Dark/Light Mode

Misi Damaikan Rusia-Ukraina

Airlangga Pasang Badan Untuk Jokowi

Selasa, 5 Juli 2022 07:52 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) saat mendampingi Presiden Jokowi konferensi pers. (Foto: Setpres)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) saat mendampingi Presiden Jokowi konferensi pers. (Foto: Setpres)

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejumlah pihak menuding misi Presiden Jokowi mendamaikan Rusia-Ukraina gagal. Melihat hal ini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto langsung pasang badan. Ketua Umum Partai Golkar ini menegaskan, justru Jokowi membawa pulang oleh-oleh berharga dari lawatan tersebut.

Oleh-oleh yang didapat Jokowi dari pertemuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin adalah komitmen untuk tetap menjaga rantai pasok global agar tetap lancar. Airlangga menegaskan, hal ini sangat urgent, apalagi berkenaan dengan urusan perut rakyat dunia.

"Yang diutamakan Presiden adalah terkait dengan ketersediaan pangan," kata Airlangga, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, Jokowi tak ingin ancaman krisis pangan akibat konflik kedua negara terus berlanjut. Sebab, selama perang, rantai pasok pangan terganggu. "Ini jadi bagian dari proses perdamaian, dan perdamaian kan sebuah proses yang berjalan terus, bukan instan. Jadi ini awal yang baik," belanya.

Baca juga : Dunia Berutang Budi Ke Jokowi

Airlangga juga menyanjung keberanian Jokowi bertemu dengan pemimpin negara yang tengah bertikai sekaligus. Di saat tidak ada satu pun pemimpin negara yang mau berinisiatif bertemu, baik dengan Putin maupun Zelensky.

Mantan Dubes RI untuk Austria dan PBB Darmansjah Djumala juga memberikan acungan jempol kepada Jokowi. Menurutnya, pertemuan empat mata baik dengan Zelensky maupun Putin sejatinya sudah membuka pintu komunikasi.

Djumala, yang kini Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, menyanggah penilaian yang menyebut  misi Jokowi ke Ukraina dan Rusia tidak berhasil hanya karena Rusia masih memborbardir Ukraina. Dia mengatakan, diplomasi perdamaian tidak seperti pabrik tempe. Sore ini dibikin, besok jadi. Menurutnya dalam fatsun diplomasi, ada tiga proses yang harus dilalui untuk menuju perdamaian. Yakni komunikasi, penghentian kekerasan, dan dialog.

"Tiga proses itu sering dirujuk sebagai adab diplomasi. Pembicaraan dan negosiasi perdamaian tak akan bisa dimulai jika tidak ada komunikasi," terang Djumala, dalam keterangannya kepada Rakyat Merdeka.

Baca juga : Ini Bukti, Jokowi Negosiator Dunia

Lewat jalur komunikasi, kedua seteru bisa mengetahui posisi dan apa yang diinginkan masing-masing pihak. Butuh pihak ketiga untuk mediasi. "Perang harus dihentikan. Imbauan ini juga yang disampaikan kepada Zelensky dan Putin. Jika kekerasan sudah tidak ada lagi, perang berhenti karena gencatan senjata, tersedia ruang kondusif untuk berunding mencari jalan damai," tuturnya. 

Dia menegaskan, inisiatif perdamaian butuh waktu lama, melalui proses panjang dan berliku. "Kerja diplomasi perdamaian tentu beda dengan cara kerja pabrik tempe; hari ini kedelai besok jadi tempe," ungkapnya.

Djumala melanjutkan, pesan damai yang dibawa Jokowi ke Ukraina dan Rusia adalah manifestasi nilai yang terkandung dalam sila kedua dan ketiga Pancasila. "Nasionalisme Indonesia mekar dalam taman sari internasionalisme. Merujuk pada nilai kemanusiaan, menghargai harkat manusia tanpa membedakan bangsa, etnik, suku, dan agama," tegasnya.

Menurutnya, misi perdamaian Jokowi ke Ukraina dan Rusia merupakan perwujudan nasionalisme kemanusiaan. "Diplomasi perdamaian Jokowi adalah langkah awal membuka pintu komunikasi bagi kedua seteru agar dapat mengakhiri perang sehingga damai tercipta," tandasnya.

Baca juga : Jokowi Layak Dapat Nobel

Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie juga memuji Jokowi. Menurutnya, kunjungan tersebut merupakan langkah hebat dan tidak mudah. Mengingat perang itu bukan hanya terkait dua negara.

Menurutnya, kunjungan Jokowi tersebut sangat penting mengingat tidak ada negara-negara Barat yang bertindak sebagai penyelesai masalah atau mengurangi dampak masalah. Malah mereka bikin masalah baru, lantaran sanksi-sanksi kepada Rusia.

"Jadi, saya pikir posisi Presiden yang datang dari Asia pertama, kemudian bisa bicara dengan keduanya, itu sebuah langkah baik dan memang kita yakini ini langkah baik. Tapi kita mesti siap bahwa ini mungkin panjang kalau damainya," tuturnya, di diskusi "Misi Damai Jokowi Di Rusia-Ukraina, Efektifkah?" di Kompleks Parlemen, Kamis (30/6).â– 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.