Dark/Light Mode

Cegah Monopoli, Tarif Promo Jor-Joran Ojol Harus Diatur

Senin, 20 Mei 2019 21:28 WIB
dari kiri, Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Zainal Asikin, Mantan Ketua KPPU Syarkawi Rauf, dan Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara saat acara diskusi
dari kiri, Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Zainal Asikin, Mantan Ketua KPPU Syarkawi Rauf, dan Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara saat acara diskusi "Aturan Main Industri Ojol: Harus Cegah Perang Tarif" di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/5). (Foto: Indra Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah diminta untuk melarang aplikator transportasi ojek online (ojol) menerapkan tarif promo yang jor-joran dan mengarah pada praktik predatory pricing alias jual rugi. Perilaku persaingan usaha yang tidak sehat tersebut berpotensi menyingkirkan kompetitor dan menciptakan monopoli yang merugikan konsumen.

Mantan Ketua Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, dua payung hukum yang diterbitkan pemerintah untuk mengatur bisnis transportasi online,masih memiliki celah yang bisa disalahgunakan oleh aplikator. Dua beleid tersebut adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi. 

“Dalam aturan itu ada ketentuan tarif batas atas untuk melindungi konsumen, serta tarif batas bawah untuk mencegah perang tarif. Tapi tidak diatur soal promo,” ujar Syarkawi pada diskusi "Aturan Main Industri Ojol: Harus Cegah Perang Tarif"yang digelar Komunitas Peduli Transportasi di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (20/5).

Baca juga : Driver Ojol Ancam Demo Lagi

Dia menyayangkan, pemerintah tidak mengatur ketentuan pemberlakuan promosi yang bisa diberikan oleh aplikator kepada konsumennya. Pasalnya dari situ bisa muncul praktik predatory pricing

“Misal ongkos produksinya 20, lalu aplikator jual 0. Atau kenapa dengan tarif promosi bisa diskon 100 persen. Istilahnya dia berani jual rugi untuk memperbesar pangsa pasar dan menyingkirkan kompetitornya,” katanya.

Praktik ini, kata Syarkawi, tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Di pasal 20  disebutkan pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat menyebabkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Baca juga : Program ESDM Terangi Jalan Gunung Kidul

Jika dilihat dari kacamata konsumen, Syarkawi membantah bahwa tarif promosi itu menguntungkan dalam jangka panjang. Pasalnya, jika suatu perusahaan yang melakukan predatory pricing itu sudah berhasil menyingkirkan kompetitornya dan menjadi pemain tunggal (monopolis), barulah ia akan menerapkan tarif yang sangat tinggi guna menutupi biaya promosi yang sudah pernah dikeluarkannya dulu.

“Dengan hanya ada satu pemain dominan, maka pemain tersebut akan bebas menerapkan harga. Pada transportasi online uniknya monopoli tidak akan hanya  merugikan konsumen, tapi juga driver karena mereka akan kehilangan posisi tawar dan pilihan,” katanya.

Ia juga menilai predatory pricing akan menghambat masuknya pemain baru yang dipastikan akan kesulitan bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang punya kemampuan modal kuat untuk memberikan promo. “Ini harus diatur oleh pemerintah soal jangka waktu dan besaran promo ini,” tegasnya.

Baca juga : Caleg Golkar Mulai Pasang Foto Jokowi-Ma’ruf Di Stiker

Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Zainal Asikin mengatakan, pemerintah sudah sangat bijaksana mengatur dan memperhatikan keberlangsungan usaha transportasi online di Indonesia. Pemerintah cukup memahami adanya kebutuhan regulasi untuk menjaga agar manfaat positif tersebut dapat dinikmati terus-menerus.

Namun demikian, Kemenhub bisa menerapkan pengaturan transportasi konvensional dan transportasi roda-empat online yang melarang promo di bawah batas bawah ke pengaturan ojek online. "Contohnya di industri transportasi konvensional, Blue Bird dan Express tidak bermain di ranah harga, atau promosi jor-joran tetapi di layanan dan produk yang solutif. Ini persaingan yang lebih sehat,” kata Muslich.

Ketua Tim Peneliti RISED yang juga ekonom Universitas Airlangga Rumayya Batubara mengatakan, berdasarkan penelitian yang lembaganya lakukan 75 persen konsumen menolak penerapan tarif baru ojek online. “47,6 persen kelompok konsumen hanya mau mengalokasikan pengeluaran tambahan untuk ojek online maksimal Rp 4.000-Rp 5.000 per hari. Selain itu, 27,4 persen kelompok konsumen yang tidak mau menambah pengeluaran sama sekali,” ujarnya. [DIT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.