Dark/Light Mode

Tumpas Komunis

Duterte Niru Soeharto

Rabu, 26 Desember 2018 10:26 WIB
Presiden Filipina,  Rodrigo Duterte. (Foto: Reuters)
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. (Foto: Reuters)

 Sebelumnya 
Apa yang diumumkan Duterte mengingatkan kepada kebijakan Amerika Serikat dalam menghadang komunis setelah Perang Dunia II. Suar Suroso dalam Akar dan Dalang menjelaskan, imperialis AS membuat kebijakan menghadang laju komunis yang pertama-tama ditujukan di Eropa dan Jepang. Tetapi, segera meluas ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia juga Vietnam. Kebijakan penghadangan laju komunisme itu disebut the policy of containment yang diterbitkan pemerintah AS pada 1946.

Khusus soal pembantaian kaum komunis Indonesia pada 1965 hingga 1966, Suar menyinggung peran CIA, lembaga intelijen AS. Mengutip perkataan bekas pejabat CIA, Ralph Mcghee, penulis buku Deadly Deceits-My 25 Years in the CIA yang menulis sejumlah artikel pada 1980 hingga awal 1990, Suar menyebutkan, CIA dan Kementerian Luar Negeri AS terlibat dalam menyusun nama-nama orang PKI yang diserahkan kepada tentara. Itu kemudian dipergunakan dalam pembantaian 1965 hingga 1966. 

Baca juga : PMP Mau Dihidupkan, Kroni Soeharto Girang

Tetapi, ketika menerapkan kebijakan serupa di Vietnam periode 1950 hingga 1960, AS menuai hasil berbeda. Ketika itu, pemerintah AS dan Vietnam Selatan mengisolasi penduduk pedesaan agar terlepas dari pengaruh komunis. Persis seperti yang dilakukan Duterte di Mindanao saat ini. Namun, strategi AS terbukti gagal, ditambah lagi Presiden Vietnam Selatan berhasil digulingkan pada 1963. Peristiwa ini pula yang memicu AS menggunakan kekuatan militernya secara langsung dalam menghadapi kaum komunis di Vietnam.

Karena itu, Duterte bisa dipastikan akan kesulitan menghadapi kaum komunis Filipina jika merujuk pengalaman Soeharto di Indonesia. Terlebih PKI waktu itu sama sekali tidak mengobarkan perang rakyat tahan lama karena tidak memiliki sayap militer. Berbeda dengan Vietnam dan Filipina saat ini yang meniru perang rakyat tahan lama ketika revolusi di bawah Mao Tse Tung sedang berkobar di China. 

Baca juga : Jelaskan Masalah Xinjiang Di PBNU

Sementara, Komnas HAM Filipina memperingatkan pada Minggu bahwa strategi tersebut bisa melanggar hak dan kebebasan warga lokal dan bahkan pembunuhan sporadis. “Strategi itu akan mengganggu kultur masyarakat lokal,” ucap Jubir Komnas HAM Filipina, Jacqueline de Guia. Menurutnya, masyarakat adat di dusun akan melanggar hukum humanitarian internasional, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Filipina No. 9851 tentang Kejahatan Terhadap Hukum Humaniter Internasional, Genosida, dan Kejahatan Lain Terhadap Kemanusiaan. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.