Dark/Light Mode

Resmi Bentuk IBC

Top, Indonesia Kini Jadi Produsen Baterai Global

Senin, 29 Maret 2021 05:40 WIB
Konferensi Pers Indonesia Battery Corporation, Jumat 26 Maret 2021. (Foto : Istimewa).
Konferensi Pers Indonesia Battery Corporation, Jumat 26 Maret 2021. (Foto : Istimewa).

 Sebelumnya 
Wakil Menteri I BUMN Pahala Nugraha Mansury mengungkap­kan, IBC tidak hanya akan mem­punyai satu pabrik. Melainkan bakal menjadi industri baterai listrik yang terintegrasi. Untuk itu dibutuhkan investasi cukup besar yakni mencapai 17 miliar dolar AS atau setara Rp 245 triliun.

“Karena nanti kita juga akan membangun mining-nya, smelt­ing-nya, kemudian produksi prekursor, battery pack, bahkan kami ingin juga energy storage stabilizer dan recycling-nya,” terangnya.

Kapasitas pabrik yang dibangun, sambung mantan Direk­tur Utama Garuda Indonesia dan BTN ini, ditargetkan akan mencapai 140 GWh di 2030 dan sebesar 50 GWh untuk me­menuhi kebutuhan ekspor.

“Sisanya, kami berharap bisa digunakan industri baterai yang memproduksi EV (Electric Ve­hicle). Potensi EV ini kan besar,” jelas Pahala.

Baca juga : Punya Banyak Cabang, PT Pos Indonesia Berpotensi Jadi Kanal Penerimaan GNWU

Dia melihat, potensi EV di In­donesia cukup besar, yakni terdiri dari kendaraan dua roda sebanyak 10 unit dan kendaraan empat roda lebih dari 2 juta unit.

“Untuk tahap pertama, ba­gaimana antara 2021 sampai 2023 kita bisa produksi antara 10-30 GWh,” akunya.

Ia menjanjikan, dalam waktu enam bulan ke depan, Antam bersama mitra akan melakukan studi yang nantinya dilanjutkan dengan pengembangan mining. Lalu mengembangkan smelting facility.

“Tahun ini, akan langsung investasi pengembangan battery cell di hilir, yang akan dilakukan oleh empat perusahaan tersebut. Jadi, nanti akan ada JV (Joint Venture) dengan porsi kepemili­kan saham sama besarnya, yakni 25 persen,” sambungnya.

Baca juga : Dukung Generasi Muda Indonesia Berkreasi, Smartfren Berikan Extra Kuota

Menanggapi ini, pengamat dari Energy Watch Mamit Setiawan menilai, untuk merealisasikan target agresif tersebut perlu dukungan dari semua stakeholder.

Sebab saat ini, imbuh Mamit, setiap perusahaan masih memer­lukan waktu untuk menyiapkan infrastruktur untuk menggarap proyek yang dibidik tersebut.

“Khususnya, terkait dengan masalah perizinan. Butuh sup­port dari semua stakeholder,” ka­tanya kepada Rakyat Merdeka.

Selain itu, Kementerian BUMN juga harus melakukan KPI (Key Performance Indica­tor) sebagai tolak ukur untuk menilai sejauh mana para ang­gota holding ini mampu menca­pai targetnya.

Baca juga : Teten Yakin Indonesia Bakal Jadi Pusat Mode Muslim Dunia

“Prinsipnya, tetap harus ada KPI untuk masing-masing pe­rusahaan. Karena bicara target seperti bicara soal mimpi. Jadi, harus ada tolak ukurnya,” pung­kasnya. [IMA]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.