Dark/Light Mode

Investor Optimistis Rencana Bisnis BRI

Jumat, 17 September 2021 15:54 WIB
Pengamat pasar modal Edhi Pranasidhi/Ist
Pengamat pasar modal Edhi Pranasidhi/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Rights Issue PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mendapat sambutan positif dari investor di tengah ramainya aksi korporasi serupa di pasar modal dalam negeri.

Pengamat pasar modal yang juga Founder Indonesia Superstocks Community Edhi Pranasidhi mengatakan, BRI berpotensi mendapat penghimpunan dana penuh. Pasalnya, investor publik memiliki optimisme terhadap rencana bisnis BRI yang akan menggunakan dana hasil rights issue untuk modal pengembangan Holding Ultra Mikro (UMi).

"Sudah terserap lebih dari 50 persen, ini artinya sudah sangat bagus. Kalau soal potensi, saya sudah sangat yakin. Terlebih harganya sangat murah (Rp 3.400)," kata Edhi.

Dalam catatannya, ada 10 broker besar yang berinvestasi saham di BRI namun belum mencatat keuntungan yang baik. Bahkan, beberapa di antaranya mengambil langkah cut loss tipis dari harga pembelian.

Edhi mengatakan, broker-broker tersebut saat ini kemungkinan besar melakukan aksi beli dan ikut menyerap Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) BRI untuk mengembalikan marginnya.

"Terlebih, saham bank BRI ini bisa melonjak ke Rp 4.750 sangat signifikan pada hari pertama perdagangan usai aksi korporasi. Itu masih kena," ujar Edhi, optimistis.

Terkait aksi para investor tersebut, Edhi pun tak memungkiri strategi investor untuk menyerap HMETD akan beragam. Baik menjual saham induk seluruhnya maupun sebagian.

Namun, tidak akan ada isu perebutan dana di antara emiten karena maraknya rights issue. Sebab, dana yang tersedia lebih dari cukup baik di sisi investor maupun simpanan di perbankan.

Baca juga : Brantas Abipraya Optimalisasi Fasilitas Penanganan COVID-19

"Lagi pula, nilai bursa efek per GDP kita juga belum menyentuh 100 persen, baru sekitar 50 persen saja. Jadi masih ada potensi yang cukup besar untuk dana lebih banyak masuk lagi ke bursa saham," jelasnya.

Penyerapan rights issue BRI yang sangat positif saat maraknya aksi korporasi di pasar modal dinilai wajar ketika investor publik berpikir rasional. Menurut Penasihat Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Edwin Sebayang, investor akan melihat alasan utama ditempuhnya aksi korporasi tersebut.

Edwin mengatakan, ada beberapa sebab yang mendasari emiten melakukan right issue tahun ini. Seperti pemenuhan kebutuhan modal kerja, pendanaan ekspansi bisnis, ada pula untuk kebutuhan membayar utang.

Ada pun BRI akan menggunakan dananya untuk permodalan sumber pertumbuhan baru yang sangat menjanjikan ke depan melalui Holding UMi.

“Dari perspektif investor, paling bagus kalau (emiten) me-rights issue bukan untuk bayar utang, tapi kelihatan ini karena ada tuntutan untuk ekspansi. Kemudian, karena pemegang saham pengendali menambah modalnya mau tidak mau harus rights issue supaya tidak terjadi dilusi. Itu yang terjadi pada saham-saham BUMN,” jelasnya.

Karena itu, pengembangan bisnis ke depan, menurutnya, akan menjadi pertimbangan utama investor untuk subscribe atau menebus rights issue tersebut.

Analis pasar modal sekaligus ekonom dari LBP Institute Lucky Bayu Purnomo mengamini Edwin. Dia berpendapat, orientasi pasar saat ini masih melihat emiten yang memiliki status fundamental yang baik dan berkomitmen menambah modal untuk pengembangan bisnis dan kemampuan ekspansi di masa datang, serta diversifikasi portofolio usaha.

