Dark/Light Mode

Ketimbang PLTS Atap

Pakar Energi : Fokus Saja Ke PLTS Ganti Pembangkit Diesel Di Daerah

Selasa, 17 Agustus 2021 21:02 WIB
Ilustrasi PLTS Atap. (Ist)
Ilustrasi PLTS Atap. (Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Dosen ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Yayan Satiyakti, menilai kebijakan solar cell untuk rooftop yang masif sangat bagus dikembangkan di Indonesia demi menurunkan ketergantungan listrik berbahan bakar fosil.

"Akan tetapi, jika berkaca pada pasar yang relatif berhasil mengembangkan teknologi ini, yaitu Uni Eropa. Hal yang dilakukan oleh Indonesia agar inovasi yang baik ini menjadi sukses, harus memenuhi beberapa catatan," katanya, Selasa (17/8/2021).

Pertama kata dia, terkait permintaan dari rooftop PV (Panel Surya Atap). Apakah kesediaan orang Indonesia menggunakan teknologi ini sudah tinggi atau belum.

Pasalnya, menurut Yayan, teknologi yang digunakan oleh konsumen yang memang memiliki literasi yang baik untuk menggunakan teknologi ini. Seperti literasi lingkungan akan green economy atau green investment.

Baca juga : Pembangunan PLTS Atap Mau Digeber, Perhatikan 4 Hal Ini

Selain itu, ada juga masyarakat yang tidak bersedia untuk menggunakannya.

“Maka jawabannya yaitu economic incentives. Apakah benefit menggunakan teknologi bagi rumah tangga akan lebih banyak dibandingkan cost of investment and maintenance dari penggunaan teknologi ini,” ujar Yayan.

Doktor dari Czech University of Life Science Prague, Republik Ceko itu mencontohkan, ada vendor yang siap untuk instalasi, layanan purna jual untuk maintenance yang dapat diakses seperti menggunakan mobile phone pada saat ini.

“Semua dapat diakses dengan mudah dan nilai ekonomis dari investasi. Ini mudah diakses dan dibeli dengan murah atau investasi yang efisien,” kata Yayan.

Baca juga : Fokus Piala Sudirman, Thomas Dan Uber...

Kedua, terkait investasi yang efisien untuk roofsolar PV tidak mudah. Yayan mencontohkan, di beberapa negara Eropa seperti Perancis, Jerman, Spanyol atau Italia Levelised Cost of Electricity (LCOE) kurang lebih 20 Eurocent/kWh.

Masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan LCOE di wilayah Eropa Tengah Timur seperti Hungaria, Bulgaria, Romania, dan Estonia yang hanya 5-10 Eurocents/kWh pada 2017.

Namun, harganya terus turun dalam jangka waktu tiga tahun sebesar 50 persen menjadi 5-10 Eurocent/kwH.

“Artinya pengembangan R&D untuk teknologi rooftop PV di Eropa sangat signifikan menurunkan LCOE selama periode 2017-2019,” katanya.

Baca juga : Kota Kembang Siaga, Satgas Ganip Percepat Vaksinasi

Menurut Yayan, jika melihat pada tarif dasar listrik (TDL) Indonesia, harga akhir listrik di Indonesia berada di kisaran 6-8 Eurocents/kWh. Ini berdasarkan informasi dari PT PLN untuk TDL April – Juni 2021.

“Kita dapat bayangkan ini harga konsumsi akhir, jika kita bandingkan dengan harga rooftop di EU harga tersebut adalah ongkos produksinya, jadi mereka akan jual di kisaran 9-10 Eurocents/kWh. Keekonomian TDL harga listrik saat ini tidak mendukung terhadap keekonomisan dari investasi teknologi rooftop PV,” ungkap Yayan.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.