Dark/Light Mode

Lupakan Etika Diplomasi, Koar-koar Di Media Soal KUHP

Kemlu Semprot PBB

Selasa, 13 Desember 2022 06:55 WIB
Gedung PBB di Jakarta. (Foto: Antara)
Gedung PBB di Jakarta. (Foto: Antara)

 Sebelumnya 
Bahkan dalam penjelasan su­dah dikatakan, bahwa pasal itu tidak dimaksudkan untuk mem­bungkam demokrasi, kebebasan berekspresi,dan kebebasan ber­pendapat. Karena kritik dalam unjuk rasa itu sangat diperlukan bagi negara demokrasi sebagai kontrol sosial.

“Artinya dengan penjelasan pasal ini secara tidak langsung kita mengatakan bahwa kritik dan unjuk rasa itu boleh,” ucap Eddy.

Terkait persoalan zina dan kohabitasi (istilah yang ditu­jukan kepada pasangan yang tinggal satu atap tanpa ikatan perkawinan), menurutnya, juga sudah tidak ada permasalahan. Hal tersebut sudah ada dalam pasal 284 KUHP yang lama. Dalam KUHP yang baru, pasal itu merupakan delik aduan yang absolut. Yang boleh mengadu hanya suami atau istri.

Baca juga : DPR Ingatkan Bahaya Eksploitasi Anak di Medsos, TikTok Jadi Sorotan

Terkait soal kohabitasi, ia mengatakan, sejak 2021 sampai 2022, pihaknya selalu melaku­kan dialog publik di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Tapi, ada satu provinsi yang dengan tegas menolak pasal ini. Alasannya, pasal ini terlalu masuk ranah pribadi.

Namun, dia bercerita, ketika pihaknya ke Sumatera Barat, masyarakat memprotes Pemerintah. Karena pasal ini diang­gap terlalu lemah. Mereka tidak mau ini delik aduan. Mereka meminta delik biasa. Dengan alasan, hal itu merusak moral dan bertentangan dengan ajaran Islam. Karena Indonesia adalah mayoritas Islam.

Terkait wisatawan, menurut­nya, tidak akan bisa dijerat pasal ini. Menurutnya, saat sepasang wisatawan berlibur ke Indone­sia, tanpa terikat perkawinan yang sah, hanya ada dua pihak yang mungkin mengadu. Anak-anak atau orang tua mereka yang notabene tidak berada di Indonesia.

Baca juga : Lagi, Garuda Muda Raih Kemenangan Sempurna

Sebagai informasi, sejumlah kekhawatiran disampaikan PBB dalam pernyataan di website resmi indonesia.un.org berjudul Statement on the new Indone­sian Criminal Code. Mereka menilai, KUHP tersebut tidak sesuai dengan kebebasan fun­damental dan HAM.

Dalam pernyataan tersebut, PBB menyampaikan kekha­watirannya. Salah satunya, karena beberapa pasal berpo­tensi mengkriminalisasi kerja jurnalistik dan melanggar ke­bebasan pers.

Disebutkan dalam pernyataan yang dirilis Kamis (8/12) itu, bahwa orang lain akan mendis­kriminasi, atau memiliki dampak diskriminatif pada perempuan, anak perempuan, anak laki-laki dan minoritas seksual, dan memperburuk kekerasan ber­basis gender, dan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender.

Baca juga : Erick Happy, BRI Kembali Sponsori Liga 1

Masih dalam pernyataan yang sama, pasal lainnya berisiko melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial negatif terhadap ang­gota agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka. [PYB]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.