Dark/Light Mode

RUU MLA Indonesia-Swiss Disahkan 

Yasonna: Pemerintah Segera Lacak Aset Hasil Pidana yang Disimpan di Swiss

Selasa, 14 Juli 2020 20:28 WIB
Menkumham Yasonna H Laoly (kanan) menerima naskah UU Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana Antara Indonesia dan Konfederasi Swiss dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, dalam Sidang Paripurna DPR, di Senayan, Jakarta, Selasa (14/7). (Foto: Dok. Kemenkumham)
Menkumham Yasonna H Laoly (kanan) menerima naskah UU Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana Antara Indonesia dan Konfederasi Swiss dari Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni, dalam Sidang Paripurna DPR, di Senayan, Jakarta, Selasa (14/7). (Foto: Dok. Kemenkumham)

RM.id  Rakyat Merdeka - Menkumham Yasonna H Laoly menyebut pemerintah akan mulai prosedur pengumpulan data dan pelacakan aset hasil tindak pidana yang disimpan di Swiss. Hal tersebut disampaikan Yasonna usai DPR menyetujui RUU Pengesahan Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana Antara Indonesia dan Konfederasi Swiss menjadi UU dalam Sidang Paripurna DPR, di Senayan, Jakarta, Selasa (14/7).

"Langkah selanjutnya tentu kami akan membentuk tim dan duduk bersama-sama dengan Bareskrim, Kejaksaan, KPK, serta Kementerian Luar Negeri untuk melakukan asset tracing. Kita juga nantinya akan bekerja sama dengan pihak Swiss untuk membuka dan meminta data-data yang ada. Dengan dasar hukum ini, kita sudah melakukan hal tersebut," ujar Yasonna, selepas Sidang Paripurna.

Yasonna menegaskan, aset hasil tindak pidana yang disimpan di Swiss sebelum UU tentang Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Hukum Timbal Balik dalam Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss berlaku tetap bisa dilacak dan disita negara.

Baca juga : DPD Dorong Pemerintah Fokus Atasi Pandemi dan Krisis Ekonomi

"Bagusnya, Undang-Undang ini bersifat retroaktif. Jadi, seluruh kejahatan fiskal, pencucian uang, atau apa saja yang terjadi sebelum perjanjian ini bisa tetap kita lacak," tutur Yasonna.

Menteri kelahiran Sorkam, Tapanuli Tengah, tersebut juga menyampaikan bahwa pemerintah akan terus mencoba menjalin perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance/MLA) serupa dengan negara-negara lain sebagai upaya pemberantasan tindak pidana transnasional. "UU kali ini kan khusus antara Swiss dengan Indonesia. Sebelumnya, kita juga sudah mengikat perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dengan Rusia, Iran, dan sejumlah negara lain," ucap Yasonna. 

"Kita akan teruskan hal ini. Misalnya dengan Serbia, walaupun belum ada perjanjian ekstradisi dan MLA, tetapi Serbia sudah mengajukan draft dan akan kita bahas tahun depan setelah pandemi Covid-19 ini berakhir," ujarnya. 

Baca juga : Pendidikan Kena Imbas Corona, Pemerintah Jangan Ragu Kasih Stimulus

UU MLA dengan Swiss ini merupakan buah dari upaya panjang yang dilakukan pemerintah. Pembicaraan dirintis pada 2007 saat Presiden SBY bertemu Presiden Konfederasi Swiss Micheline Calmy-Rey, di Istana Negara, Jakarta. Ketika itu, Calmy-Rey sepakat dengan ide pemerintah Indonesia dan Swiss yang bekerja sama mengembalikan aset koruptor di negara tersebut. Pembicaraan kembali dilakukan pada 2010 saat Presiden Konfederasi Swiss Doris Leuthard berkunjung ke Indonesia, namun lantas redup akibat berbagai hambatan, termasuk teknis pengembalian aset dan ketatnya aturan perbankan di Swiss.

Diskusi kembali hidup di era pemerintahan Presiden Jokowi dan perundingan pertama pun digelar pada 28-30 April 2015 di Bali. Delegasi Indonesia kala itu diketuai Direktur Hukum Internasional dan Otoritas Pusat yang kini menjabat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Cahyo Rahadian Muzhar. Dua tahun berikutnya, tepatnya pada 30-31 Agustus 2017, digelar perundingan kedua di Bern, Swiss. Pada 4 Februari 2019, Yasonna Laoly dan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter menandatangani perjanjian MLA Indonesia-Swiss dalam pertemuan di Bernerhof, Bern, Swiss.

Saat membacakan pendapat akhir Presiden atas RUU tentang Pengesahan Perjanjian Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Indonesia dan Swiss pada Sidang Paripurna DPR, Yasonna menyebut pengesahan RUU itu menjadi UU akan meningkatkan efektivitas kerja sama pemberantasan tindak pidana yang bersifat transnasional meliputi tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan tindak pidana fiskal.

Baca juga : Tak Ingin UMKM Babak-belur Dihajar Corona, Pemerintah Berikan 5 Fasilitas Pajak Baru

"Perjanjian ini juga memuat fitur-fitur penting yang sesuai dengan tren kebutuhan penegakan hukum sehingga diharapkan dapat menjawab tantangan dan permasalahan tindak pidana yang dihadapi kedua negara. Penyelesaian kasus tindak pidana transnasional ini tidak mudah. Hal ini berbeda dengan penanganan kasus tindak pidana dalam teritorial negara. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional memerlukan kerja sama bilaterlal dan multilateral, khususnya di bidang penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan," ujar Yasonna. [DIR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.