintaan atas barang non-migas dari negara pengekspor input produksi seperti Indonesia juga ikut turun. Akhirnya ekspor Indonesia jadi loyo.

Selain itu, di negara maju seperti Uni Eropa, juga sedang mengalami perlambatan karena beberapa komoditi pentingnya juga dicekal Amerika dan ada uncertainty terkait penyelesaian Brexit di akhir bulan ini.

“Sehingga pelaku usaha internasional juga dalam kondisi wait and see dan tidak berani mengambil komitmen terhadap aktifitas produksi yang berskala besar atau berkomitmen panjang," sambung dia.

Baca juga : Golkar Minta Dewan Tak Buru-buru Sahkan RUU Pertanahan

Faktor lainnya, Indonesia tidak bisa memanfaatkan potensi pasar yang tercipta di AS sejak perang dagang. Sebab, Indonesia tidak memproduksi seluruh produk yang bisa menjadi subtitusi terhadap produk yang dicekal oleh AS dari China.

Masalah ini, sambung Shinta, sebetulnya bisa diatasi dengan ekspansi ekspor ke pasar ekspor baru. Tetapi penetrasi pasar ke negara tujuan ekspor baru itu tidak mudah dan perlu waktu.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tetap mewaspadai perkembangan ekspor impor yang mengalami perlambatan pada Februari. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor Indonesia di Februari tercatat 12,53 miliar dolar AS.

Sementara, impor tercatat 12,2 miliar dolar AS, atau ada selisih sekitar 330 juta juta dolar AS. Meski ekspor Februari mengalami surplus, namun kinerja ekspor pada bulan lalu merosot 11,33 persen dibanding periode Sementara, kinerja impor tercatat turun 13,98 persen.

Baca juga : Pengusaha Minta Pemerintah Antisipasi

"Ini bentuknya musiman karena biasanya Februari, Maret ini adalah faktor musiman penurunan (ekspor) ataukah ada sesuatu yang sifatnya lebih fundamental seperti dampak dari pelemahan ekonomi dunia," jelasnya.

Untuk impor, misalnya, Sri Mulyani harus memastikan apakah penurunan tersebut terjadi karena industri domestik mampu memenuhi kebutuhan bahan baku dan barang modal yang tadinya diimpor. Jika tidak ada substitusinya maka penurunan impor akan berdampak pada aktivitas industri. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.