Dark/Light Mode
BREAKINGNEWS
Lupakan Etika Diplomasi, Koar-koar Di Media Soal KUHP
Kemlu Semprot PBB
Selasa, 13 Desember 2022 06:55 WIB
RM.id Rakyat Merdeka - Pemerintah menyemprot perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jakarta, yang berkoar-koar di media terkait kekhawatiran mereka terhadap pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan pada Selasa (6/12). Perwakilan PBB dinilai melupakan tata hubungan internasional dalam diplomasi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Teuku Faizasyah menuturkan, pemanggilan perwakilan PBB telah dilakukan kemarin pagi. Kata dia, pemanggilan itu merupakan bagian hubungan diplomasi.
“Ada baiknya perwakilan asing untuk tidak terburu-buru menyimpulkan (soal KUHP) dan menyampaikan pendapat dengan jalur diplomasi,” ujar Faizasyah, kepada awak media di Kantor Kemlu, Jakarta, kemarin.
Baca juga : DPR Ingatkan Bahaya Eksploitasi Anak di Medsos, TikTok Jadi Sorotan
Eks Duta Besar (Dubes) RI untuk Kanada itu menambahkan, pihaknya selalu terbuka dengan para perwakilan asing yang ingin menyampaikan pendapat. Karena menurutnya, itu merupakan adab diplomatik. “Kami membuka kesempatan yang lebar,” tegasnya, tanpa menyebut nama perwakilan tersebut.
Menurut Faizasyah, selayaknya dalam komunikasi diplomatik, pendekatan yang dipakai tidak menggunakan media sebagai alat untuk menyampaikan satu hal yang belum diklarifikasi.
“Dengan begitu, ada norma dalam hubungan diplomatik yang sepatutnya dilakukan perwakilan asing di suatu negara,” imbuh Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik (Dirjen IDP) Kemlu itu.
Baca juga : Lagi, Garuda Muda Raih Kemenangan Sempurna
Kendati demikian, dia tidak merinci hal yang dibahas dalam pertemuan itu, agar pihak yang dipanggil bisa menyampaikan pandangan dan memberikan penjelasan.
Terkait kekhawatiran perwakilan PBB juga, pada kesempatan itu Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan, organisasi tersebut telah mengirimkan surat ke DPR. Surat itu diterima Komisi III DPRpada 25 November 2022.
“Ketika surat itu diterima, Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP sudah mendapat persetujuan tingkat pertama sehari sebelumnya. Jadi sudah terlambat,” jelas pria yang akrab disapa Eddy itu.
Baca juga : Erick Happy, BRI Kembali Sponsori Liga 1
Dalam surat itu, lanjunya, PBB menawarkan bantuan. Terutama terhadap pasal-pasal yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan persoalan HAM. Namun, Pemerintah dan DPR sudah sepakat. Apalagi, persetujuan tingkat pertama sudah dilakukan. Terkait hal yang jadi perhatian PBB, pihaknya sudah menerima berbagai masukan dari masyarakat.
Menurut Eddy, pasal penghinaan serta penyerangan harkat dan martabat itu sangat ketat diatur dalam penjelasan. Bahwa yang dimaksud dengan penyerangan harkat dan martabat itu ada dua. Yakni menista dan fitnah. Tidak lebih dan tidak kurang.
Selanjutnya
Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News
Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tags :
Berita Lainnya