Dark/Light Mode

Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau Di Indonesia Kudu Disederhanakan

Jumat, 17 September 2021 14:20 WIB
Buruh di Industri Hasil Tembakau. (Foto: Ist)
Buruh di Industri Hasil Tembakau. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Struktur tarif cukai rokok dianggap rumit dan kompleks. Hal inilah yang membuat tidak maksimalnya upaya pengendalian konsumsi tembakau dan tidak optimalnya penerimaan negara.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, penerimaan cukai masih menjadi salah satu sumber penerimaan negara, khususnya dalam upaya pemulihan ekonomi saat ini.

Apalagi, kata Piter, peran APBN dalam pemulihan ekonomi itu sangat besar, karena pemerintah terus berusaha melindungi masyarakat dan menjaga kepastian usaha.

"Dalam hal ini, kita membutuhkan sekali penerimaan cukai untuk menutup penerimaan pajak, termasuk cukai," ujarnya di Jakarta, Jumat (17/9).

Baca juga : Pakar: Sidang Harus Terpisah, Jangan Disatukan

Piter tak memungkiri saat ini penerimaan cukai tertinggi memang berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT). "Pemerintah seharusnya lebih memikirkan, jangan sampai penerimaan cukai itu banyak bocornya, sehingga perlu adanya simplifikasi dari struktur tarif CHT," ingatnya.

Adapun, kata Piter, struktur tarif CHT sangat mempengaruhi penerimaan negara karena strata yang ada dan berlaku saat ini mendorong pengusaha menyiasati tarif cukai yang dibayarkan menjadi lebih kecil. Akibatnya, potensi penerimaan negara tersebut hilang.

Akademisi Univesitas Gajah Mada (UGM) R.Y. Kun Haribowo Purnomosidi menilai, dalam sistem pajak memang selalu ada kemungkinan penghindaran pajak (tax evation).

"Cara untuk menguranginya, adalah mengurangi marginal benefit dengan cara mengurangi cukai rokok. Langkah kedua adalah dengan menambah marginal cost-nya. Termasuk di sini di dalamnya adalah simplifikasi tarif CHT," katanya.

Baca juga : Tarif Cukai Naik, Rokok Ilegal Diprediksi Tumbuh Subur

Kun mengatakan, layer dan harga jual eceran harus menjadi perhatian karena sangat berpengaruh besar terhadap pelanggaran. Ini sejalan dengan survei rokok ilegal dari 2010-2020. Rokok ilegal lebih banyak terkait salah personalisasi dan salah peruntukan layer ke tarif cukai lebih murah.

"Artinya di situ ada yang memanfaatkan perpindahan layer," ujarnya.

Dia menjelaskan, pada survei lainnya juga membuktikan bahwa struktur tarif CHT yang kompleks memiliki 96 persen kemungkinan mendorong perusahaan untuk melakukan pelanggaran, mulai dari jenis nilainya dan jumlah pelanggarannya, dibandingkan dari struktur tarif yang lebih sederhana.

Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani mengatakan, pihaknya mendukung upaya pemerintah menyederhanakan struktur tarif CHT.

Baca juga : Cukai Hasil Tembakau Naik, Petani Sulit Bertahan

Hal ini sejalan dengan rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahwa penyederhanaan struktur tarif CHT sebagai langkah pengendalian konsumsi tembakau.

"Kalau ada perbaikan struktur cukai, kita berharap nanti anggaran kesehatannya yang memang disuplai oleh cukai tembakau akan meningkat, terutama di daerah. Pemanfaatan dana bagi hasil CHT ini juga diberikan untuk iuran JKN BPJS masyarakat yang tidak mampu," ujarnya.

Kalsum menjelaskan, bahwa penyederhanaan struktur tarif CHT ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan negara. "Selain itu ada juga peningkatan outcome kesehatan dan mengurangi konsumsi rokok," tuturnya. [KPJ]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.