Dark/Light Mode

Ekonomi Masih Saja Loyo

Penurunan Bunga Kredit Bukan Obat Mujarab Lho...

Minggu, 7 Maret 2021 21:44 WIB
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Lambannya penurunan suku bunga kredit perbankan, dituding menjadi biang kerok ketidakpastian ekonomi yang tinggi selama pandemi Covid-19. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, penurunan suku bunga kredit bukan obat mujarab untuk menggairahkan ekonomi.

"Jadi, walaupun bunga acuan BI (repo rate) diturunkan 125 bps sepanjang 2020, namun bunga kredit hanya turun 83 bps," ucap Eko dalam diskusi di Jakarta, kemarin.

Baca juga : Mandiri Layani Penukaran Uang Asing Bertarif Murah

Secara umum, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan telah mengalami penurunan secara bertahap per masing-masing segmen (Korporasi, Ritel, KPR). Rata-rata SBDK korporasi Januari 2021 sebesar 9,08 persen, turun dari 10,30 persen pada Januari 2019. SBDK ritel Januari 2021 sebesar 9,94 persen, turun dari 11,05 persen pada Januari 2019. SBDK KPR Januari 2021 sebesar 9,80 persen, turun dari posisi 10,91 persen pada Januari 2019.

Selain itu, ia melihat, tingginya biaya dana dan operasional di bank BUMN menjadi salah satu penyebab bank enggan buru-buru merespons kebijakan suku bunga BI. Di mana repo rate 3,50 persen saat ini adalah yang terendah sepanjang sejarah. Eko juga menggarisbawahi, kendati sekarang bank telah menurunkan suku bunga kredit, namun tetap tidak mampu menggairahkan sektor riil lantaran kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Ia yakin, sektor swasta tetap akan berhati-hati dalam berekspansi, apalagi kalo sumber modalnya adalah utang dari perbankan. “Mereka pasti akan lebih hati-hati lagi karena ada kewajiban cicilan di situ,” tutur Eko.

Baca juga : Sumpah Ke Ortu, Bukan Pelakor

Karena itu, dia menyarankan kebijakan fiskal perlu dijalankan demi mengatasi pandemi dan mendorong daya beli, kemudian disusul dukungan dari sektor perbankan seiring optimisme yang mulai pulih. "Stimulus kebijakan fiskal itu salah satunya adalah stimulus penanganan krisis kesehatan," jelasnya.

Diamini Chief Economist PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Anton Hendranata, penurunan suku bunga kredit tidak akan efektif mendongkrak permintaan pembiayaan, apalagi untuk menopang pemulihan ekonomi. "Mendongkrak kembali permintaan masyarakat dan daya belinya, serta pengendalian pandemi Covid-19 adalah kunci utama dari mendorong pertumbuhan kredit," katanya.

Baca juga : Edhy Prabowo: Saya Tidak Mencuri Uang Negara, Sedikit Pun...

Untuk itu, sambungnya, penggelontoran beragam stimulus ekonomi melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 masih sangat dibutuhkan. “Bantuan sosial, bantuan langsung tunai, dan program padat karya adalah jalan terbaik, cepat, dan relatif mudah implementasinya di lapangan,” tutur Anton.

Menurutnya, stimulus dari pemerintah sangat efektif mendorong kembali belanja masyarakat level bawah, karena kecenderungan mengonsumsi (Marginal Propensity to Consume/MPC)-nya tinggi. "Masyarakat level bawah dan rentan miskin jika mendapatkan uang akan langsung dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya," imbuh Anton. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :