Dark/Light Mode

Pekan Depan, PM Inggris Cabut Aturan Ketat Soal Covid, Masker Nggak Wajib Lagi

Jumat, 21 Januari 2022 13:25 WIB
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. (Foto: Istimewa)
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengumumkan pencabutan semua aturan ketat protokol kesehatan (prokes) Covid-19, mulai pekan depan. Masker tak lagi wajib di tempat-tempat umum. Paspor Covid juga tak lagi diperlukan, untuk menghadiri acara besar karena tingkat infeksi di sebagian besar negara itu sudah mulai turun.

Keputusan ini disampaikan PM Johnson di hadapan Parlemen, Rabu (19/1) sore. Johnson mengatakan kepada anggota parlemen bahwa pembatasan sedang dilonggarkan karena ilmuwan pemerintah berpikir kemungkinan lonjakan infeksi yang dipicu oleh varian Omicron sudah melewati puncaknya.

Oleh karena itu, aturan wajib bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH), memakai masker di area publik dan menunjukkan bukti sudah divaksin tidak lagi diperlukan. Johnson pun berharap warga Inggris bisa segera hidup berdampingan dengan Covid-19 setelah mengalami puncak kasus pada Desember kemarin.

Inggris adalah negara pertama yang membatasi perjalanan internasional atas varian Omicron, meningkatkan alarm tentang mutasinya, dan pada bulan Desember memberlakukan saran bekerja di rumah, lebih banyak memakai masker dan izin vaksin untuk memperlambat penyebarannya.

Baca juga : Pulang Dari Luar Negeri, Wajib Karantina Terpusat Ya

Tetapi saat kasus melonjak ke rekor tertinggi, rawat inap dan kematian tidak meningkat pada tingkat yang sama dengan kasus penularan Delta. Sebagian kondisi itu disebabkan peluncuran vaksin booster dan tingkat keparahan penularan yang lebih rendah.

"Banyak negara di seluruh Eropa telah mengalami karantina musim dingin lebih lanjut, tetapi pemerintah mengambil jalan yang berbeda," kata Johnson kepada anggota parlemen.

Johnson mengklaim, pemerintah Inggris telah mengambil keputusan terberat dengan benar dan jumlah pasien yang masuk ke perawatan intensif sudah turun. Pendekatan Johnson untuk menghindari karantina wilayah dan hidup dengan virus kontras dengan pendekatan tanpa toleransi terhadap Covid-19 di China dan Hong Kong, dan pembatasan yang lebih ketat di banyak negara Eropa lainnya.

"Ilmuwan kami percaya bahwa kemungkinan gelombang Omicron kini telah mencapai puncaknya secara nasional karena kampanye pendorong yang luar biasa, bersama-sama dengan cara publik menanggapi langkah-langkah Rencana B, kita bisa kembali ke Rencana A," ujar Johnson dikutip CNN, Kamis (20/1).

Baca juga : Hasil Liga Inggris: Si Biru Dan Si Merah Berbagi Poin

Johnson mengatakan, tidak ada yang disebut langkah-langkah Rencana B yang akan masih berlaku, karena masker wajah tidak akan diberlakukan secara hukum di mana pun, izin Covid-19 tidak akan wajib dan saran untuk bekerja dari rumah akan berakhir.

PM Inggris telah menghadapi kritik atas penanganan pandemi secara keseluruhan, dan Inggris telah melaporkan 152.513 kematian, total tertinggi ketujuh secara global. Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara telah mengikuti langkah-langkah anti-Covid-19 mereka sendiri, umumnya dengan pembatasan yang lebih ketat, tetapi juga mulai melonggarkannya.

Johnson berharap untuk mengatur ulang agendanya menyusul kehebohan atas pertemuan saat masa karantina di kantornya. Dia mengaku menghadiri pesta di taman kantor dan kediaman Downing Street pada Mei 2020 saat pertemuan justru dilarang.

Pencabutan langkah-langkah Rencana B, bersama dengan navigasi Omicron-nya tanpa menggunakan karantina wilayah yang ketat, dapat membantunya menenangkan penentang keras pembatasan di kaukusnya sendiri di tengah kemelut partai. Sepertiga dari 15 juta kasus di Inggris telah dilaporkan sejak awal Omicron.

Baca juga : Kepatil Covid, Gerrard Nggak Bisa Dampingi Aston Villa Dua Laga

Sebaliknya, Inggris telah melaporkan 5 persen kematian akibat Covid-19 sejak varian itu diidentifikasi pada akhir November.

"Idenya adalah dengan benar-benar mencoba untuk memberikan banyak dorongan pada program vaksin penguat, akan mungkin untuk menjalankannya tanpa metode yang paling memaksa," ujar Profesor Francois Balloux dari Institut Genetika Universitas College London, kepada Reuters. [DAY]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.