Dark/Light Mode

Tumpas Teroris Papua, TNI-Polri Banyak Ngeluh

Selasa, 11 Desember 2018 04:54 WIB
Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo. (Foto: tribratanews)
Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo. (Foto: tribratanews)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hingga kemarin, belum ada kemajuan dalam pengejaran pelaku penembakan 31 orang pekerja proyek Istaka Karya di Kabupaten Nduga, Papua. Personel TNI dan Polri lebih banyak mengeluhkan sulitnya medan yang dihadapi. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut, kondisi geografis di Nduga menyulitkan pengejaran kelompok Egianus Kogoya.

"Di sana, banyak gunung, lereng, hutan dan perbukitan. Wilayahnya pun sangat luas. Mereka lebih paham medan," ujarnya di Mabes Polri, Senin (10/12). "Belum lagi, cuaca ekstrim yang melanda wilayah itu. Itu semua kesulitan yang kami alami," imbuhnya. Masih ada lagi kendala lainnya. Yakni, tidak adanya sinyal komunikasi di wilayah Nduga. Sesama personel korps baju coklat hanya bisa berkomunikasi menggunakan Handy Talkie alias HT. Itu pun jangkauannya sangat terbatas.

Terpisah, Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal malah menyebut, tidak ada operasi militer. "Saya tegaskan lagi, sampai hari ini tidak ada penumpasan dan siapa yang ditumpas, karena keberadaan Polri dan TNI di Nduga dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan bukan untuk menumpas," tegasnya.

Baca juga : Pembasmian Teroris Papua: Sulit Atau Terlalu Banyak Mikir?

Sementara, TNI juga punya keluhan yang sama dengan Polri. Wakil Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih Letnan Kolonel Infanteri Dax Sianturi mengatakan, korps baju loreng terkendala kondisi medan dan cuaca. Hutan yang masih sangat lebat menyulitkan perburuan kelompok separatis itu. Juga, cuaca yang kerap berubah-ubah. Dia menjelaskan, lokasi pembantaian para pekerja adalah di bukit puncak Kabo. Wilayah itu terletak di kawasan hutan yang jauhnya sekitar 4 sampai 5 kilometer dari pinggir kampung terdekat. "Itu medannya sulit. Cuaca ekstrim, berubah-ubah," ungkapnya. Terpisah, juru bicara Kodam Cendrawasih, Kolonel Muhammad Aidi menyebut, kendala lain adalah para separatis ini berbaur dengan penduduk. "Berbeda dengan teroris. Sementara kita tidak kenal mereka," bebernya.

TNI hanya mengenali mereka dari foto-foto atau sinyalemen lain. Sulitnya medan, juga kembali disebut sebagai kendala. Memang kesulitannya, mereka menggunakan pola operasi gerilya. Jadi mereka bisa ada di mana-mana, dan mereka menguasai medan, sementara bagi kita medan tersebut baru, ungkapnya. Dalam perburuan, tim gabungan beberapa kali diserang dan ditembaki. Misalnya saja, saat pasukan TNI berusaha menduduki Bukit Kabo untuk mengevakuasi jenazah.

"Kita mendapat serangan, ditembaki dari balik bukit sebelahnya dari jarak jauh. Pada saat kita evakuasi jenazah menuju Mbua lewat jalur darat, kita dihadang. Hampir setiap saat kita dihadang dan diganggu. Walaupun mereka tak berani berhadap-hadapan. Satu kali dua kali menembak, lalu kabur, kita kejar, masuk lagi ke hutan," beber Aidi. Sekalipun begitu, dia menegaskan TNI dan Polri akan terus memburu Kogoya sampai dapat.

Baca juga : Jadi Tersangka, Bahar Kena Batunya

Apakah ada deadline? "Tak ada batas waktu. Yang jelas, mereka harus tertangkap, hidup atau pun mati. Kita cari terus, selain mencari para pelaku, terutama pimpinannya, Egianus Kogoya," tandasnya. Pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut, wajar jika TNI dan Polri banyak mengeluh. "Ya karena memang sulit," ujarnya, Senin (10/12) malam. Dia pun memandang, pendekatan yang keras dan militeristik tak sepenuhnya tepat. "Maka meski tak bisa cepat, saya masih berkeyakinan bahwa pendekatan kesejahteraan yang berkeadilan, lebih tepat dalam penyelesaian masalah Papua," tuturnya.

Fahmi berpendapat, pemerintah tak perlu terlalu ambisius untuk menuntaskan masalah Papua dalam waktu singkat. "Asalkan disiplin dengan strategi dan agenda program kesejahteraan untuk masyarakat, dibarengi peningkatan kualitas komunikasi damai dan perhatian penuh pada dinamika di lapangan saya kira kemudian akan lebih mudah untuk menghadirkan kedamaian di bumi Papua," saran Fahmi.

Pengamat Terorisme Al-Chaidar juga menyebut, medan di Papua sangat berat. Itu bukan mengeluh. "Terorisme tamkin yang dipraktekkan oleh OPM adalah tidak sekadar perang gerilya," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, semalam. OPM, menurut Chaidar, sudah menjadi gerakan terorisme yang sangat piawai dengan wilayah tersebut. Terorisme tamkin atau teritorial dan organik harus dihadapi oleh militer. Polisi sebaiknya menunggu hasil tangkapan tentara. Sama dengan Poso, hanya militer yang bisa tangani. "Polisi sebaiknya menunggu di check point saja,"sarannya.

Baca juga : Tembaki Helikopter TNI, Teroris Papua Ngeledek

Karena kesulitan itu, Chaidar tak yakin kelompok separatis ini akan dapat dengan mudah diburu. Sulit untuk memprediksi waktunya kapan mereka bisa ditumpas tuntas. "Kelompok Poso saja belum tertangkap semuanya. OPM jauh lebih besar jumlahnya. Saya belum tahu berapa jumlah pastinya," tandasnya.

Di Twitter, TNI dan Polri juga dikritik. "TNI dan Polri sulit memberantas separatis di bumi cenderawasih. Selalu diulang, kendalanya di medan dan cuaca. Ya memang sulit, tapi ya mbok jangan ngeluh terus. Ayo, yakin bisa. TNI dan Polri kuat," cuit @AlsNugrahaa di Twitter. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.