Dark/Light Mode

Muslim Uyghur Dan Kazakh China Masih Dilarang Puasa

Senin, 27 Maret 2023 14:04 WIB
Aktivis HAM etnis Hui, Ma Ju, setelah mempresentasikan laporan tentang perlakuan Pemerintah China terhadap minoritas Muslim Hui di China, di Washington, DC, Selasa, 21 Maret 2023. [Foto: Gemunu Amarasinghe/RFA]
Aktivis HAM etnis Hui, Ma Ju, setelah mempresentasikan laporan tentang perlakuan Pemerintah China terhadap minoritas Muslim Hui di China, di Washington, DC, Selasa, 21 Maret 2023. [Foto: Gemunu Amarasinghe/RFA]

RM.id  Rakyat Merdeka - Tekanan setiap Ramadan oleh Muslim Uyghur China ternyata masih terjadi. Bentuknya, mulai dari larangan berpuasa, pemantauan dan penangkapan. Di tengah genosida kaum Uyghur, sebuah laporan baru menyatakan, Pemerintah Komunis China bahkan juga berusaha menghapus budaya Muslim Hui.

Kondisi ini, seperti dikutip dari Radio Free Asia (RFA), sudah dirasakan sejak saat Muslim di seluruh dunia bersiap memasuki bulan Ramadan, Muslim China sudah menghadapi larangan berpuasa dan tradisi budaya dan agama mereka semakin diserang.

Warga Uyghur di wilayah barat laut Xinjiang diperintahkan untuk tidak mengizinkan anak-anak mereka berpuasa. Bahkan, anak-anak ditanyai oleh pihak berwenang, mengenai apakah orang tua mereka berpuasa atau tidak. Hal ini juga dinyatakan oleh pejabat setempat dan kelompok hak asasi manusia.

Baca juga : Firli Disentil Ketua Dewas

“Selama bulan Ramadan, pihak berwenang meminta 1.811 desa [di Xinjiang] untuk menerapkan sistem pemantauan sepanjang waktu, termasuk inspeksi langsung ke rumah keluarga Uyghur,” kata Juru Bicara Kongres Uyghur Dunia, Dilshat Rishit.

Dilshat Rishit [Foto: rfa.org]

Padahal selama bulan Ramadan, umat Islam meyakini, wajib berpuasa pada siang hari.

Tak itu saja, kelompok hak asasi manusia juga memperingatkan dalam sebuah laporan baru mereka, bahwa 11,4 juta Muslim Hui China –komunitas dekat etnis China yang telah mempertahankan keyakinan Muslim mereka selama berabad-abad– juga berada dalam bahaya, karena keyakinan mereka terancam terhapus seluruhnya, di bawah aturan agama Partai Komunis.

Baca juga : Bunga Citra Lestari, Dipeluk Mesra Duda

Muslim Hui China dinilai oleh Pemerintah China sebagai "ancaman yang harus diselesaikan melalui asimilasi paksa." Laporan ini turut disampaikan oleh koalisi kelompok hak asasi manusia, termasuk jaringan Pembela Hak Asasi Manusia China (Chinese Human Rights Defenders).

Hal ini tentu sangat kontras dengan kebebasan yang relatif mereka nikmati, sebelum Presiden Xi Jinping meluncurkan serangan baru terhadap ibadah agama, memaksa orang Kristen, Muslim, dan Budha untuk tunduk pada kontrol partai dan penyensoran kehidupan beragama mereka di bawah program "sinicization". Sinicization atau beragam istilah lainnya, seperti Sinifikasi,

Sinofikasi, Sinoisasi, Sinisisasi, Cinaisasi atau Hanisasi, adalah suatu proses, di mana masyarakat non-China berada di bawah pengaruh budaya China, khususnya budaya dan norma-norma kemasyarakatan China Han.

Baca juga : Awal Pekan, Rupiah Masih Kurang Tenaga

Ruang lingkup pengaruh begitu menyeluruh dan sistematis, meliputi makanan, tulisan, industri, pendidikan, bahasa, hukum, gaya hidup, politik, filsafat, agama, sains dan teknologi, budaya, dan sistem nilai. Secara lebih luas, Sinifikasi dapat mengacu kepada kebijakan akulturasi, asimilasi, atau imperialisme budaya yang diberlakukan oleh China ke dalam negara-negara tetangga di Asia Timur.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.