Dark/Light Mode

CIPS Ingatkan Pemerintah Soal Kenaikan Harga Pangan

Rabu, 20 Januari 2021 21:19 WIB
Penjual sayuran. (Foto: ist)
Penjual sayuran. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta mengatakan, pemerintah harus mewaspadai fluktuasi harga pangan yang berlangsung sejak akhir tahun lalu.

Pemerintah perlu memastikan ketersediaan komoditas pangan di pasar untuk membuat harganya terjangkau, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Pantauan CIPS menunjukkan, data Desember 2020 menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan harga di beberapa komoditas tertentu (month to month).

Kenaikan terjadi pada komoditas beras.  Sedangkan penurunan harga terjadi pada komoditas daging sapi, telur, dan bawang merah. Dilansir dari data BPS, fluktuasi harga komoditas pada bulan Desember menyebabkan inflasi pada bulan Desember sebesar 0,45 persen (month to month).

Lebih lanjut, BPS juga menuturkan bahwa inflasi pada bulan ini utamanya disebabkan karena kenaikan cabai merah yang menyumbang 0,12 persen dan telur ayam ras sebesar 0,06 persen.

Felippa menjelaskan, kenaikan harga di beberapa komoditas ini dipicu oleh peningkatan jumlah permintaan yang disebabkan oleh Natal dan Tahun Baru. Sedangkan penurunan harga di beberapa komoditas lainnya disebabkan oleh masuknya masa panen di sejumlah sentra produksi di akhir tahun.

Baca juga : SSLC Tingkatkan Kemampuan Warga Papua

Harga daging sapi berada di posisi Rp. 143.985 per kg, cukup stabil tinggi menjelang perayaan Natal dan Tahun baru. Tingginya harga daging sapi juga turut menyumbang inflasi pada Desember. Hampir serupa dengan daging sapi, harga telur masih cukup tinggi menjelang akhir Desember 2020, yakni mencapai Rp. 40.528 per kg.

Salah satu hal yang disebut menyebabkan tingginya harga telur ini menurut Kementerian Pertanian (Kementan) dan Asosiasi Peternak Layer Nasional adalah karena adanya lonjakan permintaan konsumsi telur yang meningkat semenjak masa pandemi, hingga mencapai 4 kg per kapita. Tingginya permintaan ini tidak dibarengi dengan pasokan telur yang cukup sehingga berdampak pada masih tingginya harga telur di pasaran.

Penurunan suplai tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan Kementan untuk membantu peternak yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Dirjen PKH No.09246T/SE/PK/230./F/08/2020 tentang Pengurangan DOC FS Melalui Cutting HE Umur 18 Hari, Penyesuaian Setting HE dan Afkir Dini PS Tahun 2020. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga daging ayam yang anjlok.

Selain itu, tidak dipungkiri proses produksi juga terpengaruh oleh cuaca buruk. Harga pakan ternak pun naik sehingga turut mempengaruhi harga produksi telur.

Harga beras mengalami peningkatan tipis dari angka Rp. 12.500 per kg di bulan November menjadi Rp. 12.587 per kg pada bulan Desember. Kenaikan sebesar 0,7 persen ini disebut BPS karena berkurangnya pasokan panen.

Baca juga : Lantik PAW Anggota MPR, Bamsoet Ingatkan Pentingnya Haluan Negara

Jika dibandingkan dengan kota-kota besar di negara tetangga, harga beras di Jakarta berada di urutan ke dua terendah di antara kota-kota seperti Kuala Lumpur, Manila, Singapore, dan Bangkok. 

Kuala Lumpur menjadi kota yang memiliki rata-rata harga beras termurah yaitu sebesar Rp 9.036 per kg. Meskipun begitu, lanjut Felippa, selisih harga beras di Jakarta dengan Kuala Lumpur cukup jauh, yaitu sebesar Rp 3.551.

Bawang merah justru mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tercatat bahwa harga bawang merah pada bulan Desember berada di angka Rp 65.906 per kg, turun 4,4 persen dibanding dengan harga di bulan November yang mencapai Rp 68.966 per kg.

Badan Ketahanan Pangan melaporkan bahwa turunnya harga bawang merah disebabkan karena adanya masa panen yang relatif serentak di sejumlah daerah penghasil bawang merah. Hal ini membuat stok bawang merah menjadi melimpah.

Meskipun begitu, harga bawang merah di Jakarta tetap menjadi yang termahal di bandingkan dengan beberapa kota-kota di di kawasan Asia Tenggara, bahkan hampir mencapai dua kali lipat dari harga di Kuala Lumpur, yang berada di angka Rp 34.075 per kg. Sementara itu, beberapa kota lainnya seperti Manila, Singapura, dan Bangkok berada di kisaran Rp 53.000-Rp 58.000 per kg.

Baca juga : Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19, Kota Bogor Resmikan RS Lapangan

Menurut Felippa, sangat penting bagi pemerintah untuk memperhatikan pergerakan harga sebagai salah satu indikator ketersediaan komoditas pangan di pasar. Harga yang terjangkau akan sangat membantu masyarakat, terutama di masa pandemi, untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan gizinya.

“Upaya untuk terus meningkatkan produktivitas pangan dalam negeri juga harus diupayakan terus menerus bersamaan dengan menjaga kelancaran rantai distribusi,” tegas Felippa.

Felippa mengingatkan, kenaikan harga beberapa komoditas pokok juga terjadi di awal tahun lalu dan di awal masa pandemi di Indonesia. Untuk menstabilkan harga, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat membebaskan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). 

Dengan meniadakan RIPH, impor beberapa komoditas pangan diharapkan bisa berjalan lebih cepat dan pasokan keduanya bisa segera memasok kebutuhan dan menstabilkan harga di pasar Indonesia. Tidak hanya RIPH, Kemendag juga membebaskan importir dari kewajiban mengurus Surat Perizinan Impor (SPI). 

Langkah tersebut sangat relevan untuk mencegah tingginya harga akibat kelangkaan komoditas pangan. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.