Dark/Light Mode

Gotong Royong Bangun Perencanaan Keuangan Lewat Pendekatan Yurisdiksi

Jumat, 12 November 2021 14:06 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

 Sebelumnya 
Diprakarsai Coalition for Sustainability Partnership (CSP), Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Inisiatif Dagang Hijau (IDH), IPMI Case Centre, Filantropi Indonesia, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Landscape Indonesia, Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture (PISAgro) dan Tropical Forest Alliance (TFA) yang tergabung dalam Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF), JCAF melangsungkan dialog bulanan.

Dialog yang dihadiri lebih dari 150 undangan dan dikurasi serta difasilitasi bersama para praktisi penerapan yurisdiksi berdasarkan prioritas dan tema yang disepakati.

JCAF#3 diharapkan dapat menghasilkan sebuah rekomendasi kasus investasi yang bisa didorong lewat "Financing Jurisdiction Approach Toward Green Prosperity".

Dialog ini menghadirkan pegiat yurisdiksi di sekelompok kabupaten hijau, negara donor dan lembaga multilateral serta investor swasta. Pemerintah nasional dari BPDLH, BKF, Kementerian Lingkungan Hidup dan juga Kementerian Luar Negeri hadir memberikan arahan terkait regulasi yang dapat diakses oleh kabupaten dalam bentuk fiskal domestik, pendanaan konvensional, obligasi hijau atau sukuk hijau serta dana investasi global.

Baca juga : Peduli Lingkungan, Kilang Pertamina Sabet Penghargaan Gubernur Sumsel

Pendekatan JA dapat digunakan untuk mengintensifkan produksi komoditas yang berkelanjutan di Indonesia. Pendekatan JA dapat digunakan untuk mengintensifkan produksi komoditas yang berkelanjutan di Indonesia.

Di saat yang sama sektor swasta pun memperkuat penerapan sistem lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) dan selaras dengan meningkatnya investasi yang berkelanjutan.

“JA mendapatkan momentum dan dipilih oleh sejumlah pihak untuk membantu dan mengurangi deforestasi dan juga emisi namun tetap mengedepankan pertumbuhan masyarakatnya," ungkap Agus Sari, Kamis (11/11).

Dia menambahkan, JA juga dipakai oleh pelaku usaha yang memerlukan kepastian sourcing yang berkelanjutan dalam rantai pasok lewat upaya sertifikasi berkelanjutan pada tingkat yurisdiksi. Sebuah trend konsolidasi menuju pembangunan hijau.

Baca juga : Mahfud MD: Penerapan Keadilan Restoratif Rawan Industrialisasi Hukum

"JA menjadi kasus investasi yang menarik untuk melihat potensi investasi di tingkat yurisdiksi (kabupaten) karena lebih efisien sekaligus menjawab permasalahan pelik terhadap penanggulangan deforestasi di Indonesia yang memerlukan pendanaan yang besar,” ungkapnya.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Djoko Hendratto menambahkan, pendanaan nasional untuk mengatasi masalah iklim di Indonesia setiap tahunnya mencapai 260 juta USD sementara APBN hanya terserap sekitar 30-40 persen.

Dengan demikian, di tingkat daerah perlu mencari pembiayaan inovatif yang dapat digunakan untuk memprioritaskan pembangunan lingkungan yang dapat mengkonsolidasi berbagai kepentingan dan amannya ekosistem yang lebih efektif.

Selain adanya instrumen BPDLH, pemerintah nasional juga mendorong adanya inovasi untuk mengembangkan bisnis model lewat pemanfaatan jasa lingkungan melalui metode blended finance hingga membangun sebuah unit investasi yang beroperasi secara bisnis di tingkat kabupaten.

Baca juga : PUPR Targetkan 5 Kecamatan Kuningan Bebas Kemiskinan Ekstrem

“IRU ini nanti akan bergerak bersama dengan investasi atau blended atau debt management unit yang disusun dalam bentuk UPTD. Kalau bisa nanti BLUD atau BUMD yang kemudian dia dipisahkan dari dinas," kata Joko.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.