Menurut Bayu, pasar saat ini masih melihat market cap yang cukup besar pada emiten-emiten yang memiliki status fundamental baik. Ramainya rights issue sebetulnya momentum bagi pelaku pasar melihat perebutan dana itu kepada emiten-emiten yang sebenarnya memiliki proses pengelolaan yang baik. “Untuk itu kita harus melihat sektor yang menarik,” tuturnya.

Baca juga : Pendekatan Yurisdiksi Kembangkan Prospek Bisnis Kolaboratif

Perluas Layanan Keuangan Formal

Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu RK mengatakan, sejauh ini memang rencana rights issue masih berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan. Menurutnya, perseroan sangat yakin dan percaya bahwa aksi korporasi ini akan disambut positif oleh stakeholders.

“Mengingat, sebenarnya investment thesis yang kami usung ini tidak hanya membawa economic value, namun juga social value. Dengan pembentukan ekosistem ini, kami berharap dapat memperluas akses layanan keuangan formal yang lebih terintegrasi dalam satu ekosistem,” ujarnya.

Dengan demikian, dapat memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha di segmen ultra mikro dalam program pemberdayaan yang akan meningkatkan skala bisnis mereka.

Melalui Holding UMi yang didanai hasil rights issue, upaya pembentukan ekosistem usaha ultra mikro terbesar di Indonesia ini, menurutnya, akan membawa sinergi baik dari sisi revenue enhancement maupun cost efficiency.

Seperti diketahui, dalam prospektus yang diterbitkan Selasa (31/8), manajemen BRI menawarkan sebanyak-banyaknya 28,213 miliar Saham Baru Seri B dengan nilai nominal Rp 50 per saham atau sebanyak-banyaknya 18,62 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah Penambahan Modal Dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) I. 

Harga pelaksanaan rights issue BBRI Rp 3.400 per lembar saham. Pemerintah melaksanakan seluruh haknya sesuai dengan porsi kepemilikan sahamnya dalam BRI dengan cara penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang (inbreng) sesuai PP No. 73/2021.

Seluruh saham Seri B milik pemerintah dalam PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM dialihkan kepada BRI melalui mekanisme inbreng.

Baca juga : BI Optimistis Pemulihan Ekonomi Semakin Kuat

Nilai total PMHMETD I yang telah memperhitungkan inbreng serta eksekusi hak Pemegang Saham Publik sebanyak-banyaknya sebesar Rp 95,92 triliun. Dari total dana tersebut, nilai inbreng sebesar Rp 54,77 triliun dan sisanya Rp 41,15 triliun apabila seluruh pemegang saham publik mengeksekusi haknya sesuai porsi masing-masing.

Ada pun proses pembentukan Holding UMi telah mencapai tahap final dengan ditandatanganinya pengalihan saham (inbreng) Pegadaian dan PNM kepada BRI selaku induk Holding UMi, Senin (13/9).

Viviana menjelaskan, potensi besar pertumbuhan segmen usaha ultra mikro nasional dengan mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM. Pada 2019, terdapat 65 juta usaha mikro di Indonesia. Sekitar 46 juta di antaranya membutuhkan pendanaan.

Ada pun sekitar 20 juta usaha ultra mikro yang telah memperoleh akses pendanaan dari sumber formal seperti bank, BPR, perusahaan gadai, koperasi maupun lembaga keuangan lainnya.

Sekitar 12 juta usaha ultra mikro lainnya mendapatkan akses pendanaan dari sumber informal seperti keluarga, kerabat dan lembaga informal lainnya. Sehingga masih terdapat sekitar 14 juta usaha ultra mikro yang belum memiliki akses pendanaan sama sekali, baik dari sumber formal maupun informal. 

“Inilah yang akan menjadi target pertumbuhan bisnis ultra mikro ke depan,” jelas Viviana. [WHY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.