Dark/Light Mode

Perlu Masukan Insan Pers

Menkominfo: Revisi UU Penyiaran Tak Boleh Jadi Wajah Baru Pembungkaman Pers

Kamis, 16 Mei 2024 22:13 WIB
Menkominfo Budi Arie Setiadi (Foto: Instagram)
Menkominfo Budi Arie Setiadi (Foto: Instagram)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyampaikan pandangannya soal Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 tentang penyiaran, yang saat ini sedang dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Menurutnya, pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran perlu mengakomodasi masukan dari berbagai elemen, utamanya insan pers. Demi mencegah munculnya kontroversi yang tajam.

“Sebagai mantan jurnalis, saya tentu berharap RUU Penyiaran tidak menimbulkan kesan sebagai 'wajah baru' pembungkaman pers,” ujar Budi Arie dalam pesan singkat yang diterima redaksi, Kamis (13/5/2024).

Budi Arie memastikan, pemerintah berkomitmen penuh mendukung dan menjamin kebebasan pers, termasuk dalam peliputan-peliputan investigasi.

"Berbagai produk jurnalistik yang dihadirkan insan pers adalah bukti demokrasi Indonesia semakin maju dan matang," ujarnya.

Di lain pihak, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid membantah tudingan yang menyebut RUU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengecilkan peran pers.

“Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers,” kata Meutya dalam keterangannya, Kamis (16/5/2024).

Meutya menjelaskan, RUU Penyiaran saat ini belum ada. Yang beredar saat ini adalah draft yang mungkin muncul dalam beberapa versi, dan masih amat dinamis.

Baca juga : Waka DPR Imin: Revisi UU Penyiaran Harus Serap Aspirasi Masyakarat & Insan Media

Sebagai draft, penulisannya tentu belum sempurna dan cenderung multi tafsir.

"Komisi I DPR membuka ruang seluas-luasnya terhadap berbagai masukan dari masyarakat terkait RUU Penyiaran," tegas Meutya.

Draft RUU Penyiaran bertanggal 27 Maret 2024 yang terdiri dari 14 bab dan 149 pasal mengundang kritikan masyarakat luas, karena memuat pasal yang dinilai berpotensi mengancam kebebasan pers. Berikut rincian pasal yang dimaksud:

1. Pasal 8A huruf (q)

Pasal 8A huruf (q)

Draft Revisi UU Penyiaran Pasal 8A huruf (q) menyebutkan, dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.

Hal ini tumpang tindih dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers, yang menyebut bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.

2. Pasal 42 ayat 2

Baca juga : DPR: RUU Penyiaran Tidak Batasi Jurnalisme Investigasi

Seperti halnya Pasal 8A huruf q, pasal 42 ayat 2 juga menyebutkan, sengketa jurnalistik diurusi oleh KPI. Sementara berdasarkan UU Pers, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan oleh Dewan pers.

“Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 42 ayat 2 draft Revisi UU Penyiaran.

3. Pasal 50 B ayat 2 huruf (c)

Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) adalah pasal yang paling disorot, karena memuat aturan larangan adanya penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi.

Berikut bunyi pasal 50 B ayat 2 huruf (c): “Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:...(c.) penayangan eksklusif jurnalistik investigasi".

4. Pasal 50B ayat 2 huruf (k)

Pasal 50B ayat 2 huruf (k) memuat larangan membuat konten siaran, yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik.

“Penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme," demikian bunyi ketentuan tersebut.

Baca juga : Alasan Mahfud MD Tolak Revisi UU MK Saat Jadi Menko Polhukam

5. Pasal 51 huruf E

Tak hanya Pasal 8A huruf (q) dan pasal 42 ayat 2, Pasal 51 huruf E juga tumpang tindih dengan UU Pers.

Pasal ini menyebut, penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan.

“Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 51 huruf E.

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.