Dark/Light Mode

Putin Diisukan Mulai Letoy

Senin, 25 Juli 2022 08:05 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin. (Foto Reuters/ Thibault Camus)
Presiden Rusia Vladimir Putin. (Foto Reuters/ Thibault Camus)

 Sebelumnya 
Dalam kunjungan ke Teheran, Putin bertemu Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Pertemuan itu menarik perhatian dunia. Ini adalah kedua kalinya Putin berada di luar negeri sejak invasi ke Ukraina, 24 Februari lalu.

Dalam satu video, Erdogan membuat Putin menunggu. Penguasa Rusia itu tampak tidak nyaman dan ia menggoyangkan kakinya dan membuat gerakan wajah yang aneh. Saat itu, pihak Ukraina tidak menuding bahwa yang datang adalah tubuh pengganti Putin.

Namun terlepas dari ucapan intelijen Ukraina itu, dua tahun lalu, Putin mengakui bahwa “orangnya” pernah menyarankan agar ia menggunakan tubuh pengganti. Ia mengklaim telah menolak ide tersebut.

Putin disarankan demikian pada awal 2000-an, ketika Rusia diterpa serangan teroris. Ia mengatakan, disarankan menggunakan tubuh pengganti saat harus datang ke lokasi yang rawan keamanannya.

Isu soal tubuh pengganti bukan hal baru di Rusia. Pasalnya, tubuh pengganti sempat digunakan mantan pemimpin Rusia, seperti Josef Stalin dan Leonid Brezhnev.

Baca juga : Jokowi Diusulkan Jadi Bapak Pemuda Indonesia

Melengkapi spekulasi soal kondisi Putin, pakar yang juga Profesor Sejarah Universitas Yale, Amerika Serikat (AS), Timothy Snyder mengatakan, Putin mulai memperlihatkan sinyal kehilangan kontrol di pemerintahannya. Ia merujuk dari kemunculan orang terdekatnya, Dmitry Medvedev yang berbicara mengenai konsekuensi yang menunggu Ukraina dan Barat.

Snyder menduga, perubahan kekuasaan di Rusia tengah dipersiapkan. “Tetapi kisah yang sebenarnya adalah bahwa orang-orang selain Putin sekarang merasa berwenang untuk membuat pernyataan seperti itu,” katanya dikutip Newsweek, Sabtu.

Medvedev merupakan mantan Presiden Rusia, yang juga kepercayaan Putin, dan kini menduduki posisi Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia. Lebih jauh, Snyder berargumen, propaganda yang dikeluarkan Medvedev bisa berarti kesetiaan untuk Putin. Tetapi juga bisa persiapan untuk mengganti Putin.

“Saya cenderung melihat pernyataan drastis itu sebagai bukti penting bahwa rakyat Rusia mulai berpikir Rusia kalah,” tambahnya.

Snyder pun menilai Putin semakin melemah (letoy), karena pasukannya gagal mencapai tujuan di Ukraina. “Putin pandai membuat kita semua berada dalam kabut. Tapi, sekarang ia sendiri sepertinya tersesat dalam kabut perang,” lanjutnya.

Baca juga : Puan Maharani Diibaratkan Padi Yang Merunduk

Sementara PM Orban menyatakan, Uni Eropa perlu strategi baru untuk merespons invasi militer Rusia di Ukraina. Pasalnya, sanksi ekonomi masif yang diterapkan sekarang justru lebih merugikan Eropa ketimbang Rusia.

“Strategi baru harus memfokuskan pembicaraan damai dan menyusun proposal perdamaian yang baik daripada memenangkan perang,” kata Orban dalam pidatonya di Romania, Sabtu.

Orban menegaskan, Hungaria-anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara)- akan menghindari perang di negara tetangga Ukraina. Orban telah mengatakan sebelumnya, Hungaria tidak mau mendukung embargo UE atau pembatasan impor gas Rusia, karena itu akan merusak ekonominya, yang sekitar 85 persen bergantung pada impor gas Rusia.

Dia juga mengatakan, strategi Barat di Ukraina telah jelas gagal. Strategi yang dimaksud adalah: Ukraina dapat memenangkan perang melawan Rusia dengan senjata NATO, bahwa sanksi akan melemahkan Rusia dan mengacaukan kepemimpinannya, bahwa sanksi akan lebih merugikan Rusia daripada Eropa, dan bahwa dunia akan berbaris mendukung Eropa.

Namun kenyataannya, harga energi terus melambung dan pasukan Rusia tak menunjukkan tanda-tanda akan mundur dalam waktu dekat.

Baca juga : Menteri Basuki Pilih Pensiun

“Kita duduk di mobil yang keempat bannya bocor: sangat jelas perang tidak dapat dimenangkan dengan cara ini,” kata Orban.

Dia mengatakan demikian karena tentara Rusia memiliki dominasi asimetris. Karena itu, Orban mengatakan, peluang pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina hampir tidak ada.

“Karena Rusia menginginkan jaminan keamanan, perang ini hanya dapat diakhiri dengan pembicaraan damai antara Rusia dan Amerika,” katanya.

Menurut Orban, ancaman resesi ekonomi yang kini membayangi seluruh Eropa juga menimbulkan risiko bagi Hungaria. ■ 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.